Bangkang Terhadap UU, Menteri BUMN Harus Tegur Dirut PT Taspen

0

Kiri - kanan: Timbul Siregar (Koordinator Advokasi BPJS Watch) Indra Budi Sumantono (Anggota DJSN), Sri Rahayu - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Sumarjono - Direktur Perencanaan Strategis & TI BPJamsostek, Didik Kusnaini - Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran. Kemenkeu RI ( Foto: TVP / Ryan Hudu )

Jakarta, Topvoxpopuli.com [TVP] – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir harus menegur Direktur Utama PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) yang belum melakupan persiapan pengalihan program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) dari PT Taspen ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek).

“Saya pikir Menteri BUMN segera menegur, bisa perlu memberikan sanksi tegas seperti memecat dari jabatannya sebagai Dirut. Atau siapa pun di dalam PT Taspen yang bandel harus diberi sanksi,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR, Sri Rahayu dalam diskusi soal pengalihan PT Taspen ke BPJamsostek di Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Turut tampil sebagai pembicara dalam acara itu adalah Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar; Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),

Indra Budi Sumantono, Direktur Perencanaan Strategis & TI BPJamsostek, Sumarjono; dan Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kemkeu RI, Didik Kusnaini.

Sri Rahayu mengatakan, pengalihan program JHT dan JP dari PT Taspen ke BPJamsostek merupakan perintah undang-undang. “Sangat disayang kalau ada BUMN yang bangkang terhadap undang-undang. Saya mendukung kalau diberi sanksi tegas,” kata dia.

Melebur dan bergabungnya PT Asabri dan PT Taspen ke BPJamsostek merupakan perintah undang-undang (uu).

Pasal 5 ayat (2) UU 40 / 2000 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berbunyi,”Sejak berlakunya Undang-undang ini, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-undang ini.”

Ayat (3) pasal yang sama uu yang sama pula berbunyi,”Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek); b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen); c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri); dan d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes). Ayat (4) berbunyi,”Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan Undang-undang.”

Pasal 5 ayat (1) UU 23 / 2011 tentang BPJS, menyatakan, berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS. Ayat (2) menyatakan, BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Pasal 6 ayat (1) UU BPJS menyatakan, BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Pasal 6 ayat (2) UU yang sama menyatakan, BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

Pasal 65 ayat (1) UU BPJS menyatakan, PT Asabri menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.

Pasal 65 ayat (2) UU BPJS menyatakan, PT Taspen menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat

tahun 2029.

Pasal 66 UU BPJS menyatakan, ketentuan mengenai tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT Asabri dan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Saat ini pihak PT Taspen tidak terima pengalihan program JHT dan JP ke BPJamsostek. Karena itu, pihak PT Taspen mengajukan uji materi UU 40 / 2000 tentang SJSN dan UU 23 / 2011 tentang BPJS ke MK, terutama pasal yang mengatur mengenai pengalihan yang dimaksud.

Bahkan berdasarkan perintah undang-undang, PT Taspen seharusnya menyiapkan peta jalan pengalihan pengalihan program JHT dan JP ke BPJamsostek. Tetapi yang terjadi, dalam peta jalan yang dibuat PT Taspen malah merancang uji materi atas dua undang-undang tersebut di atas. “Saya sudah membaca peta jalan yang mereka buat dimana bukan menyiapkan pengalihan tapi malah bagaimana supaya tidak bergabung. Ini aneh,” kata Timboel Siregar.

Timboel mengatakan, pihak PT Taspen yang menolak beralih ke BPJamsostek selain melanggar undang-undang juga melanggar sembilan asas jaminan sosial. Salah satu asasnya, kata Timboel, adalah asas kegotoroyongan. Artinya semua lembaga pemerintah atau BUMN yang menyelenggarakan program jaminan sosial harus disatukan dalam sebuah lembaga. “Di BPJamsostek yang sudah diatur UU paling baru kan mengatur soal jaminan pensiun. Mengapa PT Taspen mengatur sendiri ?” kata dia.

Timboel berharap, hakim-hakim di MK yang sedang memeriksa perkara uji materi UU SJSN dan UU BPJS yang diajukan PT Taspen paham benar soal konsep jaminan soal. “Ssehingga dengan demikian uji materi itu ditolak,” kata dia.

Timboel juga menegaskan, BPJamsostek merupakan Balai Layanan Umum (BLU), yang artinya tidak mencari keuntungan. Namun, PT Taspen merupakan BUMN yang merupakan lembaga mencari keuntungan. “Masa mengelola jaminan sosial warga negara dengan mencari keuntungan. Itu tidak boleh,” kata dia. [TVP/RH]

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *