Periode Kedua, Jokowi Harus Dorong MPR Kembalikan Pasal 33 UUD 1945
[JAKARTA] Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mengembalikan Pasal 33 UUD 1945 ayat (1) yang asli, yaitu Bagian Penjelasan yang antara lain berbunyi,”Bangun usaha yang sesuai dengan itu ialah koperasi’.
Sebab, roh dan wujut nyata dari sistem ekonomi gotong-royong berasakan kekeluargaan itu justru ada pada bagian penjelasan itu. Ketika roh atau jiwanya dihilangkan, maka ekonomi gotong-royong atau ekonomi Pancasila kehilangan jati dirinya.
Itulah satu delapan rekomendasi Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang disampaikan ketika Ketua Dekopin, Nurdin Halid, dan jajarannya serta pengurus daerah Dekopin beraundiensi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden, Senin (7/1). “Kita telah menyampaikan delapan poin rekomendasi kepada Presiden,” kata Nurdin di Jakarta, Sabtu (12/1).
Poin kedua yang disampaikan kepada Presiden, kata dia, adalah meminta Presiden Jokowi agar bersama DPR menaikkan status Kementerian Koperasi dan UKM dari klaster III ke klaster I menjadi departemen teknis dengan mengamandemen UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Koperasi dan UKM.
“Sebab kenyataannya, Kementerian Koperasi dan UKM menangani koperasi dan usaha kecil dan mikro yang tersebar dari tingkat nasional hingga desa. Dengan penguatan status itu, maka pengembangan koperasi bisa lebih optimal untuk mewujutkan kemandirian pangan dan meningkatkan dayasaing produk rakyat,” kata Nurdin.
Ketiga, meminta Presiden menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat milenial yang didukung strategi pendidikan dan praktik perkoperasian di lingkungan pendidikan formal dan non-formal. Nurdin menjelaskan, hakikat dasar koperasi adalah nilai-nilai utama kemanusiaan seperti keadilan, kejujuran, kebersamaan, solidaritas, percaya diri.
Menurut Nurdin, di masa lalu, pendidikan perkoperasian diwajibkan pada semua level pendidikan fomal, disamping membentuk koperasi siswa dan koperasi mahasiswa sebagai laboratorium pembelajaran ekonomi.
Untuk meningkatkan peran koperasi di masa lalu, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 1960 tentang Pendidikan Koperasi. Dengan adanya Inpres tersebut, memberikan semangat kepada gerakan koperasi untuk mendirikan SMK Koperasi, Akademi Koperasi, dan Institut Koperasi Indonesia.
Keempat, terkait ‘double tax’ SHU (sisa hasil usaha) koperasi, dekopin meminta Presiden menerbitkan kebijakan khusus untuk koperasi dengan melakukan deregulasi kebijakan pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi.
Koperasi sebagai badan usaha berbeda dengan badan usaha badan usaha swasta (PT). Berbeda dengan usaha swasta (PT), koperasi dominan bertransaksi antarsesama anggota dan berorientasi pada manfaat (benefit) bagi anggota.
Sedangkan PT berorientasi pada profit karena bertransaksi secara luas dengan rekan usahanya. Gerakan koperasi meminta perhitungan pajak koperasi tidak didasarkan pada SHU brutto, tetapi dari SHU netto (bersumber dari pelayanan non-anggota).
Dalam peraturan yang ada, pajak dikenakan atas total SHU koperasi, dan ketika pembagian SHU, anggota koperasi juga dikenakan pajak sebesar 10%. Kami meminta pajak dikenakan kepada SHU per anggota koperasi karena SHU yang diterima berdasarkan kontribusi (kinerja) anggota itu sendiri. “Ini sudah berlaku universal,” kata Nurdin.
Kelima, sesuai tekad Presiden pada tahun 2014, bahwa diperlukan adanya bank khusus petani dan nelayan, Dekopin mengusulkan dibentuknya Bank Koperasi yang melayani petani dan nelayan. Bank Koperasi di dunia yang terkenal antara lain Rabo Bank (Belanda), Credit Agricole S.A. (Perancis), DZ Bank AG Bank (Jerman), Bank Rakyat (Malaysia), Nurinchukin Bank (Jepang), Bank Koperasi Taiwan-TCB (Taiwan), dan masih banyak lagi.
Ada dua konsep yang ditawarkan Dekopin. (1), memfasilitasi percepatan terwujudnya bank koperas dengan menggunakan koperasi simpan pinjam dan koperasi kredit sebagai backbone, sehingga bank koperasi menjadi milik gerakan koperasi dengan dukungan dana talangan sementara dari pemerintah.
(2), mengalihkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang saat berdirinya bernama Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) kepada koperasi Indonesia dengan menggunakan koperasi simpan pinjam dan koperasi kredit sebagai backbone, sehingga bank koperasi menjadi milik gerakan koperasi dengan dukungan data talangan sementara dari pemerintah yang diangsur melalui deviden saham tersebut. “Jadi, kami tidak ambil-alih gratis Bapak Presiden,” ujar Nurdin.
Keenam, Gerakan Koperasi Indonesia mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar melibatkan koperasi dalam mengembangkan sistem distribusi kebutuhan pokok dengan cara menjadikan Perum Bulog sebagai Trading House Koperasi. Trading house menjembatani kebutuhan koperasi baik ke pasar, sumber daya dan teknologi sehingga mereka dapat meningkatkan kinerja mereka tanpa menghadapi masalah yang melebihi kemampuan mereka sebagai pelaku ekonomi rakyat.
”Trading house koperasi membangun tabungan masyarakat melalui simpanan yang diwajibkan atas setiap transaksi yang ditanganinya. Simpanan otomatis itu memperoleh kompensasi berupa pembagian keuntungan yang didapat dari perdagangan untuk periode yang ditentukan dan disepakati sebelumnya,” Nurdin Halid memaparkan.
Ketujuh, Dekopin memohon kepada Presiden agar menyediakan gedung kantor yang representatif bagi gerakan koperasi. Nurdin Halid menjelaskan, Dekopin sebagai lembaga gerakan koperasi Indonesia sejak berdiri tahun 1947 hingga saat ini belum memiliki kantor yang layak sebagai lembaga nasional.
Kedelapan, Dekopin atas nama gerakan koperasi Indonesia mengundang Presiden untuk hadir dalam rangkaian acara Hari Koperasi 12 Juli 2019 di Purwokerto. Rangkaian kegiatan sudah dimulai pada Maret 2019 di seluruh daerah di Indonesia. “Yang terakhir, kami atas nama gerakan koperasi Indonesia mohon kepada Bapak Presiden dan Ibu Negara berkenan hadir bersama warga gerakan koperasi pada puncak kegiatan 12 Juli 2019 di Purwokerto,” pungkas Nurdin. [EH]