July 27, 2024

Pemerintah Telah Lama Mengabaikan Koperasi

0

Oleh : Suroto, Chief Executif Officer (INKUR)

 

SELAMA 50 tahun semenjak Orde Baru hingga kini, kita mendapati koperasi dalam dua label. Sebagai lembaga yang selalu diglorifikasi dan sekaligus dihinakan. Disebut sebagai sokoguru ekonomi tapi sekaligus dianggap lamban dan pergerakanya dianggap seperti siput.

Kenyataanya di lapangan, sebetulnya memang tidak terlalu menggembirakan. Disebut sebagai sokoguru sebagai teori tapi tidak dalam modus operandi. Dalam praktik sehari-hari.

Kenyataan ini dapat dengan mudah dapat kita lihat dari capaianya. Selama ini kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto ( PDB) disebut hanya 5,1% menurut Kantor Kementerian Koperasi dan UKM (2019). Ini pun belum didasarkan pada hitungan statistik yang solid dan belum masuk dalam hitungan kantor Badan Pusat Statistik (BPS).

Hitungan statistik koperasi kita memang sangat memprihatinkan. Tenryata di lapangan, hanya berupa keragaan statistik yang semau-maunya pejabat menaikkan dan menurunkan angkanya. Hitungan statistik koperasi itu seperti mengatakan jumlah ekor sapi perah yang banyak namun kenyataanya ketersediaan susu sangat kurang.

Ketika penulis pelajari, banyak keberhasilan koperasi di banyak negara lain itu ternyata adalah riil memang berjalan di lapangan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Pemerintah tidak hanya menglorifikasi tapi sungguh-sungguh mau menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan koperasi. Menganggap koperasi adalah instrumen penting sebagai model kelembagaan yang cocok untuk mencapai pertumbuhan ekonomi secara berkeadilan.

Lebih penting dari itu, mereka menganggap bahwa koperasi memiliki kecocokan dengan nilai-nilai kearifan lokal untuk selamatkan lingkungan dan juga ciptakan perdamaian.

Dalam konteks penghargaan nilai kearifan lokal, koperasi dianggap membuat pengakuan dari praktek kebersamaan dan solidaritas. Koperasi dianggap berarti bagi penyelamatan lingkungan hidup karena letakkan supremasi bisnis itu pada keputusan demokratis bukan pada dominasi modal. Sehingga mereka yang hanya datang mengejar keuntungan dan abaikan kepemtingan lingkungan akan mendapatkan tentangan dari orang-orang koperasi.

Praktik di banyak negara, koperasi yang inklusif sifatnya yelah mempertinggi nilai kerjasama terbuka bagi semua orang yang merupakan faktor kunci dari penciptaan perdamaian. Sesuatu yang vice versa, bertentangan dengan sistem kapitalisme yang penuh slogan persaingan yang menjadi akar dari segala konflik.

Hari ini, kita telah mendapati kondisi yang sangat tidak baik dalam regulasi koperasi. Koperasi diperlakukan sangat diskriminatif dalam berbagai regulasi soal ekonomi dan kemasyarakatan.

Koperasi seperti sengaja dibuang dari lintas bisnis modern. Regulasi yang harusnya disamakan justru dibedakan. Apa yang seharusnya diberikan perlakuan yang berbeda secara filosofis justru disamakan.

Contoh kongkritnya, UU BUMN tempatkan koperasi hanya sebagai tempat charity, berbelas kasihan bukan diberikan kesempatan yang sama sebagai badan hukum. Tidak boleh jadi badan hukum investasi asing, tidak boleh menjadi badan hukum rumah sakit, dibuang dari UU Bank Indonesia dan Perbankkan, dan banyak sekali.

Semantara dalam UU yang harusnya dibedakan seperti dalam perlakuan pajak justru disamakan. Sebagaimana kita ketahui bahwa, koperasi itu secara sistem adalah telah menjalankan salah satu prinsip keadilan ekonomi itu secara inheren. Melekat didalamnya fungsi membagi keuntungan dan kekayaan. Sehingga banyak negara seperti Philipina, Singapura, Amerika dan lain sebagainya itu menerapkan pembebasan pajak bagi koperasi atau setidaknya peringanan karena dianggap sebagai hak moralnya koperasi. Sebagai sistem economic patrone refund atau dana perlindungan kembali dan berorientasi pada lokal ekonomi yang penting bagi pertahanan ekonomi politik.

Pemerintah di banyak negara yang maju koperasinya selalu memiliki sebuah cerita sukses yang pertama tama karena terkesan oleh keberhasilan koperasi dalam skala kecil. Tapi kemudian mereka melakukan penelitian secara serius dan membongkar seluruh sumbat botolnya dan termasuk mengoreksi regulasi, kebijakan, kelembagaan lainya yang secara mendasar menghambat koperasi.

Di Indonesia ini, lebih dari 50 tahun pemerintah tidak pernah pedulikan hal ini. Paradigmanya tidak pernah berubah dalam membangun dan memperlakukan koperasi. Bahkan dikatakan secara terang-terangan oleh Prof Hans Mukhner, pakar hukum koperasi Internasional yang diakui reputasinya mengatakan UU Perkoperasian kita adalah yang terburuk di dunia.

Beberapa hal menurut analisa kami, Koperasi itu oleh pemerintah memang sengaja tidak diberikan tempat yang semestinya karena: dianggap membahayakan bagi kepentingan sistem patrone-client atau kepentingan ekonomi kongkalikong antara konglomerasi kapitalis dan pemerintah sendiri. Koperasi hanya dilihat sebagai badan usaha semata-mata. Hal ini berakar karena kita tidak pernah memang secara serius untuk mengimplementasikan konsep demokrasi ekonomi, sistem ekonomi yang diperintahkan oleh Konstitusi kita.xx

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *