Jauchar Barlian: Pengelolaan Migas Harus Berpihak Daerah
Jakarta, Topvoxpopuli.com – Pengelolaan minyak dan gas bumi (migas) ke depan harus dinikmati masyarakat daerah. Agar hal seperti itu terlaksana, maka pemerintah pusat dan daerah harus membuat political will.
Poltical will berupa kebijakan membuat undang-undang sebagai payung hukum untuk memberikan pengukuhan kepada daerah agar mereka memiliki hak dan kewenangan untuk mengelola migas tanpa harus dinikmati atau dipotong oleh siapa pun.
Demikian disampaikan Jauchar Barlian dalam disertasinya yang dipresentasikan secara terbuka kepada para penguji di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Rabu (8/1/2020). Disertasi Jauchar Barlian yang memperoleh nilai “Memuaskan” ini berjudul “Politik Energi di Era Desentralisasi Studi Kasus di Pengelolaan Migasi Blok Rapak di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003-2014”.
Jauchar mengatakan, pengelolaan Migas pasca reformasi justru menguatkan peran perusahaan multinasional atau asing. Sedangkan peran negara atau pemerintah daerah (Pemda) setempat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya migas justru melemah.
Ia mengatakan, dalam hasil penelitiannya dan berdasarkan amanat Undang-undang bahwa participating interest (PI) 10% pengelolaan Migas menjadi hak masyarakat hingga saat ini masih belum terlaksana.
“Dalam penelitian saya bahwa pengelolaan Migas PI 10% memberikan kemakmuran pada daerah justru tidak dinikmati masyarakat daerah. Pasalnya, PI 10% ini justru untuk kelompok elit atau kelompok tertentu. Karena itulah masyarakat daerah tidak mendapatkan apa-apa,” kata Jauchar.
Sementara itu, ekonom senior yang ikut hadir dalam promosi doktor Jauchar Barlian, Rizal Ramli menuturkan, disertasi yang ditulis oleh Jauchar menarik dan banyak manfaatnya bagi Indonesia yang kaya akan Migas. Ramli menuturkan, apabila daerah yang memiliki ladang Migas betul-betul dialokasikan 10% dari pengelolaan, maka daerah tersebut akan makmur dan kaya raya.
Ramli menyebutkan, dia merupakan tokoh yang berjuang untuk hal tersebut sehingga munculnya ketentuan dalam undang-undang bahwa harus ada alokasi khusus untuk daerah-daerah penghasil migas. “Kebetulan waktu itu Pak Habibie yang melakukan sistem desentralisasi, tetapi saya adalah orang yang membuat UU alokasi khusus supaya daerah-daerah penghasil Migas dapat presentase dari hasil ekspor dan terlihat hasilnya yakni Provinsi Riau maju” ucap dia.
Sayangnya, yang terjadi saat ini, menurut Ramli, banyak daerah penghasil Migas tetapi kurang canggih sehingga kesempatan untuk memiliki saham 10% tersebut malah kebanyakan diserahkan oleh pemerintah daerah (pemda) kepada pengusaha nasional, sehingga masyarakat tidak mendapat apa-apa. “Nah disertasi Jauchar menjelaskan ini bagaiamana peta politik di daerah bagiamana tidak ada transparansinya,”ujar dia.
Ramli juga menuturkan, ketika daerah tidak memiliki dana untuk membeli saham 10% dari pengelolaan Migas ini, maka daerah seharusnya mengunakan skema menyicil saham 10% ini dari deviden masa yang akan datang.
“Setiap tahun ada deviden, dan deviden bisa dipakai nyicil sehingga daerah bisa tetap punya 10% atau kalau bila perlu pinjam secara komersil. Menurut saya dengan cara ini rakyat di daerah benar-benar makmur,”ujarnya.
Ramli juga menyampaikan rasa bangga kepada keberhasilan Jauchar meraih gelar doktor dari UI. Pasalnya, Jauchar berasal dari keluarga yang sederhana. Anak dari seorang petani dan pedagang kecil. “Jauchar ini seorang dosen di Universitas Mulawarman. Dia satang dari keluarga sederhana banget. Bapak petani dan ibunya pedagang kecil. Dia menjadi anak daerah yang sekolah dan lulus dari UI. Saya bangga bisa ikut bimbing Jauchar,”ujarnya. [TVP/Fat]