BPOM Manggarai Barat Musnahkan Kosmetik Berbahaya
[RUTENG] Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Manggarai Barat yang berkantor di Labuan Bajo NTT melaksanakan operasi pemberantasan obat dan makanan ilegal di Kabupatten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dalam beberapa belakangan.
Dalam kegiatan operasi itu ditemukan dua kategori temuan, yakni, pertama, yang akan dimusnahkan kosmetik dan obat tradisional tanpa izin edar (KOTIE) sebanyak 68 item, obat tradisional tanpa izin edar 13 jenis, makanan yang sudah kedaluarsa 15 jenis dengan nilai ekonomi sebesar Rp 21.169.000.
Kedua, kategori yang harus diproses secara hukum karena melanggar hukum (pro justitia) kosmetik tanpa izin edar 92 jenis, obat keras 17 jenis, obat BKO 14 jenis dengan nilai ekonomi Rp 108.0 50.000.
Kepala BPOM Labuan Bajo, Martin Sembiring, dalam acara konferensi pers untuk menyampaikan hasil temuan itu, di Ruteng, Selasa (18/12), mengatakan, operasi gabungan ini dilaksanakan sejak beberapa waktu lalu di tiga tempat yaitu Labuan Bajo, Ibu Kota Kabupaten Manggarai Barat; Reo Ibu Kota Kecamatan Reok, Manggarai dan Ruteng, Ibu Kota Kabupaten Manggarai. “Pemilihan daerah tersebut berdasarkan hasil investigasi awal sebelumnya, bahwa di kota-kota itu adalah zona merah yang merupakan peta rawan bahan-bahal ilegal seperti yang disebutkan,” kata dia.
Martin mengatakan, sesuai UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan bahwa unsur pokok kegiatan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi obat dan kanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan kegiatan pemeriksaan setempat sarana/fasilitas pembuatan/produksi obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan, untuk mengetahui pemenuhan terhadap persyaratan cara pembuatan/produksi yang baik.
Unsur pokok kegiatan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi obat dan makanan, kata dia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas subunsur jumlah sarana/fasilitas produksi obat, jumlah sarana/fasilitas produksi obat tradisional, jumlah sarana/fasilitas produksi kosmetik dan jumlah sarana/fasilitas produksi pangan olahan.
Ia mengatakan, jumlah sarana/fasilitas produksi obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan jumlah industri farmasi yang membuat obat.
Jumlah sarana/fasilitas produksi obat tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan jumlah industri obat tradisional, industri ekstrak bahan alam, usaha kecil obat tradisional, dan usaha mikro obat tradisional yang membuat obat tradisional dan/atau suplemen kesehatan. [TVP/Grasias]