November 22, 2024

Diduga Korupsi, Direksi PT. Kahayan Karyacon Dilaporkan ke Mabes Polri

0

Kantor PT Kahayan

Serang, Topvoxpopuli.com – Sengketa pemegang saham pada PT Kahayan Karyacon, perusahaan milik Mimihetty Layani yang tidak lain istri dari CEO PT Kapal Api Global, Soedomo Mergonotto, kini bergulir di Pengadilan Negeri Serang, Banten. Salah satu direksinya, Leo Handoko, duduk sebagai terdakwa pemalsuan akte perusahaan. Selain itu, para direksi juga dilaporkan ke Mabes Polri karena diduga menggelapkan uang perusahaan miliaran rupiah.

“Mereka semua (Chang Sie Fam, Ery Biyaya, Feliks dan Leo Handoko) mengkhianati kepercayaan saya selama ini,” kata Mimihetty, Pemegang Saham Mayoritas PT. Kahayan yang memiliki saham 97 persen di PT Kahayan, kepada wartawan Minggu, Minggu (14/3/2021).

Mimihetty sama sekali tidak menduga bahwa orang-orang yang diberikan kepercayaan ini sampai hati mengingkari niat baiknya. “Dahulu sebelum saya berikan kepercayaan untuk menjadi Direksi PT. Kahayan, mereka masih kontrak rumah, sekarang setelah pabrik berjalan mereka sudah memiliki tempat tinggal tetap karena saya berikan saham 3% dan dijadikan direksi untuk menjalankan PT. Kahayan Karyacon yang saya modali puluhan milyar ini, tetapi mereka menyalahgunakan kepercayaan yang saya berikan, benar-benar tidak tahu balas budi,” kata Mimihetty yang didampingi kuasa hukumnya, Nico. Padahal, Mimihety membangun perusahaan untuk membuka lapangan kerja di Banten.

Kahayan Karyacon yang berlokasi di Pasir Butut, Jawilan, Kabupaten Serang, yang didirikan pada 2012 tersebut bergerak pada produksi bata ringan. Sebagai pemodal, Mimihetty dan Christeven Mergonoto menggelontorkan uang Rp 40 miliar.
Ia menanggung semua permodalan kendati sahamnya 97 persen. 3 persen saham diberikan untuk Leo Handoko, Ery Biyaya, Chang Sie Fam, Feliks, dan Paulus, Agar mereka serius menjalankan perusahaan.

Mimihetty memberikan kepercayaan kepada Leo Handoko, Ery Biyaya, Chang Sie Fam dan Feliks, dan menempatkan mereka sebagai direksi yang menjalankan perusahaan.

Namun setelah perusahaan berjalan, Mimihetty tidak memperoleh laporan keuangan perusahaan yang masuk akal. “Laporan keuangannya tak pernah diaudit oleh auditor independen dan tanpa RUPS Tahunan serta tidak pernah ada deviden yang diberikan kepada saya,” kata Mimihetty.

Bahkan Mimihetty kesulitan dalam menghubungi para direksinya ketika meminta pertanggungjawaban laporan keuangan yang sah dan yang telah diaudit. “Saya jadi curiga, bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam perusahaan,” katanya. Pada 2018, Mimihety mengirimkan Tim Audit, namun mereka kesulitan mengakses dokumen dari perusahaan.

Kecurigaan makin dalam ketika Mimihetty menerima surat teguran dari kantor pajak perihal adanya tunggakan pajak PT. Kahayan Karyacon sebesar Rp 2,255 miliar. “Ternyata mereka tidak pernah melaporkan pajak perusahaan dengan benar, padahal selama ini perusahaan mereka yang kuasai dan jalankan seluruh operationalnya,” katanya. Ditambah lagi pada 2019, melalui website Kemkumham ternyata diketahui terbit Akta Perubahan Nomor: 17 Tanggal 24 Januari 2018, tentang Pengangkatan Kembali Direksi dan Komisaris Perseroan. “Mengapa bisa terbit akta tanpa diketahui atau disetujui Pemegang Saham Mayoritas,” katanya.
Akte tersebut pada intinya mengangkat kembali Leo Handoko, Ery Biyaya, Chang Sie Fam dan Feliks sebagai Direksi Kahayan Karyacon. Akta tersebut diduga dibuat secara diam-diam agar mereka tetap bisa menguasai perusahaan “Padahal, saya sama sekali tidak setuju jika mereka yang mengendalikan kembali perusahaan, sebab selama ini tidak ada kejelasan dan tidak ada pertanggungjawaban laporan keuangan mereka atas modal puluhan milyar yang saya berikan,” katanya.
Menduga ada tindak pidana pemalsuan, Mimihetty meminta kuasa hukumnya, Nico, melaporkan para direksi ke Bareskrim Polri berdasarkan LP Nomor : LP/B/1002/XI/2019/Bareskrim. Proses hukum kasus ini telah berjalan, salah satu anggota direksi yang tidak sah ini, yaitu Leo Handoko, ditetapkan sebagai tersangka dan sudah menjadi terdakwa dalam proses peradilan di Pengadilan Negeri Serang.

Pada 16 Februari 2021, Mimihetty dan Christeven menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Serang untuk memberikan keterangan sebagai saksi korban. Mereka menerangkan bahwa selaku pemegang saham mayoritas sama sekali tidak pernah mengetahui mengenai Akta Perubahan Nomor: 17 Tanggal 24 Januari 2018, tentang Pengangkatan Kembali Direksi & Komisaris Perseroan. Pada sidang tersebut, terdakwa Leo tidak membantah kesaksian tersebut.

Tampaknya para direksi tersebut tak hanya bergelut dengan kasus dugaan pemalsuan akte perusahaan, sebab Mimihetty melalui kuasa hukumnya, Nico, kembali melaporkan mereka ke Bareskrim Polri. “Laporan terkait dugaan penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang, karena uang puluhan milyar rupiah kemana saja ini, tidak jelas dan tidak ada laporan pertanggungjawaban yang sah, terlebih lagi perusahaan saat ini dikuasai oleh mereka, apa dasar mereka kuasai perusahaan ? Masa jabatan mereka kan sudah habis di 2017 serta Akta Perubahan Nomor: 17 Tanggal 24 Januari 2018, tentang Pengangkatan Kembali Direksi & Komisaris Perseroan, patut diduga palsu karena terbit tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan pemegang saham mayoritas ” kata Nico.

Menurut Nico, modal puluhan miliar dari Mimihetty selaku pemegang saham mayoritas, tidak ada kejelasan dan pertanggungjawabannya. “Hingga saat ini pemegang Saham mayoritas tidak mengetahui laporan keuangan perusahaan yang jelas dan sah yang telah diaudit, tidak dapat akses ke perusahaan dan tidak pernah mendapatkan deviden dari perusahaan, bahkan perusahaan sampai saat ini masih dikuasai oleh mereka yang hanya tercatat pemegang saham 3% saja tanpa ada dasar yang jelas” kata Nico. [TVP/RH]

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *