Usung Semangat Multikulturisme, PDIP Mempunyai Nilai Lebih bagi Pemilih
Jakarta– Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) selama ini dikenal sebagai partai yang konsisten mendukung dan memperjuangkan kepentingan rakyat miskin dengan dasar semangat multikulturalisme.
Pakar politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan, pilihan sikap politik PDI-P yang konsisten mendukung dan mendor
ong semangat multikulturalisme merupakan nilai lebih partai ini bagi konstituennya, namun di sisi yang lain pilihan sikap politik yang memperjuangkan semangat multikulturalisme itu bukan berarti tidak beresiko.
“Pilihan sikap politik dan ideologi partai yang mengedepankan NKRI dan kebhinekaaan itu, sedikit-banyak membuat PDI-P menjadi berjarak dengan kelompok Islam kanan,” ujar Bagong dalam keterangannya, Selasa (20/11).
Menurut Bagong, kelebihan PDI-P yang dikenal sebagai partai nasionalis dan pendukung kebhinekaan, bukan tidak mungkin justru menjadi titik lemah jika tidak dikelola dengan baik.
Sebab, sebagai partai yang dikenal luas masyarakat memiliki ideologi dan sikap politik yang memperjuangkan multikulturalisme, ada sejumlah hal yang harus ditimbang PDI-P dalam menentukan sikap dan mencari perluasan dukungan konstituen.
Pertama, dengan menjalin koalisi dengan sesepuh NU Ma’ruf Amin yang dikenal sebagai sesepuh NU yang dihormati masyarakat. “Strategi tersebut merupakan langkah taktis yang menjadi pilihan PDI-P untuk memperluas basis dukungan massa kepada kandidat Presiden yang diusung PDI-P dan partai koalisinya,” ujarnya.
Kedua, kata dia, sejauh mana PDI-P mampu merevitalisasi diri dan mengembangkan basis dukungan dari kelompok yang ditengarai bakal menjadi penentu kuat dalam memberikan suara kepada calon anggota legislatif maupun Presiden.
“Kelompok suara anak muda milenial dan kelompok the power of emak-emak, adalah dua kelompok strategis yang perlu menjadi fokus perhatian tim sukses Jokowi-Ma’ruf Amin,” saran dia.
Untuk meraih simpati dan dukungan suara dari kelompok anak muda milenial dan kaum perempuan, kata Bagong, yang dibutuhkan bukan hanya terminologi yang sesuai dengan karakteristik kedua kelompok ini, tetapi juga mascot program yang benar-benar relevan.
Seperti, kepedulian kepada nasib perempuan yang masih tertinggal, perempuan miskin, kepedulian kepada perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual, serta kepedulian kepada kebutuhan anak muda milenial untuk beraktualisasi.
Lebih lanjut kata Bagong sebagai partai politik yang kini menjadi bagian dari the rulling party dan memiliki Presiden yang merupakan petahana, tentu ada banyak tantangan dan upaya yang mesti dikembangkan PDI-P dan partai koalisinya.
Daripada ikut larut dalam perdebatan yang tidak perlu dan ikut latah mengeluarkan narasi-narasi politik yang kurang bermutu, alangkah bijak jika PDI-P konsisten dalam sikap dan semangat perjuangannya untuk mendukung multikulturalisme dan memperlihatkan kepedulian yang benar-benar nyata kepada masyarakat miskin dan kelompok lain. [EH]