Tindaklanjut Hasil KTT ASEAN, Perlindungan PMI Harus Ditingkatkan
Oleh: Timboel Siregar
Pelaksanaan KTT ASEAN ke-43 sudah selesai. Ada 90 dokumen yang dihasilkan dalam KTT ASEAN tahun ini. Dari 90 dokumen, ada dua dokumen penting di bidang ketenagakerjaan yang merupakan inisiasi Indonesia. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengapresiasi kehadiran dua dokumen tersebut.
Pada rilis yang dikeluarkan Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan, Menaker menyebutkan kedua pedoman (guidelines) ini adalah bukti konkret bahwa ASEAN memiliki pandangan yang sama untuk memajukan kawasan dan menjadikan ASEAN sebagai epicentrum of growth.
Kedua dokumen tersebut adalah pedoman tentang pelindungan pekerja migran dan keluarganya pada situasi krisis (ASEAN Guideline on Protection of Migrant Workers and Family Members in Crisis Situations), serta Dokumen Panduan Deklarasi ASEAN tentang peningkatan daya saing, ketahanan, dan ketangkasan pekerja untuk masa depan pekerjaan (Guidance Document of the ASEAN Declaration on Promoting Competitiveness, Resilience, and Agility of Workers for Future of Work).
Menurut saya kedua dokumen tersebut sangat baik untuk benar-benar bisa mendorong perlindungan nyata bagi PMI kita yang bekerja di negara ASEAN (dan keluarganya), dan memastikan peningkatan produktivitas pekerja kita sehingga bisa bersaing dengan pekerja di negara ASEAN lainnya dan mendukung peningkatan investasi ke Indonesia.
Untuk dokumen pertama, saya berharap seluruh negara ASEAN mau mendukung perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan membuka diri agar Pemerintah Indonesia bisa memastikan seluruh PMI terdata. Yang belum memiliki dokumen (undocumented worker) menjadi PMI yang memiliki dokumen resmi. Ini titik awal untuk membenahi perlindungan PMI.
Tanpa akses dan data maka sulit utk membenahi perlindungan PMI. Apalagi pada saat situasi krisis seperti pandemi Covid-19, perlindungan bagi PMI di ASEAN belum mampu menyentuh seluruh PMI karena tidak ada akses dan data.
Dokumen pertama ini jangan hanya diposisikan pada kondisi krisis tetapi melingkupi perlindungan dalam kondisi secara umum, mengingat hingga saat ini perlindungan bagi PMI di Negara ASEAN masih lemah.
Dengan adanya dokumen ini diharapkan Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara ASEAN lainnya berkolaborasi untuk melaksanakan perlindungan nyata bagi PMI, yaitu perlindungan dalam hal kerja, upah, jaminan sosial, hukum, K3, dsb. Perlindungan pada saat penempatan (bekerja), proses perpanjanagan kontrak kerja hingga pulang ke Tanah Air.
Untuk hal program jaminan sosial ketenagakerjaan, harus didorong bagaimana BPJS Ketenagakerjaan bisa membuka kantor di negara tujuan PMI untuk mengoptimalkan kepesertaan dan pelayanan serta manfaat. Edukasi dan sosialisasi program jaminan sosial ketenagakerjaan juga akan mudah dilakukan.
PMI mendapatkan kemudahan dalam mengakses kepesertaan jaminan sosial ketengakakerjaan dan perpanjangan kepesertaan serta layanan dan manfaat bila mengalami resiko kerja.
Karena program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian adalah program wajib bagi seluruh PMI, dan PMI dapat mengikuti program Jaminan Hari Tua, kehadiran langsung BPJS Ketenagakerjaan akan mampu meningkatkan kepesertaan PMI sehingga seluruh PMI terlindungi di BPJS Ketenagakerjaan.
Harus ada keseriusan nyata seluruh Pemerintah negara ASEAN untuk melindungi pekerja migran di negaranya termasuk PMI. Selama ini penyelenggaraan KTT ke KTT ASEAN lainnya hanya diisi kegiatan seremonial belaka yang diselenggarakan secara meriah dengan menandatangani berbagai dokumen, tetapi tidak nyata dalam pelaksanaanya.
Terkait dokumen kedua, intinya adalah pada peningkatan produktivitas pekerja kita. Faktanya produktivitas pekerja kita masih rendah bila dibandingkan dengan pekerja di negara ASEAN lainnya.
Pihak Kementerian Ketenagakerjaan sendiri mengakui bahwa persentase produktivitas tenaga kerja Indonesia berada di angka 74,4%. Tingkat produktivitas ini berada di bawah rata-rata produktivitas pekerja ASEAN yakni 78,2%.
Mayoritas tenaga kerja Indonesia yaitu hampir 60% pekerja di Indonesia masih tamatan SMP ke bawah. Mereka memiliki keterbatasan skill, sehingga akan sulit untuk meningkatkan produktivitas dan bersaing.
Harus ada pembenahanan sistemik dan didukung anggaran yang mumpuni untuk pelatihan dan pendidikan vokasi serta peningkatan ekosistem SDM pekerja kita secara umum.
Program pelatihan vokasional seperti Kartu Prakerja, pelatihan di program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), pelatihan yang diselengarakan Kementerian/Lembaga lainnya sebaiknya disatukan saja pengelolaannya sehingga perencanaan, pelaksanaan, dukungan anggaran serta evaluasi bisa lebih terintegrasi dan output dan outcomenya lebih maksimal.
Terkait dengan pengembangan bisnis dan kewirausahaan pemuda, dialog sosial dan hubungan industrial, pelindungan sosial, layanan ketenagakerjaan publik dan kebijakan pasar tenaga kerja yang adaptif, pemanfaatan Internet of Things (IoT), serta peningkatan pertukaran pengetahuan dan penguatan kemitraan ASEAN, hal-hal tersebut adalah instrumen penting untuk mendukung produktivitas pekerja Indonesia.
Oleh karenanya peningkatan produktivitas harus disertai dengan pembenahan iklim kewirausahaan bagi pekerja muda (akses KUR, pasar, pelatihan, dan manajemen). Membenahi dialog sosial dan hubungan industrial bagi sektor formal dan juga menjadikan sektor informal sebagai subyek dalam dialog sosial dan hubungan industrial.
Untuk memastikan seluruh dokumen yang dihasilkan dalam KTT ASEAN ke-43 ini, khususnya dua dokumen yang diinisiasi Pemerintah Indonesia, benar-benar ditindaklanjuti untuk diimplemetasikan oleh seluruh negara ASEAN maka Pemerintah Indonesia harus mem-follow up secara berkelanjutan seluruh isi dokumen-dokumen tersebut. Tim kerja Indonesia harus melakukan proses lobi-lobi kepada seluruh Pemerintahan negara ASEAN untuk memastikan dokumen-dokumen tersebut diimplementasikan.
Semoga perlindungan bagi PMI dan peningkatan produktivitas pekerja kita benar-benar terwujud untuk kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih baik. [Penulis adalah Pengamat Ketenagakerjaan dan PMI]