Penanganan THR Harus Proaktif
PEMBAYARAN tunjangan hari raya (THR) tetap menjadi masalah yang dihadapi oleh pekerja. Walaupun hukum positif sudah sangat jelas mengatur kewajiban pembayaran THR tersebut dan kewajiban tersebut menjadi rutinitas tahunan, namun THR terus menjadi persoalan bagi pekerja yang tidak bisa diselesaikan secara sistemik oleh Pemerintah.
Dari rilis Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang menginformasikan bahwa Kemnaker menerima 2.114 Laporan THR 2022, ini memastikan bahwa memang persoalan THR hingga saat ini terus terjadi, dan dipastikan tahun-tahun berikutnya pun persoalan ini masih banyak terjadi.
Dari 2.114 laporan pemberian THR yang dilaporkan selama periode 8 s.d 20 April 2022, jumlah tersebut mencakup 1.556 konsultasi online dan 558 pengaduan online. Dari data tersebut, walaupun belum memasuki H-7 sebagai syarat tenggat waktu maksimal pembayaran THR, ternyata antusian pelaporan ke Posko THR cukup banyak.
THR sudah menjadi tradisi tiap tahun, dan tentunya ketentuan tentang THR ini sudah cukup dipahami oleh kalangan manajemen perusahaan dan pekerja. Namun bila disebutkan ada 1.556 konsultasi online, data ini mengindikasikan ada potensi persoalan THR di perusahaannya. Sebaiknya Kemnaker menginformasikan dari 1.556 konsultasi tersebut, berapa banyak yang dilakukan oleh pengusaha dan berapa banyak yang dilakukan pekerja.
Seharusnya Kemnaker bisa merespons konsultasi tersebut dengan mengacu pada pengalaman pembayaran THR tahun-tahun sebelumnya. Bila data Kemnaker merekam adanya persoalan pembayaran THR tahun-tahun sebelumnya, lalu ada konsultasi yang diajukan dari pekerja atau HRD perusahaan tersebut maka Kemnaker bisa meresponsnya secara proaktif, tidak sekadar pasif menerima konsultasi online, agar pelanggaran pembayaran THR di perusahaan tersebut dapat dicegah dan dihindari.
Demikian juga dengan adanya 558 pengaduan online ke Posko THR, Kemnaker meresponnya dengan menyatakan : “Tentu pengaduan baru akan ditindaklanjuti setelah batas waktu pembayaran THR berakhir. Pengawas Ketenagakerjaan Kemnaker akan berkoordinasi dengan Pengawas Ketenagakerjaan daerah” seperti yang disampaikan Kepala Biro Humas Kemnaker Chairul Fadhly Harahap, menurut saya respons tersebut sangat pasif dan kaku terkungkung pada ketentuan yang ada. Sebuah respons yang sangat disesalkan.
Seharusnya 558 pengaduan yang disampaikan tersebut sudah direspon langsung tanpa menunggu H-7 sebagai tenggat waktu pembayaran THR. Apalagi bila Kemnaker memiliki data yang merekam adanya persoalan pembayaran THR tahun-tahun sebelumnya di suatu perusahaan dan ada pengaduan lagi di tahun 2022, seharusnya Pengawas Ketenagakerjaan langsung meresponnya dengan mendatangi perusahaan. Jangan tunggu H-7.
Kalau pun ada pengaduan dan Kemnaker tidak memiliki catatan tentang pelanggaran THR di suatu perusahaan, sebaiknya Pengawas Ketenagakerjaan juga bisa meresponnya segera dan menanyakan tentang pengaduan tersebut. Saya kira pengaduan tersebut dilakukan sebagai respon atas tindakan manajemen.
Bila menunggu H-7 baru merespon laporan tersebut, saya kira waktu kerja Pengawas Ketenagakerjaan untuk memastikan pekerja dapat THR sebelum Hari Raya sangat pendek, karena adanya libur bersama yang cukup panjang dimana perusahaan juga ikut libur. Jangan sampai Pengawas Ketenagakerjaan hanya berpikir laporan tersebut akan ditindaklanjuti paska Hari Raya. Maksimalkan kerja Pengawas Ketenagakerjaan agar pekerja dapat THR sebelum hari raya.
Dari data pengaduan dan konsultasi yang disampaikan oleh Kemnaker dan respons yang dilakukan Kemnaker, menurut saya Kemnaker belum memiliki strategi preventif dalam menangani masalah THR ini. Belum ada terobosan inovatif secara sistemik atas masalah THR yang terus terjadi tiap tahun.
Bila pola pikir seperti ini yang dimainkan Pengawas Ketenagakerjaan maka masalah THR akan menjadi masalah tiap tahun, dan memang faktanya ini yang terjadi. Dibutuhkan kemauan politik yang serius dari Kemnaker untuk memastikan THR tidak menjadi masalah tahunan. Kemauan politik untuk perbaikan memang masih rendah. [Timboel Siregar, Sekjen Organisasi Serikat Pekerja Indonesia].