Presiden : Budayakan Memakai Sarung
Jakarta, Topvoxpopuli.com – Presiden Indonesia, Joko Widodo mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk melestarikan budaya memakai kain sarung.”Inilah kekayaan budaya kita yang kita harus tempatkan pada tempat yang paling baik sebagai penghargaan kita atas karya dan produksi setiap provinsi yang berbeda-beda corak, berbeda motif, dan berbeda warna. Juga memiliki filosofi-filosofi yang tinggi,” kata Presiden dalam sambutannya pada acara pameran dan Festival Sarung 2019 yang digelar di Plaza Tenggara, Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (3/3/2019).
Di acara yang dihadiri Menteri Koperasi dan UKM, Anak Agung Ngurah Puspayoga, Presiden mengajak masyarakat untuk memakai kain sarung pada hari tertentu yang telah disepakati.
“Tinggal kita menentukan, kita pakai sarung di hari apa. Saya akan mengajak nantinya. Baru kita akan tentukan, setiap hari tertentu dalam satu bulan kita memakai sarung bersama-sama. Bisa seminggu sekali. Bisa dua minggu sekali bisa sebulan sekali. Kita lihat nanti. Nanti lama-lama setiap hari pakai sarung,” kata Jokowi.
Saat berkeliling area festival, Jokowi mengaku melihat dari beberapa provinsi yang memiliki produksi sarung, baik berupa tenun, ada yang berupa songket, ada yang berupa batik, dan jenis-jenis sarung lainnya. “Inilah kekayaan budaya yang tidak dimiliki bangsa dan negara lain. Oleh karena itu, saya sangat menghargai Sarung Fest yang diadakan ini. Semoga kita memberikan penghargaan dan apresiasi terhadap karya-karya yang dipamerkan pada Festival Sarung 2029,” kata Jokowi.
Pada festival bertema “Sarung Sebagai Identitas Budaya Pemersatu Bangsa” tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM berperan menjadi leading sector dalam acara tersebut bekerja sama dengan kementerian terkait lainnya.
Selain itu, Lembaga Layanan Pemasaran (LLP) KUKM atau Smesco Indonesia ikut berpartisipasi dalam pameran dan Festival Sarung Indonesia 2019. Keikutsertaan Smesco Indonesia ditandai dengan dibukanya display Rumah Sarung Indonesia (Rusari). “Kita juga ikut fashion show 20 setel dengan bawahan sarung. Ini sebagai bentuk dukungan kita atas terlenggaranya pameran dan Festival Sarung Indonesia 2019 ini,” kata Direktur Utama Smesco Indonesia, Emilia Suhaimi.
Emilia mengatakan, pameran dan Festival Sarung Indonesia ini, dilaksanakan dalam rangka mempromosikan sarung-sarung yang ada di seluruh Tanah Air. Sekaligus untuk mempromosikan sarung sebagai salah satu warisan budaya Indonesia dan mentransformasikan sarung sebagai trendsetter serta gaya hidup modern bagi generasi milenial.
“Dengan digelarnya Festival Sarung Indonesia ini, akan ikut mendorong pemberdayaan ekonomi kerakyatan, khususnya para UKM perajin sarung di lndonesia. Dan kegiatan ini merupakan gerakan nasional yang didukung sembilan Kementerian dan Lembaga, dimana Menteri Koperasi dan UKM sebagai Ketua Dewan Pembina.
Sarung Baduy
Salah seorang UKM perajin sarung asal Baduy, Jamal Setiabudi, menjelaskan, bagi masyarakat suku Baduy, menenun sarung sudah merupakan budaya warisan leluhur yang wajib dilestarikan hingga saat ini. “Sudah menjadi tradisi di masyarakat Baduy, setiap anak berusia 9 tahun sudah diajarkan bagaimana menenun sarung. Membuat sarung bagi kami merupakan amanah leluhur,” kata pria berusia 36 tahun yang kerap disapa Kang Jamal.
Bahkan, lanjut Kang Jamal, di setiap acara sakral adat suku Baduy, memakai sarung merupakan kewajiban yang harus dikenakan. “Jadi, bisa dikatakan bahwa hampir seluruh orang Baduy mampu membuat dan memproduksi sarung khas Suku Baduy. Bahkan, ada ritual khusus yang dijalankan masyarakat Baduy dalam membuat kain sarung,” kata Kang Jamal.
Kang Jamal menambahkan, sarung khas Baduy dikenal memiliki beberapa motif unggulan. Diantaranya, Samping Poleng, Poleng Hideung (kotak-kotak besar), Poleng Capit Urang (kotak-kotak kecil), hingga motif Janggawari. “Harga sarung khas Baduy berkisar antara Rp 250.000 hingga yang termahal Rp 1,7 juta yang motif Janggawari”, ucap Kang Jamal yang berdomisili di Kampung Kadu Ketug, Kabupaten Lebak.
Usaha sarung Kang Jamal sudah dimulai sejak muda dan turun temurun. Bahkan, 15 orang perajin sarung yang di bawah naungan Kang Jamal merupakan keluarga dekat. “Setiap keluarga di Baduy pasti memiliki kemampuan menenun kain sarung. Meski sebenarnya mayoritas masyarakat Baduy itu bertani. Tapi, kemampuan menenun sarung sudah menjadi tradisi yang tidak akan mungkin pernah hilang,” papar Kang Jamal.
Kang Jamal mengakui, masyarakat Baduy tidak memiliki kendala dalam memproduksi (menenun) kain sarung, termasuk dalam menentukan motif dan coraknya. “Yang masih menjadi kendala para perajin kain sarung khas Baduy adalah pemasaran. Saat ini, kami benar-benar kebingungan bagaimana cara memasarkan produk sarung tenun khas Baduy ini,” ungkap Kang Jamal.
Memang, kata Kang Jamal, pihaknya mendapat binaan dari Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten. “Setiap acara-acara besar di kabupaten atau provinsi, perajin produk sarung tenun khas Baduy selalu diundang. Hanya saja, frekuensi masih terbilang minim. Ikut pameran-pameran produk UKM di sana, ya paling satu tahun sekali,” imbuh Kang Jamal. [EH]