Pemkab Manggarai Hibahkan Tanah untuk PT Pertamina, Tidaklah Berlebihan !

0

Kantor Pertamina

Oleh : Edi Hardum, SH, MH, praktisi Hukum, Jakarta

BEBERAPA hari belakangan, media massa di Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama Manggarai, termasuk media sosial (medsos) diramaikan dengan berita Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai akan menghibahkan tanah seluas 24.640 meter persegi (2,4 ha) di Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok, kepada PT Pertamina (Depot Pertamina).

Kantor Pertamina

Bupati Manggarai, Deno Kamelus, sebagaimana diberitakan voxntt, 8 Desember 2018, mengatakan, pihaknya memberikan tanah a quo (yang dimaksud) dengan sistem hibah kepada PT Pertamina. Deno mengaku, ada pilihan lain yang bisa diambil dalam penyerahan tanah a quo. Misalnya dalam bentuk jual beli. Namun, pilihan ini tidak diterima oleh PT Pertamina. Jika tetap dipaksakan, maka risikonya PT Pertamina akan go dari Reok.

Pilihan lain yakni, kerja sama pemanfaatan. Menurut Deno pilihan ini tidak bisa dilakukan, karena PT Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). ”Kalau bilang penyertaan modal, tidak ada penyertaan modal daerah kepada BUMN, yang boleh hanya kepada BUMD. Itu aturannya,” ujar Deno.

Tidak hanya itu, ada pula bill operational transfer (BOT). Ia menjelaskan, PT Pertamina misalnya membangun gedung di atas tanah tersebut selama 30 tahun dan disewakan. Selanjutnya, pemerintah bisa mengambil kembali atau bisa diperpanjang. Kalau hak pakai, kata dia, harus memakai Peraturan Daerah (Perda) tentang sewa tanah dengan hitungannya per meter persegi.

Wakil Bupati, Victor Madur menambahkan, pihaknya tidak memilih itu semua, tetapi memilih hibah saja, dengan pertimbangan keberadaan Pertamina di Manggarai sangat besar untuk masyarakat Manggarai.

Jauh sebelum Deno Kamelus memberikan alasan seperti di atas, banyak pihak menentang keras rencana menghibahkan tanah yang dimaksud. Seperti mahasiswa yang tergabung dalam dalam Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) menggelar unjukrasa menolak rencana itu.

Tidak ketinggalan Justice, Peace, and Integration of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng juga ikut memerotes. Koordinator JPIC Keuskupan Ruteng, Pastor Marten Jenarut, Pr, sebagaimana ditulis voxttt, Senin (10/12), menilai kebijakan menghibahkan tanah a quo kepada PT Pertamina bukan dikategorikan sebagai hibah untuk kepentingan umum atau pembangunan. ”Karena itu agak lucu kalau aset tanah milik masyarakat Manggarai dihibahkan kepada lembaga bisnis, untuk selanjutnya menjadi milik penerima hibah sekaligus menguntungkan penerima hibah,” ujar Pastor Marten.

Bagi Marten, tanah seluas 24.640 meter persegi di Kelurahan Wangkung Kecamatan Reok itu tentu saja diberikan kepada badan usaha yang melakukan investasi dan padat modal, serta berorientasi pada bisnis. ”Lalu pemberi hibah dapat apa?” tanya salah satu imam yang bertugas di Keuskupan Ruteng itu. Sebab itu, Pastor Marten menganjurkan agar penetapan hibah tanah kepada Depot BBM Pertamina Reo itu perlu dievaluasi kembali.

Keberadaan BUMN

Sejak awal dimulainya silang pendapat mengenai rencana hibah tanah tersebut, saya dikontak sejumlah teman asal Manggarai baik yang berada di Jakarta maupun yang tinggal di Manggarai agar ikut memberikan pendapat. Saya sejak awal memang agar “malas” memberi pendapat karena saya pikir, Pemkab Manggarai menghibabkan tanah a quo pasti mengkali sejumlah peraturan perundang-undangan terlebih dahulu.
Namun, walau demikian, karena saya sebagai warga Manggarai khususnya dan warga Indonesia umumnya maka sepertinya wajib memberikan pendapat, apalagi perdebatannya sudah panas. Saya beranggapan semoga pendapat saya, sedikit memberi pencerahan kepada banyak orang, terutama yang belum paham soal fungsi BUMN dan hubungan dengan pemerintah (negara).

Hibah

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata “hibah” berarti pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Kata “menghibahkan” berarti memberikan sesuatu (rumah, sawah, dan sebagainya) sebagai hibah kepada seseorang, biasanya diperkuat oleh akta notaris, pemerintah setempat, saksi dan sebagainya.

Praktik hibah tanah umum di Manggarai, dalam ingat dan kesaksian hidup penulis, sudah lama dilakukan. Yang paling dan sering dilakukan adalah masyarakat, baik perseorangan maupun atas nama masyarakat adat menghibahkan tanah dengan luas berhektar-hektar untuk gereja, dan juga perkantoran pemerintah.

Hal seperti ini, setahu penulis, tidak ada masyarakat atau organisasi masyarakat yang mempersoalkan. Mengapa ketika tanah negara (pemerintah) dihibahkan kepada Pertamina diributkan ? Ok, mungkin ini persoalkan lain. Namun, coba direnungkan !

Pertamina Salah Satu BUMN

PT Pertamina merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keberadaan BUMN di Indonesia diatur atau dipayungi dengan Undang-undang (UU) Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negaran (BUMN).

UU ini dalam pertimbangannya menyatakan, BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. Selanjutnya dijelaskan, BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

UU BUMN juga dengan tegas mendefenisikan BUMN yakni sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1, yang menyatakan bahwa BUMN Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51
% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan
utamanya mengejar keuntungan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah karena seluruh atau sebagian besar modal BUMN dimiliki oleh negara demi kemakmuran rakyat, lantas BUMN boleh dihibahkan tanah oleh negara atau bisa memiliki tanah negara ?

UU 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) Pasal 21 menyatakan bahwa hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik atas tanah. Akan tetapi, dalam Pasal 21 ayat (2) UUPA diberikan pengecualian, yaitu bahwa pemerintah dapat menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik.

Hal seperti ini bisa diperiksa Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah (“PP No. 38/1963”). Pasal 1 PP 38 Tahun 1963, badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik, yakni, pertama, Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara).

Kedua, perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 (Lembaran-Negara Tahun 1958 Nomor 139).  Ketiga, Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama.

Keempat, badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.

Jadi berdasarkan berdasarkan uraian Pasal 1 PP 38 Tahun1963 di atas, maka bisa disimpulkan BUMN tidak termasuk ke dalam badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.

Walaupun tidak dapat mempunyai tanah hak milik, BUMN masih dapat mempunyai hak atas tanah yang lain, pertama, Hak Guna Usaha (Pasal 30 UUPA), kedua, Hak Guna Bangunan (Pasal 36 UUPA), ketiga, Hak Pakai (Pasal 42 UUPA); dan keempat, Hak Pengelolaan (Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan).

Fungsi BUMN

Keberadaan BUMN di Indonesia bertujuan melaksana Pasal 33 UU 1945, khususnya ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi penting bagi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Kemudian bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari ketentuan pasal 33 UUD 1945 itu dapat dijabarkan mengenai tujuan BUMN yakni, pertama, berpean penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Pada fungsi inilah keberadaan PT Pertamina di Manggarai, dalam hal ini Depot Pertamina di Reok, tentu sangat membantu kebutuhan akan BBM, yang memberi efek yang posetif untuk memantik pertumbuhan dan perkembangan sektor ekonomi lainnya.

Kedua, menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat digarap swasta. Contoh nyata dalam hal ini adalah pengadaan listrik dan penyediaan BBM di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Manggarai. Yang menjalankan dua fungsi ini adalah PT PLN dan PT Pertama.

Ketiga, penyedia lapangan kerja. Yang pasti keberdaan BUMN di mana saja, termasuk PT Pertamina di Manggarai, pasti menyerap tenaga kerja tidak sedikit.

Keempat, memberi bimbingan terhadap golongan ekonomi lemah. Keberadaan BUMN sebagai pusat dari perekonomian potensial negara akan membuat banyak pihak swasta belajar mengembangkan diri. BUMN dapat menginspirasi atau bahkan membimbing pihak swasta agar dapat mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan pasar.

Kelima, sumber pendapatan negara. Perlu diketahui, salah satu pendapatan negara, selain pajak adalah dari usaha atau BUMN. Oleh karena itu, sangat berlebihan kalau ada yang berpendapat bahwa keberadaan Pertamina di Manggarai hanya untuk kepentingan dan keuntungan perusahaan itu. Ingat, Pertamina untung maka negara ini juga untung. Kalau pihak Pertamina korupsi, tentu Pertamina akan berhadapan dengan hukum.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan penjelasan peraturan perundang-undangan dan fungsi BUMN di atas, maka penulis simpulkan dan menyaran. Pertama, Pemkab Manggarai menghibahkan tanah a quo ke Pertamina tidaklah berlebihan.

Kedua, hanya kalau Pemkab Manggarai dalam menghibahkan tanah a quo perlu dibuat perjanjian bahwa kalau seandainya PT Pertamina berubah menjadi swasta atau swastanisasi (menurut penulis, ini tak mungkin terjadi) atau PT Pertamina tidak beroperasi lagi di Manggarai, maka tanah a quo dikembalikan ke pemerintah Manggarai. Atau kalau PT Pertamina tidak memfungsikannya seperti menganggur, maka Pemkab Manggarai dapat mengambil kembali.

Ketiga, PT Pertamina tidak boleh menjual tanah a quo ke pihak lain, terutama kepada pihak swasta. Tanah a quo murni digunakan PT Pertamina dalam rangka “melayani” masyarakat Manggarai khususnya dan NTT umumnya dalam meningkatkan atau membantu perekonomian mereka.

Lalu bagaimana dengan ketentuan Pasal 1 PP 38 Tahun 1963, yang tidak membolehkan BUMN memiliki tanah, menurut penulis karena fungsi PT Pertamina begitu penting untuk Manggarai, maka peraturan ini bisa diabaikan. Untuk itu, saya sepakat dengan dengan Pemkab Manggarai.

Tentu yang tidak tidak dibenarkan oleh hukum adalah kalau Pemkab Manggarai menghibahkan tanah a quo dengan meminta imbalan untuk kepentingan orang tertentu atau Bupati Manggarai sendiri.

Kalau ini yang dipraktikan Pemkab Manggarai atau DPRD Manggarai, pihak PT Pertamina harus menolak dengan keras. Tiuplah pluitmu Pertamina kalau ada yang meminta imbalan, biar aparat penegak hukum bertindak !

Perlu diketahui banyak juga aset pertamina atau aset BUMN lain, termasuk tanah, diambil alih oleh negara (pemerintah) untuk membangun kantor pemerintah atau untuk kepentingan pemerintah lainnya. Pemerintah di sini tentu termasuk pemerintah daerah. Hal ini dilakukan pemerintah kalau aset-aset yang dimaksud dimanfaatkan.

Contoh: pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan menerima tanah seluas 330.902 meter persegi senilai Rp 7 miliar dari PT Pertamina melalui Kementerian Keuangan. Tanah tersebut akan digunakan sebagai kawasan perkantoran pemerintah kabupaten maupun instansi vertikal kementerian lembaga.

Contoh lain Kementerian Pertahanan cq Angkatan Laut menerima hibah tanah seluas 95.361,5 meter persegi dan bangunan dengan total nilai Rp 139 miliar dari PT Pertamina melalui Kementerian Keuangan. Tanah dan bangunan itu akan dibangun Pangkalan Utama TNI AL XIV Sorong. (Kompas.com, 7 Agustus 2018).

Jadi, berdasarkan itu, janganlah buruk sangka kepada PT Pertamina dan Pemkab Manggarai. Ingat, tanpa BUMN pembangunan negara atau daerah kita tak berjalan baik.
Mari kita dorong dan awasi kegiatan Pertamina di Manggarai agar benar-benar membawa keuntungan bagi negara atau kemakmuran rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 UUD 1945. xxxx

NB: Tulisan ini dibuat bukan karena pesanan dari pihak tertentu, terutama Pemkab Manggarai atau PT Pertamina. Ini murni pendapat pribadi dan merupakan inisiatif pribadi. Tuhan memberkati kepada yang membaca tulisanku ini.

 

 

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *