TIKTOK: Dulu Dihina, Kini Menjadi Berkah
Oleh: Stephanie Bella S, Mahasiswi Pasca Sarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Imbauan #stayathome berdampak positif bagi media sosial TikTok asal China. Yang sebelumnya pada tahun 2018, Kominfo bertindak tegas untuk memblokir aplikasi media sosial TikTok, kini menjadi ajang eksistensi banyak orang terutama generasi Milenial.
Ketika masyarakat dihimbau untuk tetap di rumah untuk mengurangi tingkat penyebaran virus Corona, membuat video yang berdurasi singkat kini menjadi kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan viral di media sosial.
Media asal China ini mampu melewati kejayaan media sosial Instagram yang sudah cukup lama eksis. Tak heran, TikTok menarik perhatian banyak masyarakat hampir semua kalangan, tua muda, kalangan menengah ke bawah hingga menengah ke atas pun turut eksis di media sosial Tiktok.
Tidak heran banyak peminatnya, TikTok merupakan aplikasi yang mampu mengasah kreativitas para penggunanya dengan membuat video yang berdurasi singkat. Terdapat beberapa fitur yang ditawarkan TikTok, yakni kolom komentar, kolom like, tagar, efek suara, stiker dan filter, follow dan unfollow.
Oleh karena itu, banyak pihak yang menjadikan media sosial ini sebagai media promosi produk dan iklan yang efektif, misal dengan adanya tantangan menggunakan tagar mengenai suatu produk. Hal ini mampu menaikkan eksistensi suatu produk perusahaan.
Menurut Abidin dalam idxchannel.com, TikTok berhasil meraup USD 115,3 juta atau Rp. 1,6 triliun, sekitar 65,9% dari total keseluruhan pendapatan kotor TikTok sejak dirilis tahun 2016. Dilansir dari Sensor Tower, TikTok meraup USD 175 Juta atau Rp. 2,4 Triliun dari seluruh penggunanya melalui App Store dan Play Store.
Bertambahnya pengguna media sosial TikTok, berpengaruh dengan jumlah iklan dan sumber penghasilan dari iklan yang akan diraup oleh TikTok. Sehingga ini menjadi sumber pendapatan cukup besar bagi pemiliknya ditengah persaingan beragam media sosial, terutama saat pandemik Covid-19.
Banyak motif kegunaan oleh pengguna dalam menggunakan media TikTok, selain mengekspresikan diri dalam berjoget, banyak juga pengguna TikTok yang menggunakannya untuk mempromosikan produk dan jasa.
Angga Anugrah Putra, Head of Content and User Operations TikTok Indonesia pun mengakui konten edukasi menjadi salah satu kategori yang banyak digunakan dan dibuat oleh pengguna TikTok saat pandemik Covid-19. Yang kemudian dipopulerkan dengan tagar #samasamabelajar, terlihat lebih dari tiga miliar kali Juni 2020 ini.
Para pengguna pun yang awalnya hanya mengikuti tren membuat konten unik dan menarik kini menjadi terkenal melalui TikTok. Setelah terkenal di media sosial TikTok, pengguna tersebut dapat meraup keuntungan dari TikTok dan juga menjadi endorse dari beragam produk untuk diiklankan.
Menurut Tirto,id, terdapat tiga faktor pengguna dapat meraup keuntungan yakni jumlah pengikut, suka dan tingkat keterlibatan pada TikTok. Semakin banyak pengikut, suka dan tingkat keterlibatan pengguna maka akan semakin tinggi peluang untuk mendapatkan uang.
Seperti halnya media sosial lainnya, iklan dapat membantu untuk menjangkau banyak pengguna di media tersebut dan lebih dikenal oleh publik.
Tanpa disadari, hal ini salah satu strategi TikTok untuk meningkatkan pengguna dan dalam memasarkan produk yakni menggaet influencer seperti artis dan selebgram agar pemasaran produk dapat berjalan efisien.
Ketenaran Tiktok yang terus melejit, membuat media sosial lainnya gigit jari seperti Facebook, Instagram dan Youtube. Tampaknya influencer berbondong-bondong menggunakan TikTok untuk meningkatkan eksistensi dan mengundang pengikut mereka dari media sosial lainnya untuk mengikuti mereka di TikTok.
Seperti Loren Gray, penyanyi remaja asal Amerika yang berusia 17 tahun, telah memiliki followers lebih dari 35 juta di akunnya @lorengray dan meraup keuntungan hingga Rp. 2,3 miliar setiap kali unggah di TikTok. Selain itu di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejak April 2019 memiliki akun TikTok yakni @kemkominfo. Akun TikTok Kominfo kini telah memiliki 2.720 followers dan 33 video. Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo Indonesia mengakuin media ini digunakan untuk menjangkau anak-anak muda pengguna TikTok dan sebagai konten edukasi terkait hoaks, bullying di media sosial dan edukasi terkait Covid-19.
Hal ini membuktikan bahwa TikTok tidak hanya menawarkan kebutuhan hiburan bagi khalayak, namun dapat memenuhi kebutuhan informasi terutama saat pandemik seperti ini sehingga dapat mendatangkan banyak pengiklan dan meraup keuntungan lainnya.
Sinclar (2016), menegaskan media yang paling sukses tidak dilihat dari bentuknya entah media lama ataupun baru, melainkan media yang mampu mengumpulkan dan membongkar kebutuhan informasi sesuai dengan kebutuhan konsumen yang nantinya akan dibayar oleh pengiklan untuk dijangkau.
Picard dalam Usman Ks (2009) pun mengatakan bahwa ekonomi media berkaitan dengan bagaimana industri media dapat mengalokasikan beragam sumber untuk menghasilkan konten informasi dan hiburan untuk memenuhi kebutuhan audiens, pengiklan dan institusi sosial lainnya. Dalam hal ini, jika TikTok hendak bertahan di tengah persaingan media massa lainnya, harus mampu memanfaatkan fitur TikTok dan sumber daya lainnya untuk menggaet pengguna, influencer, pengiklan dan institusi sosial lainnya. xx