Kronologi Tumbangnya Raksasa Tekstil Sritex

Aktivitas di PT Sritex sebelum tutup
JAKARTA, TVP – PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, akan tutup total per 1 Maret 2025.
Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo menyatakan seluruh karyawan Sritex resmi terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak Rabu (26/2/2025), dengan hari kerja terakhir pada Jumat (28/2).
“Setelah dilakukan perundingan, sudah menemui titik temu. Yang intinya PHK, setelah diputuskan tanggal 26 Februari PHK, namun untuk bekerja sampai tanggal 28, sehingga off tanggal 1 Maret. Puasa awal sudah berhenti total (PT Sritex) ini jadi kewenangan kurator,” ujar Kepala Disperinaker Sukoharjo Sumarno di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, Kamis (27/2), seperti dikutip detikcom.
Penutupan total Sritex merupakan puncak dari krisis keuangan yang telah melanda perusahaan selama beberapa tahun terakhir, ditandai dengan gagal bayar utang, gugatan hukum, dan status pailit yang ditetapkan oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024.
Berikut kronologi perjalanan Sritex hingga dinyatakan pailit dan tutup total:
Terlilit Utang
Krisis keuangan Sritex bermula pada 2021 ketika perusahaan gagal melunasi utang sindikasi sebesar US$350 juta atau setara Rp 5,79 triliun (asumsi kurs Rp16.551 per dolar AS).
Saat itu, manajemen Sritex menyatakan akan mengajukan restrukturisasi utang untuk mengatasi permasalahan finansial yang dihadapi.
Kabar ini kemudian memicu kekhawatiran di kalangan kreditur lain, yang akhirnya mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap Sritex.
Beberapa kreditur yang terlibat dalam gugatan ini antara lain CV Prima Karya, Bank QNB Indonesia, PT Swadaya Graha, PT Rayon Utama Makmur (RUM), serta PT Indo Bahari Ekspress.
Digugat pailit
Pada Mei 2021, Pengadilan Niaga Semarang melalui putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg resmi menetapkan Sritex dalam status PKPU dengan total tagihan sekitar Rp12,9 triliun.
Permohonan ini diajukan oleh CV Prima Karya pada 19 April 2021 dan turut menyeret tiga anak usaha Sritex, yakni PT Sinar Pantja Djaja (Termohon PKPU II), PT Bitratex Industries (Termohon PKPU III), serta PT Primayudha Mandirijaya (Termohon PKPU IV).
Tujuh bulan setelahnya, pada Januari 2022, kreditur menyetujui rencana perdamaian yang diajukan oleh Sritex, yang kemudian disahkan dalam putusan homologasi.
Diputus pailit
Namun, setelah dua tahun berlalu, Sritex gagal memenuhi kesepakatan yang telah disetujui dalam perjanjian tersebut, sehingga permohonan pembatalan homologasi diajukan, yang akhirnya berujung pada putusan pailit perusahaan.
Keputusan tertulis dalam putusan perkara Pengadilan Negeri (PN) dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada Senin (21/10) lalu.
Berdasarkan sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon pailit Sritex menyebut termohon telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi tertanggal 25 Januari 2022.
Ajukan kasasi, kalah lagi
Sebagai salah satu perusahaan garmen terbesar di Indonesia, Sritex berusaha menyelamatkan diri dari status pailit. Setelah upaya kasasi mereka ditolak oleh Mahkamah Agung (MA), perusahaan telah mengajukan peninjauan kembali (PK) sebagai langkah hukum terakhir.
Sebelumnya, Sritex sempat mengajukan gugatan lain-lain dalam perkara PKPU terhadap PT Indo Bharat Rayon pasca homologasi.
Dalam gugatan tersebut, Sritex meminta majelis hakim membatalkan status PT Indo Bharat Rayon sebagai kreditur. Namun, Pengadilan Niaga Semarang menolak permohonan tersebut, dan keputusan itu diperkuat oleh MA dalam putusan kasasi.
PHK massal dan tutup total
Pada akhirnya, sebanyak 10.665 karyawan Sritex Group terkena PHK massal per Rabu (26/2). Jumlah karyawan dipangkas ini meningkat seiring perusahaan yang akan tutup total per 1 Maret 2025.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat pada Januari 2025, PHK cuma menyasar 1.065 karyawan anak usaha Sritex Group, PT Bitratex Semarang. Kemudian pada Februari 2025, jumlah karyawan kena PHK mencapai 9.604 orang.
Rinciannya PT Sritex Sukoharjo sebanyak 8.504 orang. PT Primayuda Boyolali sebanyak 956 orang, PT Sinar Panja Jaya Semarang sebanyak 40 orang, dan PT Bitratex Semarang sebanyak 104 orang. “Jumlah total PHK 10.665 orang,” bunyi keterangan Kemnaker, dikutip Jumat (28/2/2025).
Saat dimintai konfirmasi tentang kebenaran hal itu, General Manager Sritex Group Haryo Ngadiyono mengatakan pihaknya masih menunggu hasil sidang terakhir pada Jumat (28/2/2025). “Kita tunggu hasil sidang di PN Semarang 28 Februari saja dulu,” jawab Haryo singkat saat dihubungi detikJateng terkait PHK Massal di PT Sritex, Rabu (26/2). [CCN.Com/tvp]