Surat Gembala Paskah Administrator Keuskupan Ruteng
“Jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya… Kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rm 6:4-5)
Para imam, biarawan/wati, umat Allah Keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan!
Bersama seluruh Gereja dari segala penjuru dunia, kita kini sedang berziarah dalam masa Prapaskah menuju perayaan kebangkitan Tuhan. Masa Prapaskah adalah masa retret agung selama 40 hari untuk merasakan kerahiman dan kekuatan Allah yang meresapi dan menuntun kita dalam pergumulan hidup ini. Sebagaimana Yesus yang bertapa di padang gurun, dalam masa Prapaskah ini, kita juga melakukan doa, puasa dan pantang, serta melakukan karya-karya amal kasih. Dengan itu kita dapat mengatasi keinginan daging dan godaan duniawi serta terbuka untuk dituntun oleh kasih ilahi.
Namun Prapaskah bukan sekedar sebuah perayaan liturgis, tetapi berkaitan juga dengan perjuangan hidup sehari-hari. Prapaskah adalah momentum solidaritas. Pengalaman kerahiman Allah dalam doa dan ibadat mesti terungkap dalam belarasa terhadap sesama yang miskin dan menderita. Itulah sebabnya nabi Yesaya mengeritik pedas upacara puasa orang Israel yang semu, yang hanya secara ritual “menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur” (Yes 58:5).
Menurut Yesaya, Allah menghendaki puasa yang seiring dengan pertobatan dan solidaritas: “Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman,… memerdekakan orang teraniaya, memecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah serta memberi pakaian kepada yang telanjang” (Yes 58:6-7). Puasa harus terwujud pula dalam pertobatan dan tindakan keadilan, kejujuran, kebenaran dan solidaritas.
Para imam, biarawan/wati, umat Allah Keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan!
Iman yang terwujud dalam solidaritas terhadap orang miskin dan menderita, inilah yang menjadi fokus program pastoral keuskupan kita dalam Tahun Pelayanan/Diakonia 2019 ini. Dalam tahun ini, kita ingin menjadi Gereja yang semakin melayani, dan dengan itu menapaki jejak Yesus, sang guru ilahi kita, yang “datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” (Mrk 10:45). Kita ingin mewujudkan perutusan-Nya yang datang untuk “mewartakan kabar baik bagi yang miskin dan pembebasan bagi yang tertindas” (Luk 4:18-19). Maka diakonia atau pelayanan merupakan unsur yang hakiki dari iman Kristiani kita. Bahkan menurut Paus Benediktus XVI, diakonia adalah ungkapan dasariah jatidiri Gereja (DCE, 25). Justru dalam diakonia, dalam pelayanan kasih satu sama lain, terungkaplah wajah Gereja sejati, persekutuan murid-murid Kristus (bdk. Yoh 13:35).
Oleh sebab itu dalam Tahun Diakonia 2019 ini, kita hendak memperhatikan secara khusus kelompok-kelompok rentan yang menderita di paroki-paroki kita seperti orang-orang sakit, difabel, jompo, para janda, yatim-piatu, gelandangan, keluarga migran, dan korban perdagangan orang (human trafficking). Kita juga ingin membentuk dan memperkuat struktur dan sistem koordinasi pelayanan terhadap kelompok rentan misalnya melalui seksi Karitas Paroki. Tidak kalah pentingnya, kita hendak menggalakkan berbagai program baik yang bersifat karitatif (amal kasih) maupun transformatif (pemberdayaan) bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita.
Dalam kaitan ini secara khusus, kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih berlimpah kepada semua Paroki, lembaga dan pribadi umat yang terlibat dalam membantu korban bencana alam di wilayah Kempo dan Mburak, Manggarai Barat beberapa waktu lalu. Partisipasi aktif dan kreatif yang telah kita tunjukkan tersebut adalah bentuk nyata dari gerakan diakonia. Hal ini menampilkan wajah Gereja Keuskupan Ruteng yang semakin terlibat dalam “suka dan duka serta harapan dan kecemasan masyarakat” (GS, 1).
Selain itu, diakonia kita juga meliputi aspek sosial politik. Gereja dipanggil untuk terlibat dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia ini. Kita berkewajiban untuk terlibat dalam mewujudkan kekuasaan yang mengabdi kepada kesejahteraan umum dan martabat pribadi manusia. Dalam konteks Pemilu 2019 ini, kami mengapresiasi berbagai program pendidikan politik nilai Kristiani serta kegiatan temu caleg maupun misa perutusan bagi caleg di paroki-paroki. Selanjutnya, kami mengajak umat untuk terlibat aktif ikut mencoblos dalam Pemilu pada tanggal 17 April 2019. Janganlah menjadi golput, sebab melalui partisipasi Pemilu, kita turut mewujudkan Indonesia yang lebih maju, adil, sejahtera dan damai. Marilah kita memilih presiden, anggota legislatif dan DPD yang sungguh berkompeten dan berintegritas serta teruji mampu mensejahterakan bangsa dalam semangat Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keterlibatan sosial politik demikianlah, kita, orang-orang Kristiani sungguh menjadi “garam” dan “terang” dunia.
Para imam, biarawan/wati, umat Allah Keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan!
Menjadi Gereja yang melayani tidaklah mudah. Sebab kita mesti berjuang melawan egoisme, kecenderungan ingat diri. Kita mesti mengurbankan kepentingan pribadi dan membuka ruang bagi kehadiran yang lain. Komitmen pelayanan ini semakin menjadi sulit dalam situasi kehidupan masyarakat dewasa ini yang dirasuki oleh semangat materialisme, hedonisme dan individualisme. Maka menjadi Gereja yang melayani berarti terlibat dalam perjuangan salib Tuhan untuk memberi kesaksian tentang pengurbanan yang total dan solidaritas yang sejati. Kesaksian ini tidaklah sia-sia, sebab barang siapa setia memikul salib bersama Tuhan, dia juga boleh merasakan sukacita paskah bersama-Nya. Bila kita bersatu dengan-Nya dalam penderitaan dan kematian, kita juga boleh hidup dengan-Nya, “dalam hidup yang baru” (Rm 5:4).
Dalam pengharapan dan keyakinan Paskah ini, marilah kita terus berjuang untuk menjadi Gereja yang melayani, yang berkurban untuk membagikan kasih Allah kepada mereka yang miskin dan menderita. Marilah kita juga mendoakan agar Tuhan yang bangkit menganugerahkan kepada kita seorang Uskup baru, yang dapat menuntun kita untuk mengalami kelimpahan kebaikan Allah dan membagikan sukacita Paskah dalam perjuangan hidup sehari-hari. Selamat Merayakan Pesta Paskah 2019.
Ruteng, 27 Maret 2019
Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng,
ttd
Mgr. Silvester San
NB: Aturan berikut boleh dibacakan bila dianggap perlu, andai belum dijelaskan selama ini.
ATURAN GEREJA MENGENAI TOBAT, PUASA, DAN PANTANG
- Hari dan waktu tobat dalam Gereja Katolik adalah setiap hari Jumat sepanjang tahun dan selama 40 hari masa Prapaskah (Kan. 1250).
- Semua orang beriman Katolik wajib melakukan tobat demi hukum ilahi (artinya sesuai perintah Allah sendiri). Maka pada masa tobat tersebut, kita hendaknya secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa secara lebih intensif, menjalankan ibadat dan karya amal kasih, menyangkal diri dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban dengan kasih setia, terutama dengan berpuasa dan berpantang (Kan. 1249). Pantang makan daging dan makanan lainnya seturut kebiasaan hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, terkecuali hari Jumat itu jatuh bertepatan dengan suatu hari raya dalam Gereja (Kan. 1251).
- Kita berpantang dan berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung dalam Pekan Suci. Pada hari Jumat lainnya dalam masa Prapaskah ini kita hanya berpantang (Kan. 1251) meskipun puasa dianjurkan.
- Yang diwajibkan berpuasa adalah semua orang yang telah berusia dewasa (genap 18 tahun) hingga awal tahun ke 60 (Kan 1252). Puasa berarti makan kenyang hanya sekali dalam sehari untuk tujuan-tujuan rohani dan amal.
- Yang diwajibkan berpantang adalah semua orang yang telah berusia genap 14 tahun ke atas (Kan. 1252). Pantang berarti meninggalkan makanan tertentu atau kebiasaan-kebiasaan tertentu demi tujuan-tujuan rohani dan amal.
Selamat Merayakan Pesta Paskah 2019. Tuhan memberkati kita. [TVP/Willy Grasias]