November 22, 2024

Pemerintah Punya Arah yang Jelas Bangkitkan Ekonomi

0

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bersama Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menghadiri Laporan Akhir Fase 1 Studi Komperehensif Electric Vehicle yang melibatkan UI, UGM, ITB, UNS, ITS, dan Udayana di Kementerian Perindustrian, Jakarta, 6 November 2018.

[JAKARTA] Pemerintah telah memiliki strategi dan arah yang jelas dalam membangkitkan perekonomian nasional melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Aspirasi besarnya adalah menjadikan Indonesia masuk 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia tahun 2030.

“Dengan roadmap tersebut, pemerintah ingin mengembalikan industri manufaktur jadi sektor andalan atau mainstream dalam pembangunan ekonomi. Selama ini industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi terbesar bagi produk domestik bruto (PDB),” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/12).

Menteri Perindustrian Airlangga Hartato memperhatikan produk tas bordir ACeh ketika mengunjungi IKM Karya Indah Bordir dalam rangkaian kegiatan kunjungan kerja di Aceh, Jumat (14/12).

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian (Kemperin), hingga jelang akhir tahun 2018, industri pengolahan masih sebagai penyumbang tertinggi terhadap PDB nasional yang mencapai 19,89%. Perolehan ini ditopang oleh sejumlah industri yang memiliki rata-rata pertumbuhan tertinggi pada periode 2015-2018.

Sektor tersebut, meliputi industri makanan dan minuman yang tumbuh hingga 8,71%, kemudian disusul industri barang logam, komputer, barang elektronika, mesin dan perlengkapan 4,02%, industri alat angkutan 3,67%, industri kimia 3,40%, serta industri tekstil dan pakaian 1,64%.

“Sektor-sektor itu terus memiliki kinerja yang positif. Apalagi saat ini mendapat prioritas pengembangan karena akan menjadi sektor pionir yang menerapkan industri 4.0 sesuai Making Indonesia 4.0,” tutur Airlangga.

Dengan potensi tersebut, Airlangga meyakini Indonesia tidak akan punah pada 2030. Apalagi, adanya bonus demografi atau dominasi jumlah penduduk berusia produktif yang akan dinikmati Indonesia sampai 15 tahun ke depan, diyakini juga membawa pertumbuhan ekonomi nasional hingga 1-2%.

Hal ini berdasarkan pengalaman sebelumnya oleh Jepang, Tiongkok, Singapura, dan Thailand.  “Saya seorang believer, karena percaya bahwa pondasi yang kita siapkan saat ini bisa menjadi dasar untuk percepatan pertumbuhan ekonomi kita di masa depan. Jadi tidak akan punah, justru jauh lebih maju,” tegasnya.

Airlangga menyebutkan, implementasi Making Indonesia 4.0 juga mengantarkan pada masa keemasan di tahun 2045 atau momentum 100 tahun kemerdekaan Indonesia.  “Saat ini income per kapita kita sekitar US$ 3.877 dan ditargetkan pada tahun 2045 sebesar US$ 23.199,” ungkapnya.

Untuk menembus sasaran tersebut, diperlukan komponen pertumbuhan industri manufaktur sebesar 6,3% dengan kontribusi ke PDB mencapai 26%. Jika target itu tercapai, petumbuhan ekonomi nasional mampu berada di angka 5,7%.

“Jadi, kita sudah punya sasaran jangka pendek, menengah melalui Making Indonesa 4.0 (tahun 2030), dan panjang (2045). Bersama Bappenas, kami menetapkan target pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4 – 6% pada periode 2020-2024,” imbuhnya.

Airlangga mengemukakan, era industri 4,0 atau ekonomi digital pun berpotensi membuka peluang terhadap peningkatan nilai tambah terhadap PDB nasional sebesar US$ 150 miliar pada tahun 2025. “Selain itu, menciptakan kebutuhan tenaga kerja yang melek teknologi digital 17 juta orang. Rinciannya, sebanyak 4,5 juta orang adalah talenta di industri manufaktur dan 12,5 juta orang terkait jasa sektor manufaktur. Hal ini dinilai menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk merebutnya,” ujarnya.

Oleh karena itu, Airlangga meminta kepada masyarakat untuk semakin optimistis bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan tangguh. “Indonesia adalah negara besar, saat ini berada dalam kelompok G20 dan berada di peringkat ke-16 ekonomi dunia,” terangnya

Selama periode 2015-2018, daya saing industri nasional semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan adanya kenaikan pada nilai tambah industri dan indeks daya saing global. “Nilai tambah industri nasional tahun 2015 mencapai US$ 212,04 miliar, naik menjadi US$ 236,69 miliar saat ini,” kata dia.

Sementara itu, melalui metode baru dengan indikator industri 4.0, peringkat daya saing Indonesia naik dari posisi ke-47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018.

Kemudian merujuk data World Bank Tahun 2017, lima negara yang industrinya mampu menyumbang di atas rata-rata, yakni Tiongkok (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), Jerman (20,6%), dan Indonesia (20,5%). Rataan kontribusi industri manufaktur pada perekonomian di seluruh negara sekitar 17%. [EH]

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *