Presiden Harus Turun Tangan Selesaikan Masalah Marunda
Jakarta, Topvoxpopuli.com-PT Karya Cipta Nusantara (KCN) memastikan akan terus mencari keadilan untuk menyelamatakan investasinya yang mengucur Rp 3,4 triliun untuk pengembangan Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara. Total investasi senilai Rp 5 triliun. “Mengapa selalu diganggu dan dipersulit,” kata Juniver Girsang, kuasa hukum KCN di Jakarta, Kamis (21/2).
“Saya lihat permasalahan ini sudah sangat memalukan. Bisa mengakibatkan investor kabur dari Indonesia. Kita harus mengambil sikap dan menyampaikannya kepada pemerintah. Investor harus dilindungi, dan harus diberi kepastian hukum,” kata Juniver Girsang.
Oleh karena itu, Juniver Girsang meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Juniver Girsang menjelaskan, dari pihak KCN tidak ada masalah apa pun. “Mereka sudah menjalanlkan investasinya itu secara prosedural. Perlu diketahui, di sini tanpa menggunakan uang negara sepeser pun,” kata Juniver Girsang.
Masalahnya, kata Juniver Girsang, justru pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Padahal KBN juga adalah pemegang saham di KCN.
KCN adalah badan usaha patungan antara KBN dan PT Karya Teknik Utama (KTU) dengan komposisi saham 15% milik KBN dan 85% KTU. KCN terbentuk setelah KTU memenangkan tender pengembangan pelabuhan Marunda. Bahkan KBN yang berinisiatif mengembangkan Pelabuhan Marunda dan mencari investornya melalui proses tender.
KTU memenangkan tender mengembangkan garis batas antara darat dan air di lahan sepanjang 1.700 meter dari Cakung drain di Marunda pada 26 Oktober 2004. Kemudian KBN dan KTU mendirikan KCN. Hingga kemudian pembangunan pun berjalan.
Dari tiga pir yang dirancang, saat ini sudah masuk ke pembangunan pir dua, total investasi yang diguyur sudah mencapai Rp 3,4 triliun. Bahkan, Kementerian Perhubungan sebagai regulator sudah mengeluarkan konsesi kegiatan pengusahaan jasa kepelabuhan pada terminal KCN di Marunda selama 70 tahun.
Mantan Direktur Utama KBN, Rahardjo, mengatakan kehadiran KCN di Marunda adalah sah. “Tak ada yang salah. Tahapan yang dilalui juga jelas dan terbuka. Bahkan pemilik modal adalah investor lokal,” kata Rahardjo kepada wartawan.
Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012. Direktur Utama KBN Sattar Taba memunculkan sejumlah persoalan. Mulai dari permintaan saham 50%. Namun setelah disetujui justru tidak mampu menyetor, hingga menyebutkan kawasan laut yang sudah dijadikan pelabuhan oleh KCN itu “tiba-tiba” beralih ke swasta.
Sejumlah Kejanggalan di Pengadilan
Tak hanya memutar isu, KBN juga digiring untuk menguggat pembatalan perjanjian konsesi yang telah diberikan Kemenhub kepada KCN itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Termasuk menggugat Kementerian Perhubungan.
Pada Kamis, 9 Agustus 2018, pengadilan memenangkan gugatan KBN. Majelis hakim yang diketuai Andi Cakra Alam, menyatakan obyek sengketa yaitu perjanjian konsesi antara KCN dan KSOP V Marunda adalah perbuatan melawan hukum, cacat hukum, tidak mengikat dan tidak sah, serta batal demi hukum.
Bahkan majelis memerintahkan KCN dan Kemhub membayar ganti rugi ke KBN Rp 779 miliar secara tanggung renteng. Sebaliknya, semua bukti-bukti yang diajukan tergugat KCN dan Kemenhub tak mendapat penilaian dari mejalis hakim.
Tentu saja KCN dan Kemhub mengajukan banding. Baru-baru ini putusan banding sudah turun. Dan, prosesnya juga sangat cepat, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah mengeluarkan putusannya.
Pada intinya, putusan pengadilan tinggi memutuskan tiga hal. Pertama majelis memerintahkan agar pelabuhan Marunda yang sudah dibangun oleh PT KCN yaitu Pier I dan sebagian Pier II diserahkan kepada KBN.
Anehnya, dalam putusan disebutkan KBN sebagai pengelola pelabuhan. Padahal KBN bergerak dalam bidang kawasan berikat dan logistik. KBN bukanlah badan usaha pelabuhan (BUP), KBN juga tidak memiliki perairan. Sebab itu, ketika ingin mengembangkan pelabuhan, KBN mencari mitra pada 2004. Bahkan sampai melaksanakan tender yang kemudian dimenangkan KTU.
Putusan lainnya, disebutkan KBN memiliki Kepres Nomor 11 Tahun 1992 yang sisi daratnya terdiri dari HPL 1-2 dan 3, termasuk Pier 1, Pier 2, dan Pier 3.
Menurut Kepres Nomor 11 Tahun 1992, wilayah KBN itu adalah seluas 198 ha beserta bangunan diatasnya yang terletak di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Batasnya adalah sebelah utara Laut Jawa dan kaveling industri, sebelah selatan Sungai Tiram dan saluran air, sebelah barat Cakung Drain, sebelah timur Sungai Blencong, kaveling industri dan gudang amunisi TNI-AL.
Padahal HPL 1-2 dan 3 adalah tahun 1980-an. Sedangkan Pier 1-2-3 adalah perairan yang dikembangkan menjadi pelabuhan sejak 2006. Ketiga adalah menguatkan keputusan Pengadilan Negeri dengan segala pertimbangannya.
KCN kembali mengajukan kasasi atas perkara ini ke Mahkamah Agung. Direktur Utama KCN Widodo Setiadi berharap persoalan ini bisa tuntas, dan pembangunan bisa berjalan lancar, serta investainya selamat.
Berharap Perhatian Presiden
Apakah Juniver Girsang yakin bisa memenangkan kasasi di Mahkamah Agung. Ia tak menjawab dengan tegas. “Prosesnya juga sangat instan. Proses pengadilan, tidak lebih dari proses biasa,” kataYuniver Girsang. “Kemudian sampai di pengadilan tinggi tak sampai dua bulan sudah diputus lagi. Menguatkan putusan PN dan membatalkan perjanjian”.
“Yang paling menyedihkan adalah KBN malahan yang menggugat klien kami untuk membatalkan perjanjian yang sudah disetujui oleh Menteri Perhubungan. Dan Menteri Perhubungan juga ikut digugat. Ini seperti negara dalam negara. Inverstor di sini menjadi bingung,” kata dia.
Juniver Girsang juga mempertanyakan mengapa perjanjian yang sudah dibuat pemerintah dan berjalan tujuh tahun bisa dianulir oleh badan usaha dibawah pemerintah. “Pengadilan menjadi juri. Saya sebagai praktisi, ini menjadi pertanyaan,” kata Yuniver Girsang.
Yuniver Girsang mengatakan, efek dari kasus itu sangat besar bagi investor. “Investasi begitu besar begitu gampang dibatalkan. Kami melihat ada kekuatan-kekuatan di balik prosedur ini.”
Juniver Girsang mengatakan, kalau KCN kembali dikalahkan di tingkat kasasi maka bagaimana dengan nasib karyawan yang ada di sana, dan bagaiamana investasi yang ada di sana.
Inilah mengapa, Juniver Girsang berharap instansi pemerintah turun tangan. “Agar investor yang sudah masuk ke Indonesia bisa menjadi lebih nyaman. Jika ini tidak diselesaikan tentu investor akan mempertanyakan juga.”. [EH]