Elviandi Tak Layak Jadi Direktur Poltenaker
Jakarta, Topvoxpopuli.com – Politeknik Ketenagakerjaan (Polteknaker) sebaiknya dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Sebab dengan itu, Polteknaker benar-benar bertujuan mencetak sumber daya manusia (SDM), bukan sebagai ajang proyek dari banyak pihak.
Demikian dikatakan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI), Kokom Komalasari; dan Direktur Eksekutif Pelayanan Advokat untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia yang juga sebagai Direktur Koalisasi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia, Gabriel Goa, Senin (21/9/2020) sebagaimana diberitakan Beritasatu.com.
“Sebaiknya Poltenaker ini ada di bawah Kemdikbud. Kasihan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), beresin bagian pengawasan saja belum mampu. Bagaimana harus mengurus perguruan tinggi (PT) ?” kata Kokom.
Menurut Kokom, Kemnaker kurang mensosiasalisikan keberadaan dan tujuan dari berdirinya Polteknaker. “Kalau disosiasikan dengan baik akan banyak yang berminat dan ikut mengontrol keberadaan Polteknaker,” kata dia.
Sementara Gabriel Goa meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar mengambil alih pengelolaan Polteknaker, supaya dikelola secara profesional dan transparan bukan tertutup serta penuh dengan dugaan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Gabriel juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar memeriksa Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengenai adanya dugaan KKN di Polteknaker.
Informasi yang dikumpulkan Beritasatu.com dari Kemnaker, sedikitnya ada dua permasalahan di Poltenaker sampai saat ini, pertama, sejak awal berdiri sampai saat ini jabatan Direktur Polteknaker masih berstatus sebagai pelaksana tugas (Plt), belum defenitif, selalu ganti orang dan diperpanjang setiap tiga bulan. Plt.Direktur Polteknaker sekarang akan abis masa jabatannya 23 September 2020. Padahal ia sejak awal PLT dan sudah diperpanjang tiga bulan lalu. Perpanjangan jabatan Plt.Direkturnya hanya ditandatangani Kepala Biro Kepegawaian, Helmyati Basri. Seharusnya ditandatangani Menaker, atau paling tidak oleh Sekjen Kemnaker.
Kedua, sampai saat ini belum ada dosen tetap Polteknaker, dan yang diangkat menjadi dosen adalah sebagian orang-orang yang berlatar belakang pendidikan tetapi tidak linear. Ada sejumlah dosen yang pendidikan strata satunya (S1) Sarjana Hukum Islam, diangkat menjadi dosen Polteknaker.
Sumber Beritasatu.com mengatakan, dua hal ini terjadi karena Poltenaker dikelola dengan tidak profesional, yang disebabkan diduga kuat Polteknaker sebagai lahan proyek bagi staf khusus Menteri untuk mendapatkan rente.
Plt.Direktur Polteknaker selalu bertanggung jawab dan berkoordinasi dengan seorang staf Menaker Ida Fauziyah bukan kepada unit terkait program studi yang dikembangkan di Poltenaker yakni Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Relasi Industri, dan Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM).
Gabriel mengatakan, Polteknaker sebagai sekolah vokasi ketenagakerjaan maka dosennya haruslah orang yang ahli dalam bidang ketenagekerjaan. “Untuk itu mengapa masih diadakan perekrutan dosen non-PNS yang berlatar belakang pendidikannya tidak linear ? Hal ini seperti ini tidak bisa mendukung status akreditasi Polteknaker yang belum beres,” kata Gabriel.
Dikatakan, kalau tidak diangkat dosen karena takut pemborosan biaya, kata dia, mengapa dosen tetap tidak diangkat saja dari PNS Kemnaker saja yang lebih kompeten. Di Kemnaker ada banyak bergelar S2 dan S3 dan semua linear serta mereka semua lulusan dari perguruan tinggi ternama secara nasional. “Kalau mengangkat dosen non PNS dari Kemnaker mengapa tidak mengangkat akedemisi sekalian ? Mengapa mengangkat Sarjana Hukum Islam ? Memangnya mau mengajar agama ?” kata dia.
Gabriel mengatakan, sebagai lembaga pendidikan tinggi vokasi ketenagakerjaan, selama ini Polteknaker seharusnya lebih intens menjalin koordinasi dengan unit tehnis di Kemnaker untuk meningkatkan kompetensi ketenagakerjaan bagi segenap dosen dan mahasiswanya. “Kenyataannya Polteknaker justru menjalin koordinasi yang intens dengan lantai II yang tidak memahami teknis ketenagakerjaan,” tegas Gabriel.
Oleh karena itu, Gabriel berharap kepada Sekjen Kemnaker yang baru yakni Anwar Sanusi agar selamatkan Polteknaker dengan, pertama, angkat yang berkompeten untuk menjadi sebagai Direktur Polteknaker. “Jangan angkat Elviandi, Plt Direktur Polteknaker sekarang. Ia berpengaman sebagai Kepala Tata Usaha Badan Perencanaan Pembangunan (Bapeda) di daerah, saya yakin kurang berkompeten mengelola dan memimpin lembaga pendidikan seperti Polteknaker,” kata dia.
Kedua, awasi kinerja Polteknaker, dan jangan biarkan staf khusus Menaker yang kelola. “Staf khusus Menteri itu adalah orang-orang Parpol, jangan rusak lembaga negara seperti Polteknaker,” kata dia.
Kepala Humas Kemnaker, Soes Hindarno ketika dimintai pendapatnya tidak berkomentar. Staf ahli Menaker bernama Hindun yang sering disebut mengurus Polteknaker juga tidak berkomentar.
Demikian juga Sekjen Kemnaker yang baru dilantik beberapa minggu lalu sebagai Sekjen, Anwar Sanusi tidak memberikan penjelasan.
Polteknaker diresmikan Menaker Hanif Dhakiri bersama dua Menteri Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla Oktober 2017 yakni Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Asman Abnur seta Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir.
Polteknaker yang berlokasi di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Kemnaker, Kota Bekasi, Jawa Barat. Hanif Dhakiri kala itu mengatakan, berdirinya Politeknaker untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan ke depan yang semakin kompleks dan membutuhkan sumber daya manusia yang profesional di bidang ketenagakerjaan.
Di Politeknaker terdapat tiga program studi yaitu Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Relasi Industri, dan Manajemen Sumber Daya Manusia. [TVP/David]