Pengiriman TKI Ilegal ke Luar Negeri Dibiarkan ?
Pemerintah menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) pekerja rumah tangga (PRT) atau pekerja migran Indonesia (PMI) ke negara-negara di Timur Tengah (Timteng) sejak Mei 2015.
Landasan hukum penghentian pengiriman TKI ke negara-negara yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kemenaker) Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 Tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timteng.
Alasan penghentikan pengiriman itu, antara lain, pertama, sering terjadi kekerasan bahkan pembunuhan atas TKI di negara-negara Timteng. Kedua, negara-negara Timteng tidak mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing.
Namun, kebijakan penghentian pengiriman TKI PRT ke negara-negara Timteng itu, ternyata praktiknya tidaklah seperti yang diharapkan. Banyak orang ketika mendatangi negara-negara Timteng, di bandara atau di pesawat sering bertemu TKI PRT yang bekerja di negara-negara Timteng.
“Tahun 2017, saya dua kali ke Arab Saudi dan Emirat Arab, dan tahun 2018 ini baru sekali, di bandara dan di pesawat saya bertemu perempuan-perempuan Indonesia yang siap bekerja di sebuah negara-negara di Timteng,” kata seorang mantan pejabat di Kemnaker, yang enggan menyebutkannya namanya.
Pengakuan mantan pejabat ini tidaklah berlebihan. Sebab, Ketua Asosiasi Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), Ayub Basalamah, berkali-kali melontarkan bahwa tidak lama sejak kebijakan penghentian pengiriman TKI ke Timteng dikeluarkan, setiap bulan sebanyak 10.000 orang TKI PRT ilegal dikirim ke negara-negara Timteng.
“Penghentian pengiriman itu justru menguntungkan pihak tertentu yang melakukan mengiriman ilegal ke negara-negara Timteng,” kata Ayub.
Ayub ketika ditemui di Jakarta, Kamis (4/10), mengatakan, ia menerima informasi dari banyak pihak bahwa banyak calon TKI PRT melakukan perekaman biometrik untuk mendapatkan visa agar bisa bekerja di Arab Saudi. “Ini menunjukkan sudah terjadi pembiaran pengiriman TKI PRT ke Timteng,” tegas Ayub.
Ayub mengatakan, pelaksanaan kebijakan perekaman biometrik Arab Saudi di Indonesia bisa mengganggu hubungan diplomatik Arab Saudi – Indonesia yang selama ini harmonis.
“Longgarnya pihak VFS/TasHeel memberikan akses kepada calon TKI PRT, menimbulkan dugaan sistem perekaman biometrik ini telah disusupi oknum-oknum pengirim PMI ilegal dan perdagangan manusia.
Ayub khawatir, praktik perekaman biometrik yang diduga memproses calon-calon TKI PRT ini bisa mengganggu proses pembahasan bilateral Indonesia-Arab Saudi bidang ketenagakerjaan yang hampir final. Bisa juga ini menciderai hubungan diplomatik kedua negara yang selama ini harmonis.
Oleh karena, Ayub mendesak pihak Pengawasan Kemnaker segera bertindak. “Apa Polri dan Kemnaker tidak ada intelnya ? Tempat perekaman medik itu adanya di Kelapa Gading dan sebuah tempat di Jakarta Selatan,” tegas Ayub.
Direktur Eksekutif Migran Care, Wahyu Susilo, mengatakan, masih banyaknya pengiriman TKI PRT ilegal ke luar negeri terutama negara-negara Timteng, menunjukkan lemahnya pengawasan dari pemerintah dan Polri. “Saya sendiri menduga hal terjadi karena dibiarkan. Miris memang,” kata dia.
Wahyu mendesak Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri agar segera menindaklanjuti informasi dari Ayub Basalamah itu. “Menaker harus menindak tegas kalau kedapatan anak buahnya terlibat,” kata Wahyu.
Dirjen Pembinaan Pengawasan Kemnaker, Irjen Pol Sugeng Priyanto, ketika dikonfirmasi enggan menjawab. Pelaksana Tugas Sekjen Kemnaker, Maruli Apul Hasoloan Tambunan juga enggan menjawab ketika dikonfirmasi.
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno mengatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi tersebut secara spesifik.
Namun menurutnya, berkaca dari pengalaman yang terjadi selama ini, indikasi upaya pengiriman PMI ke Arab Saudi secara ilegal masih cukup besar. “Atas nama upaya melindungi pekerja migran, kami mendukung dilakukan pengusutan tersebut,” kata Soes. [Edi Hardum]