Putusan MK yang Muluskan Gibran Jadi Calon Wapres Puncak Gunung Es Kehancuran Hukum di Zaman Jokowi
Oleh: Petrus Selestinus, SH
PARA advokat Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia, pada Senin, 6 November 2023, menyampaikan pernyataan keprihatinan kepada Mahkamah Kode Etik MK (MKMK) terkait kondisi obyektif yang dihadapi MK dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). MK dan Presiden menghadapi krisis kepercayaan publik yang semakin meluas, akibat faktor nepotisme yang melekat dalam diri Anwar Usman sebagai Ketua MK.
Para advokat Perekat Nusantara dan TPDI mengatakan, telah terjadi dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku oleh 9 hakim MK. MKMK akan mengeluarkan putusan yang obyektif tanpa ada intervensi dari kekuasaan manapun.
Meskipun posisi MK dalam keterpurukan akibat hubungan keluarga Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden Jokowi yang melekat dengan tugas Anwar Usman sebagai hakim konstitusi, tidak terhindarkan terutama dalam mengadili perkara uji materi UU terhadap UUD 1945, tidak terkecuali perkara No.90/ PUU-XXI/2023, yang perkaranya sudah diputus dan putusannya sangat problematic. Walaupun demikian publik masih menaruh harapan yang tinggi kepada MKMK agar menyelamatkan posisi kemandirian dan kemerdekaan MK dari hububgan keluarga yang memudahkan intervensi dan melahirkan conflict of interest.
Krisis Kepercayaan Publik
Saat ini Presiden Jokowi dan Ketua MK Anwar Usman, tengah menghadapi krisis kepercayaan publik yang sedang meluas karena ada dugaan nepotisme dalam putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023.
Publik melihat fenomena dinasti. Di tubuh pemerintah saat ini kental nepotisme. Hal itu tentu dilarang dan diancam dengan pidana. Walaupun demikian, masih banyak pihak tidak memperdulikannya bahkan sudah merasuk pada pimpinan lembaga tinggi negara seperti eksekutif dan yudikatif.
Akibat hubungan berbasiskan pada dugaan nepotisme, maka publik melihat Anwar Usman dalam mengelola manajemen MK-pun dilalukan secara tidak professional. Anwar Usman menabrak rambu-rambu hukum acara MK dan undang-undang kehakiman. Ia tidak membangun perangkat MKMK yang memadai sebagai alat kontrol terhadap MK. Anwar Usman cenderung menutup diri dari kontrol public. Conotoh, selama ini MK dibiarkan tanpa MKMK. MK dibiarkan tanpa Peraturan MK tentang Majelis Mahkamah Banding, tanpa MKMK banding.
Sejumlah Peraturan MK yang dibuat Ketua MK Anwar Usman seperti Peraturan MK No. 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan MK, diduga tidak diundangkan pada Lembaran Negara/Berita Negara, sebagaimana dapat dibaca dalam Peraturan MK No.1 Tahun 2023 itu tidak ada pernyataan bahwa Peraturan MK ini diundangkan dalam Berita Negara. Jika benar demikian maka implikasi hukumnya adalah pembentukan MKMK inipun tidak sah hukumnya.
Mafia Peradilan Kuasai MK
Jimly Asshiddiqie yang sekarang sebagai Ketua MKMK mengatakan dengan nada candaan bahwa setiap tahun mafioso peradilan setiap tahun juga mengadakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas). Meski bercanda, namun candaannya itu seakan memperkuat sinyalemen beberapa pihak tentang adanya mafia peradilan masuk ke dalam MK. Alasannya karena lewat putusan MK para mafioso peradilan hanya berurusan dengan 9 orang hakim MK yang bisa mengubah nasib seorang menjadi pembesar negeri ini, ketimbang harus mengubah UU lewat DPR yang berbiaya tinggi.
Dalam kondisi di mafia peradilan meralela, mafia tanah ada di mana-mana seolah-olah hukum tunduk di hadapan para Mafioso. Publik lalu menilai 10 tahun pemerintahan Jokowi hukum dan penegakan hukum hancur. KPK hancur, MK hancur, BPK RI hancur, Polri, Kejaksaan, dll, hancur. Sehingga kasus nepotisme dalam tubuh MK akan menjadi pemicu gerakan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi dan tuntutan pemecatan terhadap Anwar Usman.
Oleh karena itu, dengan putusan MKMK yang obyektif, adil dan memenuhi harapan rakyat, pada sidang MKMK tanggal 7/11/2023 besok, diharapkan MKMK dapat membersihkan unsur nepotisme dalam tubuh MK. Sebab, dengan itu MKMK dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap Lembaga MK.
Advokat Perekat Nusantara juga meminta agar MKMK membentuk investigasi untuk menyelidiki dugaan nepotisme dalam tubuh MK khususnya dalam perkara uji materil di mana Presiden Jokowi sebagai pihak, karena setiap perkara uji materi Presisen menjadi pihak sementara ketua majelis hakimnya Ketua MK Anwar Usman. Maka di situlah letak berkepentingan yang dilarang UU.
Selain itu, juga semua putusan MK sejak Anwar Usman jadi Ipar Presiden Jokowi, sepanjang menyangkut Uji UU agar dilakukan eksaminasi untuk kemudian dievaluasi melalui dibuka kembali persidangan dengan Majelis Hakim yang baru termasuk perkara No.90/PUU-XXI/2023. [Penulis adalah Koordinator Advokat Perekat Nusantara dan TPDI]