July 27, 2024

Indonesia-Jepang Tandatangani MoU Kerja Sama Tenaga Kerja Skill

0

Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri (kiri) bersama Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii (kanan) menandatangani Memorandum of Cooperation (MoC) dan Memorandum of Understanding (MoU) di Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Jakarta, Topvoxpopuli.com–Jepang mengalami kekurangan tenaga kerja usia produktif. Untuk itulah, salah satunya Jepang bekerja sama dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang sepakat menjalin kerja sama di bidang penempatan tenaga kerja berketrampilan spesifik atau spesified skilled worker (SSW) untuk bekerja di Jepang.

Kesepakatan tersebut ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Cooperation (MoC) dan Memorandum of Understanding (MoU) tentang pemagangan antara Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri dengan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii di Jakarta, Selasa (25/6/2019). “Ini kesempatan bagi kita untuk mengisi jabatan-jabatan di sektor formal yang banyak dibutuhkan di Jepang,” kata Hanif usai melakukan penandatanganan MoC dan MoU.

Hanif menyatakan, selama ini Jepang relatif tertutup bagi tenaga kerja asing (TKA). Namun. mengingat adanya problem populasi di Jepang, kini Jepang telah membuka diri untuk bekerja sama bidang penempatan tenaga kerja yang sebelumnya masih kerja sama pemagangan.

Hanif mengungkapkan, saat ini hingga beberapa tahun ke depan, Jepang akan mengalami shortage tenaga kerja dan aging society. Dengan kondisi tersebut, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja usia produktif, maka Jepang harus merekrut tenaga kerja asing.

Kebijakan baru dikeluarkan pemerintah Jepang dengan menerbitkan regulasi keimigrasian berupa residential status baru bagi SSW (TKA) yang akan bekerja ke Jepang.

“Dengan residential status tersebut, Pemerintah Jepang membuka peluang kerja pada 14 sektor bagi tenaga kerja asing SSW. Total kuota SSW untuk seluruh negara, termasuk Indonesian ada 345.150 tenaga kerja,” kata Hanif.

Hanif menjelaskan, kondisi Jepang dengan aging population (penuaan) dan bonus demografi (pemudaan) yang dialami Indonesia akan menguntungkan kedua belah pihak dan memberikan manfaat bagi kedua pihak. “Kita targetkan lima tahun depan, kita dapat mengambil sekitar 20% atau 70.000 orang dari 350.000 kebutuhan tenaga kerja asing di Jepang,” katanya.

Adapaun, sektor-sektor pekerjaan yang dibutuhkan antara lain, care worker; building cleaning management; machine parts and tooling industries; industrial machiner; industry electric, electronics; and information industries construction industries shipbuilding and ship machinery industry; automobile repair and maintenance; aviation industry; accomodation industry; agriculture; fishery and aquacultur; manufacture of food and beverages; dan food service industry.

Untuk mempercepat proses penempatan ini, maka langkah, pertama, bisa dimulai dari pemuda yang sedang mengikuti program pemagangan di Jepang. Sebelumnya masa pemagangan hanya tiga tahun, maka bisa diperpanjang menjadi lima tahun. Kedua, alumni pemagang Jepang yang sudah kembali ke Indonesia.

Membuka Peluang

Sementara itu, Dirjen Pembinaan Penempatan dan Perluasan Kerja, Maruli A Hasoloan, menambahkan, kandidat tenaga kerja berketerampilan spesifik atau SSW terbagi ke dalam empat kategori. Pertama, new comer yakni calon pekerja migran Indonesia yang tidak memiliki pengalaman magang di Jepang dan berangkat bekerja ke Jepang dari Indonesia.

Kedua, ex-TIT in Indonesia yakni calon pekerja migran Indonesia yang memiliki pengalaman magang atau technical intern trainee (TIT) di Jepang dan berangkat bekerja ke Jepang dari Indonesia. Ketiga, ex-TIT in Japan yakni calon pekerja migran Indonesia yang telah menyelesaikan program magang di Jepang dan melanjutkan bekerja di Jepang. Keempat, student yakni calon pekerja migran Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan formal di Jepang dan melanjutkan bekerja di Jepang.

“Pemerintah Jepang telah membuka peluang bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia untuk mengirimkan tenaga kerja mudanya mengikuti program pemagangan di perusahaan-perusahaan Jepang. Hingga bulan Mei 2019, Indonesia telah memberangkatkan 81.302 orang peserta,” kata Maruli.

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada peserta pemagangan WNA di Jepang, parlemen Jepang telah menetapkan Act Nomor 89 Tahun 2016 on Proper Technical Intern Training and Protection of Technical Trainees (Act on TITP) ada tanggal 28 2016 dan diberlakukan mulai 1 November 2017.

Adapun lima poin penting dalam draft MoC, kata Maruli, pertama, yaitu penunjukkan contact point dari masing-masing pmerintah dalam penyelenggaraan pemagangan bagi peserta asal Indinesia di Jepang. Contact point pihak Jepang adalah OTT, MOJ, MHLW. “Sedangkan pihak Indonesia adalah Direktorat Bina Pemagangan, Ditjen Binalattas Kemnaker,” ujar Maruli.

Kedua, ketentuan yang tertuang dalam draft MoC tetap mempertahankan peraturan perundangan yang berlaku di masing-masing negara. Ketiga, Kemnaker berkewajiban untuk mengirimkan informasi dan daftar lembaga pengirim yang memenuhi persyaratan dan sudah memiliki izin.

Keempat, pihak Kementerian di Jepang berkewajiban masing-masing bertanggung jawab untuk mengawasi lembaga pengirim/penerima di wilayah negara masing-masing. Kelima, Kemnaker dan pihak Kementerian di Jepang masing-masing bertanggung jawab untuk mengawasi lembaga pengirim/penerima di wilayah negara masing-masing. [TVP/Edi Hardum]

 

 

 

 

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *