Permenaker 4/2023 Tak Untungkan Pekerja Migran Indonesia
Jakarta, Topvoxpopuli.com – Pada tanggal 22 Februari 2023 pemerintah telah mengundangkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia (PMI). Permenaker Nomor 4 ini menggantikan Permenaker Nomor 18 tahun 2018.
Ketua Presidium INSPIR Indonesia, Yatini Sulistyowati menilai Permenaker Nomor 4/2023 ini masih memposisikan pembayar iuran jaminan sosial adalah PMI, padahal Pasal 30 UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) mengamanatkan Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. “Amanat Pasal 30 UU PPMI dioperasionalkan oleh Pasal 3 Peraturan BP2MI Nomor 9 tahun 2020 yang mengamanatkan PMI tidak dapat dibebani Biaya Penempatan, yang salah satunya adalah biaya jaminan sosial PMI,” kata Yatini, Minggu (5/3/2023).
Ia mengatakan, tentunya ketentuan di Permenaker Nomor 4 Tahun 2023 ini bertentangan dengan Pasal 30 UU PPMI junto Pasal 3 Peraturan BP2MI Nomor 9 tahun 2020. Harusnya yang membayar iuran jaminan sosial PMI adalah Pelaksana Penempatan yaitu Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI (yang melaksanakan penempatan PMI secara G to G).
Menurut Yatini, pemberian bantuan biaya perawatan dan pengobatan akibat kecelakaan kerja di negara tujuan penempatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dengan maksimal sebesar Rp 50 juta.
Tentunya pembatasan pembiayaan perawatan ini akan diperhadapkan pada pemulihan PMI korban kecelakaan kerja. “Bila PMI korban kecelakaan kerja yang dirawat di negara tujuan penempatan membutuhkan pembiayaan lebih dari Rp 50 juta, siapa yang akan menanggung biaya tersebut? Bila PMI yang membiayai tentunya ini akan sangat menyulitkan PMI,” kata dia.
Ketentuan pembatasan ini berbeda dengan pembiayaan korban kecelakaan kerja bagi peserta JKK di dalam negeri yang dibiayai tanpa pembatasan biaya. Ada peserta JKK yang mengalami kecelakaan kerja terus dibiayai sampai miliaran rupiah. Mengacu pada PP no. 82 tahun 2019, pembiayaan kuratif bagi peserta yang mengalami kecelakaan kerja diberikan sampai peserta pulih.
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2019, bagi peserta JKK yang mengalami kecelakaan kerja pada saat proses perawatan hingga pemulihan yang menyebabkan peserta tersebut tidak mampu bekerja, maka peserta korban kecelakaan kerja tersebut mendapatkan Santunan Tidak Mampu Bekerja (STMB) yang nilainya 100 persen dari upah selama 12 bulan dan bila prosesnya lebih dari setahun maka peserta mendapatkan 50 persen dari upah.
“Ketentuan tentang STMB ini tidak diatur di Permenaker Nomor 4 Tahun 2023. Kehadiran STMB ini akan membantu ekonomi PMI yang mengalami kecelakaan kerja,” kata dia.
Ia mengatakan, bagi PMI yang mengalami cacat total dan tidak bisa kerja kembali atau PMI yang meninggal, maka maksimal dua anak PMI tersebut akan mendapatkan bantuan Beasiswa dari tingkat TK hingga Perguruan tinggi.
Manfaat beasiswa ini juga diberikan kepada pekerja di Indonesia yang mengalami cacat total dan tidak bisa kerja kembali atau PMI yang meninggal. Bila manfaat beasiswa di perguruan tinggi untuk pekerja di Indonesia hingga 5 tahun, berbeda bagi anak PMI yang hanya mendapat manfaat 4 tahun di perguruan tinggi.
Dikatakan, point 2, 3 dan 4 di atas merupakan bentuk diskriminasi bagi PMI. Seharusnya Permenaker Nomor 4 Tahun 2023 memastikan semua manfaat JKK di PP Nomor 82 tahun 2019 juga diberikan kepada PMI. Tidak boleh ada perbedaan perlakuan manfaat antara PMI dengan pekerja di dalam negeri.
Yatini menegaskan, tata cara pelaporan Kecelakaan Kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan yang diatur di Pasal 43 dan Pasal 46 Permenaker Nomor 4 tahun 2023 tidak membuka ruang bagi Serikat Buruh Migran, LSM buruh migran atau masyarakat untuk melaporkan terjadinya kecelakaan kerja yang dialami PMI, baik sebelum, selama dan setelah bekerja.
Untuk memudahkan dan mempercepat penanganan PMI yang mengalami kecelakaan kerja seharusnya Permenaker Nomor 4 ini membolehkan Serikat Buruh Migran, LSM buruh migran atau masyarakat melaporkannya ke BPJS Ketenagakerjaan. Dari laporan tersebut BPJS Ketenagakerjaan segera meresponnya sehingga PMI yang mengalami kecelakaan kerja segera ditangani.
Dikatakan, Permenaker Nomor 4 tahun 2023 ini memuat tentang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), namun Permenaker ini tidak mengatur manfaat JKN bagi PMI. Hal ini bertolak belakang dengan isi INPRES no. 1 tahun 2022 yang menginstruksikan Kepala BP2MI untuk mewajibkan PMI yang bekerja di luar negeri kurang dari 6 bulan untuk menjadi peserta aktif di Program JKN selama berada di luar negeri.
Menjadi peserta aktif artinya PMI harus membayar iuran JKN. Namun kepesertaan aktif di JKN bagi PMI yang bekerja kurang dari 6 bulan di luar negeri tidak disertai manfaat JKN yang bisa diakses PMI di luar negeri.
Tentunya PMI pun membutuhkan penjaminan ketika mengalami sakit di luar negeri. Permenaker Nomor 4 ini hanya menjamin PMI ketika mengalami kecelakaan kerja atau meninggal dunia. Oleh karenanya Pemerintah harus segera mengatur tentang manfaat JKN bagi PMI yang bekerja di luar negeri, dan hal ini dapat dimuat pada revisi Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 yang sedang diproses revisinya oleh Pemerintah.
Untuk memastikan PMI yang pulang bekerja dari luar negeri untuk mendapatkan pelatihan, bantuan tunai, dan informasi pasar kerja, seharusnya Permenaker no. 4 Tahun 2023 juga membuka ruang bagi PMI mendapatkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Tentunya PMI yang terkena PHK di luar negeri tidak boleh didiskriminasi dari Program JKP yang memang diperuntukan bagi pekerja yang mengalami PHK sehingga pekerja yang terPHK tetap mampu mempertahankan daya belinya, mendapatkan pelatihan dan informasi pasar kerja.
INSP!R Indonesia atau Yayasan Perlindungan Sosial Indonesia adalah perkumpulan organisasi-organisasi masa yang Bersatu karena dampak pandemic Covid-19 yqng berkepanjangan melanda dunia dan bermbas terhadap Kesehatan dan ekonomi global, sehingga KSBSI, BPJS watch, KPI, JBM. TURC, LIPs, Garteks, JAPBUSI, SEBUMI-KSBSI, REKAN Indonesia, Aceh Flower, PJS, HWDI dan gajimu,com, membangun organisasi jaringan yang berbentuk Yayasan. Perlindungan sosial pada dasarnya dimaksudkan untuk tanggap terhadap guncangan/ bencana atau krisis. Perlindungan sosial harus mampu beradaptasi untuk merespon kebutuhan semua orang pada saat guncangan/bencana atau krisis tersebut terjadi dengan mengurangi resiko kerentanan dan memperkuat ketangguhan (resilience). [TVP]