Calo Pekerja Migran Terus Beraksi, Bekerja Sama dengan Parpol Tertentu ?
“KAMI tidak tahu apa itu Desa Migran Produktif (Desmigratif). Pemerintah Desa atau pemerintah kecamatan atau pemerintah kabupaten tidak pernah sosialisasi, sehingga kami tidak tahu”.
Kata-kata itu keluar dari mulut 63 calon pekerja migran Indonesia (PMI) dibatalkan pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) keberangkatan mereka ke sejumlah negara di Timur Tengah di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Kamis (15/12/2022).
Ke-63 calon PMI ini dijanjikan oleh para calo untuk dipekerjakan di Arab Saudi, Qatar dan sejumlah negara Timur Tengah lainnya dengan gaji yang tinggi. Para calon PMI ini berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB); dari Tangerang, Banten dan beberapa daerah di Jawa Barat antara lain Cianjur.
Para calo mendatangi mereka, di rumah mereka masing-masing. Para calo menjanjikan para calon PMI ini dengan uang sebesar Rp 10 juta untuk keluarga mereka, yang terpenting mereka bersedia diberangkatkan ke Timur Tengah, menjadi pekerja rumah tangga melalui jalur tidak resmi.
Para calon PMI ini dibuatkan paspor umroh atau wisata oleh para calo yang dibelakangnya adalah perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri. Dijanjikan para calo, begitu para calon PMI ini sampai di negara penempatan, mereka (PMI) diberikan paspor kerja.
Aidah (24 tahun) asal Lombok Barat, NTB mengatakan, ia didatangi seorang perempuan yang bernama Ida di rumahnya. Ida menyodorkannya uang Rp 2,5 juta untuk ditinggalkan untuk keluarga. Sedangkan sisanya sebesar Rp 7,5 juta akan diberikan kepada Aidah begitu ia sampai di Arab Saudi.
“Paspor Umroh saya sudah disiapkan sama Ibu Ida. Saya hanya siap berangkat saja. Uang pesawat dan semuanya ditanggung Ibu Ida,” kata Aidah ketika ditemui media ini di Gedung Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta Timur, Selasa (20/12/2022).
Hal yang sama diakui Sundusiyah (27) asal Lombok Barat, NTB. “Saya sudah senang Pak akan segera diberangkatkan ke Arab Saudi. Eh, malah dibatalkan pemerintah,” kata Sundusiyah.
Aidah dan Sundusiyah bersama 61 temannya senasib sejak dibatalkan pemberangkatan oleh pihak Kemnaker, pihak Kemnaker menempatkan mereka sementara di gedung tersebut. Sejak mereka ditempatkan di gedung itu, mereka didatangi oleh polisi meminta keterangan mereka satu-satu. Ya semoga wawancara dari pihak polisi ini membuahkan hasil yakni menangkap para calo dan pihak perusahaan di belakangnya.
Aidah, Sundusiyah dan semua calon PMI digagalkan keberangkatan itu mengaku terpaksa mengambil jalur tidak resmi itu untuk bekerja di luar negeri karena tertarik yang Rp 10 juta serta gaji besar yang dijanjikan. “Katanya sih saya akan digaji sekitar Rp 10 juta tiap bulan,” kata Sundusiyah.
Ketika ditanya, mengapa tidak pakai jalur resmi seperti mendaftar di kantor desa melalui Desmigratif, mereka mengaku, tidak tahu. Selain itu, mereka mengaku ribet dan harus mengeluarkan uang banyak kalau melalui jalur resmi.
Laksanakan UU PPMI
Pengiriman PMI secara illegal ke luar negeri terutama ke negara-negara Timur Tengah terjadi sejak lama. Untuk mengakhiri semua itu, pada tahun 2017 pemerintah dan DPR mengesahkan dan memberlakukan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Penempatan dan Pelindungan PMI.
Pada 8 UU ini mengatur secara khusus mengenai pelindungan terhadap PMI yakni pelindungan sebelum berangkat ke negara tujuan, pelindungan saat berada di negara penempatan dan pelindungan ketika kembali ke Tanah Air.
Salah satu bentuk pelindungan sebelum berangkat adalah sosialisasi mengenai syarat-sayarat bekerja di luar negeri, untung dan ruginya, tantangannya, serta pembengkalan untuk meningkatkan kompetensi calon PMI.
Yang bertugas memberikan pelindungan sebelum pemberangkatan ini adalah pemerintah pusat, provinsi, kabupatan sampai desa. Salah satu unit di desa untuk memberikan perlindungan adalah unit Desmigratif. Namun, sepertinya keberadaan Desmigratif ini tidak maksimal bahkan tidak ada sama sekali, sebagaimana diakui para calon PMI di atas.
Dalam UU 18 Tahun 2017 tentang Penempatan dan Pelindungan PMI ini juga diatur sanksi pidana yang cukup berat untuk siapa pun yang mengirim calon PMI tanpa melalui jalur legal. Namun, boleh undang-undangnya bagus kalau masih saja oknum bekerja sama sama calo dan pihak perusahaan pengalur yang nakal sebagai terjadi sejak dulu, maka sia-sia.
Kalau masih banyak oknum seperti itu, keberadaan Kemnaker dan Badan Penempatan dan Pelindungan PMI hanya lembaga yang pura-pura menggerebek, toh di belakang layar tetap ada oknum meraup untung.
Ya, kita berharap Kemnaker dan BP2MI setop “perang dingin” tetapi bekerja sama yang baik agar calo-calo dan berusahaan nakal diseret ke meja hijau.
Kita tunggu kelanjutan dari pembatalan pemberangkatan 63 calon PMI illegal ini. Apakah ada perusahaan dan calo yang ditangkap ? Atau calonya pengurus Parpol tertentu ? Atau calonya dimainkan oknum pejabat Parpol atau iknum pejabat ? Semoga tidak ! [EH]