November 22, 2024

Hotbonar: Presiden Harus Ambil Tindakan Atas Kinerja Dewas BPJS TK yang Tak Becus

0

Hotbonar Sinaga.

[JAKARTA] Mantan Direktur Utama PT Jamsostek, sekarang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)  Ketenagakerjaan (TK), Hotbonar Sinaga, mengatakan, sudah lama kerja Direksi BPJS Ketenagakerjaan diganggu Dewan Pengawas BPJS TK.

“Sudah sejak tahun 2016, saya diberitahu Dirut BPJS TK dan para deputi direktur. Kasihan lembaganya, di-perkoas oleh Dewas. Presiden segera action,” kata Hotbonar, dalam Whats App-nya.

Hotbonar Sinaga.

Menurut Hotbonar, Presiden harus keluarkan Surat Keputusan (SK) Pemberhentikan dengan tidak hormat atas anggota Dewas BPJS TK, Safri Adnan Baharudin (SAB) yang diduga memperkosa stafnya perempuan berumur 27 tahun, berinisial RA.

“Walaupun dia sudah mengundurkan diri atas kasus itu, namun Presiden tetap keluarkan SK untuk beri pelajaran kepada semua pejabat publik, terutama anggota Dewas BPJS TKI lainnya,” kata dosen Fakultas Ekonomi UI, ini.

Hotbonar mengatakan, Presiden yang mengeluarkan SK pemberhentian karena dalam UU 24 Tahun 2011 Direksi dan Dewas BPJS TK berada langsung di bawah Presiden.

Menurut Hotbonar, tidak benar Dewas BPJS TK merekrut sendiri SDM. “Harus ajukan permohonan kepada direksi, direksi yang merekrut,” kata dia.

Hotbonar mengatakan, ia mendapat informasi bahwa sebagian besar SDM di Dewas BPJS TK merupakan anggota keluarga dari anggota Dewas BPJS TK sendiri. “Saya dapat informasi memang ada nepotisme di sana. Ini bahaya,” kata dia.

Hotbonar juga meminta pihak direksi BPJS TK agar tidak melindungi kekeliruan pihak Dewas BPJS TK. “Jangan berpikir kesalahan Dewas juga kesalahan Direksi. Ya tidaklah,” kata dia.

Menurut Direktur Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsos (PHI dan Jamsos), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Wahyu Widodo, mengatakan, Dewas BPJS TK hanya bertugas mengawasi kinerja Direksi BPJS TK, bukan ikut mengerjakan apa yang dilakukan direksi seperti menyelenggarakan seminar dan semposium. “Harus pahami ketentuan UU 24 Tahun 2011. Sudah jelas di sana,” kata dia.

Horbonar meminta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) atau Kementerian terkait lainnya atau bahkan Presiden sendiri segera memberikan peringatan keras kepada Dewas BPJS TK.

Sebagaimana diberitakan, tidak lama setelah dilantik Presiden pada Februari 2016, anggota Direksi BPJS TK saling “berselisih” dengan lima anggota Dewas BPJS TK.

Permasalahannya, lima anggota Dewas BPJS TK ingin ikut campur dengan tugas dan wewenang dari direksi BPJS TK. Antara lain sosialisasi fungsi dan keberadaan BPJS TK harus dilakukan juga oleh Dewas BPJS TK, melalui seminar, simposium dan sebagainya. Padahal menurut direksi BPJS TK itu tugas direksi sebagaimana diatur dalam UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Hal lain diminta Dewas BPJS TK waktu itu adalah Dewas merekrut sendiri tenaga kerja pendukung atau sumber daya manusia (SDM) seperti tenaga sekretaris pribadi, sekretriat Dewas BPJS TK serta tenaga ahli masing-masing anggota Dewas BPJS TK.

Waktu itu, Direksi BPJS TK mengalah. Maka sejak itulah Dewas BPJS TK menyelenggarakan seminar dan simposium nasional di hotel-hotel bintang lima di Jakarta dan sejumlah kota di luar Jawa, dimana sekali seminar bisa menghabiskan dana sekitar Rp 400 juta – Rp 500 juta, dalam rangka menyosialisasikan program BPJS TK.

Selain itu, tenaga kerja pendukung di Dewas BPJS TK sebagaimana disebutkan di atas direkrut langsung oleh Dewas BPJS TK, bukan oleh Direksi BPJS TK dalam hal ini Biro Umum.

Perekutan SDM untuk Dewas yang dilakukan oleh Dewas sendiri semakin telanjang dilihat publik ketika kasus pemerkosaan sekretaris anggota Dewas, berinisial RA yang diduga dilakukan atasannya lansung, SAB.

Salah satu kegiatan yang dilakukan Dewas BPJSTK yang membingungkan masyarakat adalah pada tahun 2018, Dewas BPJS TK melakukan kajian pada lembaga perlindungan buruh swasta Jepang bernama Sharoushi. Entah apa yang dikaji Dewas BPJS TK pada lembaga ini tidak jelas.

Namun, sumber menyebutkan, awalnya biaya kajian itu cuma Rp 400 juta, kemudian membengkak menjadi Rp 1,2 miliar. “Entah apa yang dikaji, kita tak tahu. Namun, kalau benar mereka melakukan kajian, itu kan tugas Direksi bukan tugas Dewas,” kata seorang pejabat BPJS TK.

Sementara Kepala Biro Humas BPJS TK, Utoh Banjarsyah, mengatakan, sampai saat ini memang aturan turunan UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS belum selesai dibuat termasuk Tata Kelola BPJS TK.

“Saat ini Peraturan Presiden (Pepres) mengenai Tata Kelola BPJS baik direksi maupun Dewas masih di meja Kementerian Hukum dan HAM. Kita berharap pembahasan di sana cepat selesai agar tidak ada lagi permasalahan soal tata kelola BPJS di BPJS,” kata dia. [EH]

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *