Perlu Terobosan Baru Dalam Mitigasi Bencana di Indonesia
[TOKYO] Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengatakan, letak Indonesia yang berada di “cincin pasifik” menjadikannya seperti supermall bencana. Besar kerugian baik korban jiwa maupun materi yang dialami, membuat pemerintah Indonesia tidak hanya fokus mencari penyebab bencana namun juga perlu memikirkan ulang kebijakan yang paling tepat agar Indonesia lebih aman dan tangguh bencana.
“Bencana yang terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah menjadi pelajaran yang berharga bagi Indonesia bahwa perencanaan dan kesiapan infrastruktur dan kesiagaan masyarakat mengantisipasi potensi bencana harus dievaluasi untuk ditingkatkan di seluruh Indonesia,” ujar Basuki saat memberikan sambutan dalam 12th High Level Experts and Leaders Panel (HELP) on Water and Disasters Meeting di Tokyo, Selasa (27/11) – Rabu (28/11).
HELP merupakan special advisor di bidang Sumber Daya Air dan Pengurangan Risiko Bencana untuk Sekretaris Jenderal PBB. Pertemuan HELP dihadiri oleh para menteri pengambil keputusan, ahli dan praktisi dari berbagai negara, seperti Jepang, Belanda, Korea Selatan dan Timor Leste, Australia.
Pertemuan HELP merupakan forum untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam manajemen bencana, antara lain kasus gempa bumi diikuti dengan tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah yang terjadi pada akhir September 2018. Peristiwa fatalistik ini tengah menarik minat para anggota HELP untuk mengkajinya lebih jauh.
Turut hadir dalam acara tersebut Ketua HELP Han Seung-soo yang juga mantan Perdana Menteri Korea Selatan, Menteri Air dan Energi Gabon Patrick Eyogo Edzang dan Wakil Menteri Hubungan Teknik Enjinering, Kementerian Tanah, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang (MLIT), Michio Kikuchi dan Mantan Presiden Timor Leste, Ramos Horta.
Dalam pertemuan dua hari di Tokyo, Basuki bersama Menteri Infrastruktur dan Air Belanda Cora van Nieuwenhuizen ditunjuk sebagai Wakil Ketua HELP hingga 2020.
Disamping mitigasi, penanganan pasca bencana baik dalam tahap tanggap darurat yang dilanjutkan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan dengan mengacu pada prinsip membangun kembali lebih baik atau build back better. Penerapan prinsip build back better secara mendalam dimulai dari perencanaan yakni rencana tata ruang wilayah hingga ke rencana detail tata ruang termasuk peraturan zonasi dan building code untuk daerah rentan bencana.
“Kementerian PUPR akan membentuk Komisi Keamanan Bangunan Gedung yang salah satu tugasnya mendampingi pemerintah daerah agar konsekuen dalam mengimplementasikan rencana tata ruang dan zonasi yang sudah ditetapkan,” kata Basuki.
Ditambahkan Basuki, langkah selanjutnya yang sangat penting adalah meningkatkan investasi dan pendanaan untuk mengurangi resiko bencana sesuai dengan kesepakatan internasional seperti Sendai framework for disaster risk reeduction. “Anggaran yang dialokasikan untuk mitigasi bencana hendaknya tidak dimaknai sebagai biaya (cost), namun merupakan investasi untuk masa depan yang lebih baik dengan menurunnya risiko bencana. Kita tidak ingin melihat kota berikut infrastruktur yang telah dibangun dengan mahal dan susah payah, hancur kembali akibat bencana,” tegas Basuki.
Dikatakan Basuki, pemerintah Indonesia mulai menyiapkan langkah-langkah untuk mengadopsi penerapan instrumen pembiayaan risiko bencana, seperti asuransi bencana. Dengan demikian perlu disiapkan dasar hukum dan ketentuan administrasi yang memadai sehingga bisa diterapkan di Indonesia.
“Pemerintah Pusat tengah menyiapkan dukungan dan sistem keuangan untuk mendukung pemerintah daerah dalam meningkatkan kapasitas infrastruktur dan kemampuan sumber daya manusia di daerah dalam pengurangan risiko bencana, yang mencakup langkah pencegahan/preventif, kesiapan/preparedness dan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Kuncinya adalah penguatan kapasitas pemerintah daerah,” katanya.
Basuki juga mengajak kerja sama internasional yang lebih erat dalam membangun ketangguhan negara menghadapi bencana terkait air dan perubahan iklim. “Saya yakin bahwa dengan kemitraan dan kerja sama yang erat antara negara dan institusi terkait, kita dapat merumuskan rekomendasi aksi strategis yang dapat diterapkan secara efektif untuk mencapai pengurangan risiko bencana yang signifikan,” tuturnya.
Agenda HELP berikutnya adalah pada bulan Februari 2019 yakni pertemuan The Network of Asian River Basin Organizations di Indonesia dan pada bulan April 2019 akan dilanjutkan dengan pertemuan HELP di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat. [RH]