Film Layar Mini
Oleh : Finlan Salsabila, Mahasiswi MIK Universitas Atma Jaya Yogyakarta
GEMPUERAN teknologi nyatanya tidak menggoyahkan industri film untuk terus hidup dari era ke era yang baru. Sejak kemunculannya pada tahun 1895 oleh Louise dan Auguste Lumiere, film terus berevolusi dari layar proyektor sederhana dengan gambar hitam putih tanpa suara (film bisu), menjadi layar lebar dengan kualitas gambar yang baik, berwarna bahkan dengan audio luar biasa seperti yang ada di bioskop. Kemudian teknologi melipat layar besar menjadi layar mini yang bahkan bisa di simpan dalam kantong dan dibawa kemana-mana.
VoD (video on demand) adalah bagian dari sistem interaktif yang memfasilitasi pengguna untuk mengontrol atau memilih sendiri pilihan program video dan klip yang ingin ditonton dalam jaringan. Fungsi VoD seperti layaknya video rental, dengan pelanggan dapat memilih program atau tontonan ketika yang ingin ditayangkan.
Pilihan program dapat berupa film, serial TV, acara realitas, video streaming, dan program lainnya. Tidak hanya menonton, pengguna pun dapat menyimpan serta mengunduh program semau mereka.
Angka pengguna internet seluruh dunia pada tahun 2020 telah mencapai 4,5 miliar. Sementara itu di Indonesia jumlah pengguna internet juga terus mengalami kenaikan. Pada awal tahun 2020 datareportal.com mencatat pengguna internet Indonesia telah mencapai 174,5 juta. Artinya dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yaitu 272,1 jiwa, angka tersebut sudah lebih 60 persens telah terkoneksi internet.
Tentu hal ini menjadi peluang bagi bisnis VoD di Indonesia. Tidak hanya itu, bisnis film juga mendapatkan manfaat dari adanya VoD. Pelanggan dapat mengakses kembali film-film yang sudah tidak tayang di bioskop.
Pemain bisnis VoD yang ada di Indonesia di antaranya adalah Netflix, Iflix, Viu dan Hooq. Dilansir dari industri.kontan.co.id, pada tahun 2019 Netflix telah memiliki 481.450 pengguna di Indonesia yang diprediksikan tahun 2020 ini meningkat menjadi 906.810 pengguna.
Iflix yang diluncurkan di Indonesia pada tahun 2016 mengalami peningkatan jumlah pelanggan 25% dan pengguna 35%. Jumlah pengguna aktif Iflix dari seluruh dunia mencapai 21 juta. Sama seperti Iflix yang juga masuk pasar Indonesia pada tahun 2016, Viu memiliki pengguna aktif sejumlah 41,5 juta dari sekitar Asia Tenggara.
Sementara itu, Hooq yang berdiri sejak 2015 telah menjaring lebih dari 80 juta pengguna di Indonesia, Filipina, Thailand, India dan Singapura. Meski demikian, pada tanggal 31 April lalu Hooq telah resmi tutup karena tidak lagi mampu tumbuh dengan profit yang sesuai, sementara itu biaya operasional juga semakin tinggi.
Hooq dikenal sebagai perusahaan VoD yang menganakemaskan film-film tanah air. Hal tersebut menjadi salah satu pemantik bagi para sineas tanah air untuk semakin berkreasi di industri perfilman.
Pandemi virus corona yang mengharuskan sejumlah kegiatan berlangsung di dalam rumah. Hal tersebut meningkatkan konsumsi internet baik untuk kegiatan sosial, pendidikan, pekerjaan dan juga hiburan. Bagi penyelenggara layanan VoD mestinya melihat hal ini sebagai peluang. Film merupakan alternatif hiburan yang masih digemari oleh para pengguna internet.
Mereka dapat memilih layanan yang sesuai dengan keinginan, misalnya genre drama Asia lebih banyak di Viu, maka pengguna internet akan lebih memilih Viu dan berlangganan untuk lebih leluasa memilih tayangan mana saja yang diinginkan. Tentu saja industri film akan lebih mendapatkan segmentasi yang detail dari penyelenggara layanan VoD tersebut.
VoD merupakan salah satu wujud perkembangan industri film yang didigitalisasi dapat diakses dengan menggunakan perangkat yang lebih ringan dan fleksibel. Meskipun demikian, bukan berarti bioskop layar lebar menjadi tidak ada peminatnya.
Keduanya memiliki segmentasi yang berbeda. VoD dapat menjangkau daerah-daerah yang tidak terjangkau bioskop. Namun dengan situasi pandemi seperti ini, tentu saja VoD menjadi salah satu alternatif bagi pecinta film. Meskipun demikian, new normal masih mengancam industri bioskop.
Joko Anwar dalam wawancaranya di program Layar Bersama Leila Chudori menjelaskan bahwa meskipun jika pada Agustus bioskop akan kembali dibuka, masih ada trauma bagi para penonton film. Selain itu, film yang biasanya ditonton ringan akan lebih sulit, misalnya saja jumlah penonton yang dibatasi dan prosedur baru lainnya.
Situasi pandemi ini menjadi sebuah pembelajaran bagi industri perfilman layar lebar maupun VoD. Film masih akan terus diminati. Industri film sangat fleksibel terhadap perkembangan teknologi. Namun belajar dari Hooq, maka harus menyusun strategi khusus agar tidak runtuh.xxx