Ratna Sarumpaet Patut Diduga Coba Melakukan Kejahatan
Rabu, 3 Oktober 2018, pagi salah satu teman di salah satu grup WA saya memposting foto Ratna Sarumpaet yang kelihatan wajah dengan luka memar, dengan tulisan di bawah foto dengan kata-kata “Dianiaya”.
Foto Ratna disejajarkan foto Novel Baswedan, penyidik KPK yang matanya buta karena disiram air keras oleh orang tak dikenal, dengan tulisan di bawahnya “Disiram air keras”.
Selanjutnya ada foto seorang ulama dengan tulisan”Dianiaya”. Foto yang lain lagi Neno Warisman dengan tulisan di bawahnya “Diteror”. Selanjutnya lagi foto Mardani Alisera, politisi PKS dengan tulisan “Dibommolotov”. Foto Hermansyah dengan tulisan,”Dibacok”.
Selanjutnya diakhir gambar2 itu terpampang tulisan,”Siapa lagi akan jadi korban ? Stop kekerasan sekarang juga !!! Pemilu #2019GantiPresiden”.
Membaca WA teman ini saya tak kaget. Mengapa ? Karena ia biasa begitu, anti pemerintahan Jokowi, suka sebarkan berita hoax, suka anggap orang yang beragama lain dengan agamanya, kafir ! Teman ini berasal dari Parpol yang shok paling beragama tetapi di dalamnya banyak maling.
Di media sosial dan media massa juga ramai menginformasikan Ratna yang sudah kelihatan keriput ini dianiayai. Sebagai orang yang belajar ilmu hukum saya sangat ragu dengan informasi ini.
Karena, pertama, kalau benar ia dianiaya mengapa ia atau simpatisannya tidak melapor ke polisi. Dugaan penganiayaan ini memang bukan delik aduan, tetapi siapa tahu polisi tak tahu makanya melapor saja ke polisi, bukan berkoar-koar sampai manusia sekelas Prabowo pun harus membuat konferensi pers soal ini.
Keraguan saya selanjutnya adalah Ratna selama ini suka mengeluarkan komentar serta berbuat yang anti pemerintahan Jokowi. Karena itu, saya menduga kuat Ratna dan manusia-manusia yang in line dengannya memang sengaja buat isu yang tidak benar. Saya menduga foto bonyok itu bukan foto Ratna, tetapi foto orang yang mirip dengannya, kemudian diinformasikan foto dia. Atau bisa juga foto yang dibuat-buat.
Karena panasnya informasi Ratna dianiaya ini, serta adanya tudingan kepada polisi, maka polisi pun melakukan langkah-langkah profesional. Hasil penelusuran tim Polri, maka secara resmi Polri mengumumkan Ratna melakukan operasi plastik. Bukan dianiaya !
Setelah Polri mengumumkan hasil investigasinya, maka Ratna keluar dari “sarang”nya. Ia mengaku, ia telah berbohong.
Atas tindakan Ratna sejak awal sampai ia mengaku, saya berpendapat bahwa Ratna patut diduga melakukan tindak pidana percobaan menjelekan pemerintahan Joko Widodo serta mengadu domba masyarakat.
Perbuatan percobaan melakukan tindak pidana diatur dalam Pasal 53 KUHP. Ayat (1) Pasal ini berbunyi,”Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata, dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksaaan itu bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”.
Dari bunyi ayat ini dapat diuraikan, pertama, adanya niat. Kedua, adanya permulaan tindakan.
Ratna sudah kelihatan adanya niat dan permulaan perbuatan untuk menjelekan pemerintahan Jokowi dan mengadu domba masyarakat.
Hal ini terlihat ketika Fadli Son, Prabowo melakukan protes secara terbuka, ia tidak segera menyetop dan meminta maaf. Selain itu banyak masyarakat, seperti teman saya di atas, langsung menjelekan pemerintahan Jokowi. Oleh karena itu, dua unsur ini terpenuhi.
Ratna melakukan permintaan maaf dan mengatakan ia berbohong sesudah polisi membongkar dan mengumumkan kebohongannya. Mengapa ia tidak meminta mengaku berbohong dan meminta maaf sebelum polisi umumkan ? Patut diduga ia merasa polisi tidak akan bisa membongkar kebohongannya. Kalau polisi tidak bisa membongkar maka nama pemerintah jadi jelek, dan masyarakat pun bertikai. Jahat bukan ?!
Lalu, persis tindak pidana apa yang dilakukan Ratna ? Pertama, Ratna patut diduga melakukan penipuan kepada publik. Oleh karena itu Ratna dijerat dengan Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun bui.
Kedua, dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 27 ayat (3) berbunyi,” Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik,”.
Ratna telah menyebarkan fotonya di media sosial dan patut diduga menghina pemerintahan Jokowi cq Polri yang patut diduga Ratna bermotif agar masyarakat menilai pemerintah (Polri) tidak becus menjaga keamanan sehingga Ratna dianiaya.
Atas dugaan perbuatannya ini Ratna dihukum enam tahun penjara sebagai diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE.
Ketiga, Ratna juga dapat dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang berbunyi,”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”. Atas perbuatan seperti ini Ratna dihukum enam tahun penjara sebagai diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Namun, ini analisa saya, dan masih bersifat dugaan. Tentu yang berwenang penyidik Polri. Mari kita dorong dan dukung Polri agar segera mengusut kasus ini ! Viva Polri !
Edi Hardum, SH.MH, advokat Peradi, Jakarta