Pemerintah Diminta Daftarkan Guru Honorer dalam Program BPJamsostek
Jakarta, Topvoxpopuli.com – Institut Hubungan Industrial Indonesia meminta pemerintah mendaftrakan pekerja pemerintah non Aparatur Sipil Negara (ASN) seperti guru honorer dan pekerja honorer pemerintah lainnya masuk dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek).
Selain itu, pemerintah diminta mendaftarkan pekerja informal miskin seperti pemulung, petani dan nelayan miskin, pedagang asongan miskin, dan sebagainya menjadi peserta jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKm) di BPJamsostek dengan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan pemerintah.
Demikian dikatakan Ketua Umum Institut Hubungan Industrial Indonesia, Saepul Taveb, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/6/2021).
Selain itu, Saepul mendorong pemerintah agar merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015 junto Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015, dengan menerapkan syarat pengambilan jaminan hari tua (JHT) yaitu minimal kepesertaan lima tahun baru boleh mencairkan dana JHT. Dengan revisi ini maka rasio klaim JHT akan menurun.
Saepul meminta pemerintah menaikan iuran JP sesuai amanat Pasal 28 ayat (4) PP Nomor 45 Tahun 2015 sehingga ketahanan dana jaminan pensiun (JP) akan semakin baik, dan akan mampu menjamin pekerja yang memasuki masa pensiun dengan manfaat pasti.
Selanjutnya, Saepul meminta seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang diamanatkan Inpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan harus terus berkoordinasi, berkomunikasi dan konsisten mendukung pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan agar kepesertaan pekerja di jaminan sosial ketenagakerjaan meningkat dengan signifikan. “Dengan semakin besar kepesertaan maka pendapatan iuran akan meningkat sehingga rasio klaim akan bisa diturunkan,” kata dia.
Saepul meminta presiden agar melakukan evaluasi pelaksanaan Inpres Nomor 2 tahun 2021 yang menginstruksi kepada 26 Kementerian/Lembaga dan pemda untuk mendukung peningkatan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan. Pengawasan dan penegakkan hukum menjadi hal yang harus dipriorotaskan untuk berjalannya Inpres ini dengan baik.
Selanjutnya, ia meminta pemerintah dan BPJamsostek melaksanakan amanat Pasal 7 dan 8 Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2013, yaitu mewajibkan pekerja bukan penerima upah (peserta mandiri) menjadi peserta JKK dan JKm di BPJamsostek.
Ia mendorong Direksi BPJamsostek berkomunikasi dengan pengurus SP/SB untuk mensosialisasikan program dan strategi investasi dana kelolaan BPJamsostek agar hasil pendapatan investasi ke depan semakin meningkat.
Ia mengatakan, BPJamsostek pada tangal 31 Mei 2021 telah merilis laporan keuangan aset Dewan Jaminan Sosial (DJS) keempat program dan aset BPJamsostek sebulan lebih cepat dari tenggat waktu yang disebutkan.
Keempat laporan keuangan asset DJS tersebut adalah program JKK, JKm, Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
Laporan ini merupakan bentuk keterbukaan publik BPJamsostek kepada masyarakat, khususnya kalangan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh.
Dengan laporan ini maka publik lebih mengetahui dan memahami kondisi dan kinerja BPJamsostek dalam mengelola empat program jaminan sosial ketenagakerjaan, termasuk mengelola dana pekerja.
Dalam laporan keuangan tahun 2020 ini yang memang dalam kondisi pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum usai, tentunya laporan keuangan ini menggambarkan beberapa hal yang memang mengalami penurunan dari sisi pendapatan iuran, khususnya program JKK yang turun sebesar Rp 2,13 triliun dan JKm turun sebesar Rp 0,99 T. Sementara pendapatan iuran JHT hanya naik Rp. 1,93 triliun dan JP naik sebesar Rp. 1,03 triliun.
Hal-hal yang menyebabkan turunnya pendapatan iuran JKK dan JKm adalah adanya kebijakan relaksasi iuran JKK dan JKm selama 6 bulan yaitu berupa diskon pembayaran iuran JKK dan JKm sebesar 99 persen, yang dimulai dari Agustus 2020 hingga Januari 2021, disertai adanya PHK dan pekerja yang dirumahkan tanpa upah.
Sementara penyebab kenaikan pendapatan iuran yang relatif kecil karena adanya PHK dan pekerja yang dirumahkan tanpa upah.
Meskipun dalam masa pandemik, kinerja penerimaan hasil investasi menunjukkan kenaikan, walaupun tidak sesuai dengan rencana kerja yang ditargetkan.
Di akhir tahun 2020, hasil investasi yang dibukakan sebesar Rp 32,33 triliun, naik dari tahun 2019 yang mencatat pendapatan hasil investasi sebesar Rp 29,15 triliun. Dan laporan keuangan ini pun mencatatkan kenaikan jumlah aset keempat program dan dana kelolaannya.
Di masa pandemi ini seluruh instrument investasi terpengaruh, seperti dalam instrument saham dan reksadana dipengaruhi oleh nilai IHSG (Indek Harga Saham Gabungan).
Faktanya IHSG mengalami penurunan sehingga penerimaan hasil investasi dari saham dan reksadana menurun. Sementara penurunan suku bunga Bank Indonesia mempengaruhi suku bunga deposito dan imbal hasil obligasi pemerintah.
Menurut Saepul, tentunya ke depan ini pendapatan iuran program JKK dan JKm akan masih turun karena iuran JKK dan JKm akan direlokasi ke program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yaitu masing -masing sebesar 0,14 persen dan 0,1 persen.
Dampaknya adalah rasio klaim JKK akan tetap tinggi di 2021, seperti rasio klaim di 2020 sebesar 41,07 persen, demikian juga rasio klaim JKm akan tetap tinggi seperti di tahun 2020 sebesar 73,80 persen. Sementara rasio klaim JHT 67,05 persen karena jumlah PHK terus terjadi. Rasio klaim JP relatif rendah sebesar 2,4 persen.
Rasio klaim yang tinggi akan mempengaruhi kinerja pelayanan kepada peserta dan akan berpotensi mengganggu ketahanan program jaminan sosial ketenagakerjaan ke depannya. Dengan menurunkan rasio klaim maka akan mendukung peningkatan hasil investasi.
Walaupun rasio klaim JP masih rendah, namun Pemerintah belum mau menaikkan iuran JP yang diamanatkan Pasal 28 ayat (4) PP Nomor 45 Tahun 2015, sehingga akan menggangu ketahanan dana JP ke depan. [TVP/RH]