Siapa Calon Wakil Ganjar Pranowo ?
Oleh : Hamid Basyaib
SETELAH selama berbulan-bulan diwarnai oleh aneka spekulasi, juga yang paling liar dan sangat jauh dari kemungkinan yang wajar, akhirnya Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati di Hari Kartini, sehari sebelum Idul Fitri, menjatuhkan pilihan logis dan rasional: menetapkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan.
Dengan pidato pengantar yang baik dan menunjukkan statemanship yang kokoh — ia menyatakan “mengerahkan segenap akal budi” dalam menetapkan pilihan ini — keputusan Ibu Megawati sangat melegakan semua warga PDI Perjuangan dan para simpatisan, yang selalu konsisten mengharap Ganjar Pranowo menjadi Presiden RI 2024-29, seperti secara reguler direkam oleh semua lembaga survei kredibel.
Dengan pilihan tepat ini pula hampir bisa dipastikan PDI Perjuangan akan menjadi ruling party untuk ketiga kali; sebuah hattrick yang membanggakan seluruh warga partai terbesar tersebut.
Ibu Megawati akan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang mendengarkan sepenuhnya denyut aspirasi mayoritas rakyat; menunjukkan kelasnya sebagai negarawan yang mengutamakan kepentingan bangsa di atas segala macam kepentingan di level yang lebih rendah.
Mereka yang gemar melontarkan aneka spekulasi dan analisis yang berbeda yang implikasinya bernada umum meragukan kecintaan Ibu Megawati kepada Indonesia boleh kecewa (mereka sudah sering kecewa dalam konteks ini dan agaknya akan terus kecewa).
Setelah klimaks logis tercapai, pertanyaan tersisa adalah: siapa yang akan dipilih menjadi calon wakil Ganjar Pranowo? Berdasarkan semua kriteria ideal yang mungkin ditetapkan, pilihan yang paling logis akan jatuh pada Prof. Dr. Moh. Mahfud MD.
Ada empat nama lain yang secara konsisten terjaring oleh survei: Erick Thohir, Khofifah Indar Parawansa, Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil. Beberapa nama lain hanya mencapai signifikansi yang rendah.
Dari kelima nama tersebut, bisa dipastikan Mahfud MD adalah yang paling dapat diterima dalam konteks berdampingan dengan tokoh PDI Perjuangan Ganjar Pranowo.
Preferensi terhadap Mahfud MD bukan hanya karena alasan akseptabilitas, tapi juga karena pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas.
Saat ini Mahfud MD merupakan tokoh Islam-NU-nasionalis yang semakin berwibawa, terutama karena konsistensi dan kegigihannya dalam ikhtiar menegakkan hukum dan pemerintahan yang bersih. Setelah selama hampir seperempat abad ia tak putus menduduki jabatan kenegaraan di tiga sayap (dua kali menteri, anggota DPR, Ketua Mahkamah Konstitusi), Mahfud MD menjadi salah satu tokoh negara yang paling senior. Bobot senioritas ini diperlukan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
Kredensial keislamannya tidak mungkin diragukan. Ia mengerti detail-detail ajaran dan pemikiran Islam klasik hingga yang paling modern. Ia belajar Islam sejak sekolah dasar sampai hari ini. Kredensial yang kokoh ini diperlukan dalam konteks dinamika politik kita akhir-akhir ini, yang diwarnai oleh politik identitas — yang tidak akan membawa bangsa ke mana-mana kecuali ke kemunduran multifaset, seperti sudah terlalu jelas dicontohkan oleh beberapa negara.
Mahfud MD bukan hanya sangat memahami tapi juga sepenuhnya menghayati hukum dan Konstitusi, seperti antara lain terlihat dalam berbagai peristiwa besar hukum akhir-akhir ini. Karakter ini akan membuat pemerintahan mendatang terus berada di jalur hukum dan Konstitusi yang stabil.
Usianya kini memasuki 66; tetapi jauh sebelumnya ia sudah selesai dengan dirinya. Dengan semakin matang usia, pengalaman dan penghayatannya atas kehidupan, ia hanya ingin mengoptimalkan seluruh kemampuannya untuk disumbangkan kepada Indonesia.
Terkadang ia merasa lelah. Ia ingin kembali ke habitat asli yang paling membahagiakannya: dunia pengajaran, membimbing mahasiswa agar melampaui dirinya, meresapi kenikmatan membaca buku-buku bermutu di kampung halaman keduanya, Jogja. Ia merasa sudah cukup tua, dan telah cukup memberi sumbangsih formal kepada negara selama 25 tahun; sementara kebanyakan rekan seangkatannya di pemerintahan telah pensiun.
Ia tak pernah silau pada gemerlap jabatan berikut aneka privilese yang menyertainya. Baginya apa yang sudah ia capai sejauh ini telah lebih dari cukup, terutama jika diukur dari latar-belakang dan asal-usulnya di sebuah desa kecil Omben, Sampang, Madura.
Tetapi, sebagai santri yang menghayati esensi ajaran agama yang dianutnya dengan baik, ia tahu bahwa perjuangan tidak boleh berhenti semenit pun. Jika Sejarah memang memanggilnya, ia tahu bahwa panggilan itu tidak boleh diabaikan.
Kini, panggilan itu ditentukan oleh Ibu Megawati, sahabat dan senior yang sangat dihormatinya; juga oleh Capres Ganjar Pranowo dan semua mereka yang memiliki kata putus. Semoga mereka semua berani tegak berdiri di sisi Sejarah yang tepat.
Mahfud MD pasti sangat membutuhkan Indonesia. Di sisi sebaliknya, barangkali dalam konteks momen yang menentukan hari-hari ini Indonesia lebih membutuhkan peran aktifnya di level tertinggi kenegaraan. xx