Warga Perbatasan Lebih Sering Menerima Siaran Radio Malaysia
[PONTIANAK] Hingga saat ini pihak Malaysia sudah melakukan kasus pelanggaran spektrum frekuensi sebanyak 20 kasus di Kalimantan Barat (Kalbar) khususnya di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
Kondisi ini mengakibatkan warga Indonesia di perbatasan lebih sering menerima siaran radiao Malaysia dibandingakn dengan siaran radio Indonesia khususnya Radio Republik Indonesia (RRI).
Salah satu cara untuk mengatasi pelanggaran spektrum frekuensi ini maka pemerintah harus membangun infrastruktur di wilayah perbatasan. Dengan ketersediaan infrastruktur ini maka intervensi frekuensi yang dilakukan Malaysia akan sulit masuk ke Indonesia khususnya di daerah perbatasan
Hal itu dikatakan Kepala Balai Monitor Spektrum frekuensi Kelas II Pontianak, Siti Hapsah Roy, kepada wartawan usai acara Focused Group Discused (FGD) dengan tema tinjauan kritis tentang pemanfaatan frekuensi dan perangkat telekomunikasi di era demokrasi, di Pontianak, Kamis (18/10).
Ia mengatakan, permasalahan atau kasus pelanggaran frekuensi yang paling banyak terjadi adalah di daerah perbatasan. Yaitu interpensi siaran radio Malaysia di daerah perbatasan. Artinya banyak frekuensi radio Malaysia yang lebih banyak masuk ke wilayah perbatasan Kalbar dengan Sarawak Malaysia.
Pada hal frekuensi itu tidak diperbolehkan masuk ke wilayah Indonesia, selain itu ada juga frekuensi yang mengudara dengan coba coba tetapi ijinnya tidak ada.
Sekararang ini yang menjadi permasalahan dan perlu diantisipasi adalah adanya frekuensi yang menimpa BMKG. Namun permalasahannya sudah dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik.
Pada dasarnya pihak balai monitoring spektrum dan frekuensi hanya melakukan monitoring dan memberikan atau menimbulkan data. Selanjutnya yang menyelesaikan permasalahan kasus interpensi frekuensi yang dilakukan Malaysia adalah pemerintah pusat.
Selama ini penyelesaian masalah interpensi frekuensi yang dilakukan oleh Malaysia ini terus diselesaikan oleh Kemterian Komimfo. Yaitu dengan cara pengukuran ulang frekuensi dan juga di selesaikan melalui Joint Comite Comunication (JCC) dan pembahasan ini dilakukan setiap tahun.
Ia menambahkan, salah satu cara untuk menyelesaikan masalah atau kasus interpensi frekuensi ini adalah pemerintah Indonesia harus membangun infrastruktur khususnya di daerah perbatasan. Sehingga frekuensi Malaysia tidak mampu menginterpensi frekuensi di daerah perbatasan.
Hal ini penting karena dengan adanya permasalahan interpensi ini, maka masyarakat perbatasan lebih sering mendegarkan siaran radio Malaysia. Sementara siaran radio Indonesia khusus RRI sangat sulit atau sangat jarang di terima oleh masyarakat perbatasan.
Dengan adanya imfrastruktur yang sudah memadai itu, maka frekuensi dari Malaysia akan sulit masuk dan menginterpensi frekuensi di Kalbar khususnya di perbatasan.
Selanjutnya dengan pembangunan imfrstruktur itu maka masyarakat perbatasan hanya menerima siaran dari RRI atau frekuensi dari Indonesia. [SOS]