Hakim PN Tangerang Hukum Klien yang Ingkar Janji terhadap Advokat
Tangerang, Topvoxpopuli.com – Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, menghukum Sri Murtanti, warga Pondok Jagung, Jakarta Selatan mewajibkan membayar lawyer fee (jasa advokat) kepada kantor Edi Hardum and Partners sebesar Rp 1 miliar (satu miliar rupiah).
Sri Murtanti merupakan mantan klien advokat Siprianus Edi Hardum, S.H., M.H. dan rekannya Herman, S.H.,M.H., dan Hidayat, S.H.,M.H.
Hal itu sesuai dengan angka yang disepakati antara Siprianus Edi Hardum, S.H.,M.H. dan rekan sebagai kuasa hukum dengan Sri Murtanti sebagai klien dalam Perjanjian Jasa Hukum tertanggal 10 Mei 2020, yang diubah 1 Desember 2021. “Sesuai Asas Hukum Perjanjian bahwa kesepakatan telah dibuat merupakan undang-undang dari para pihak yang terlibat dalam perjanjian,” tegas Majelis Hakim.
Oleh karena itu, tergugat berkewajiban membayar lawyer fee sebagaimana telah disepakati antara penggugat dan tergugat,” tegas Ketua Majelis Hakim Wendra Rais, S.H.,M.H, dalam putusannya, Senin (8/11/2021).
Hakim anggota yang mendampingi Wendra Rais adalah Agus Iskandar, S.H.,M.H, dan Nanik Handayani, S.H.,M.H.
Majelis hakim dalam pertimbangannya mengatakan, jasa hukum advokat harus diberi imbalan honorarium berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. “Jasa advokat yang telah disepakati dan apalagi yang telah dilakukannya harus diberi honorarium sebagai diatur dalam UU 18 Tahun 2003 tentang Advokat,” tegas Wendra Rais.
Pasal 1 ayat (1) UU Advokat berbunyi,”Advokat adalah profesi yang memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-undang ini (UU Advokat-red).
Pasal 1 ayat (2) UU Advokat menyebutkan,”Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien”.
Edi Hardum, panggilan untuk Siprianus Edi Hardum, S.H.,M.H., sesaat seusai persidangkan didampingi rekannya di kantor hukum “Edi Hardum and Partners”, Herman,S.H.,M.H.; Hidayat, S.H.M.H, mengatakan, walaupun putusan majelis hakim itu kurang lengkap namun ia dan dua rekannya yang telah bekerja untuk mantan klien mereka Sri Murtanti berterima kasih kepada majelis hakim.
“Kami tetap berterima kasih kepada majelis hakim. Paling tidak jerih payah kami mengurus kasus ini sampai mantan klien kami mendapatkan hak-haknya terobati atau terbayar,” kata mantan anggota Senat Mahasiswa UGM Yogyakarta ini.
Edi Hardum mengatakan, advokat adalah aparat penegak hukum selain polisi, jaksa dan hakim. “Dengan putusan ini kami menilai majelis hakim menghargai profesi advokat yang juga sama dengan hakim sebagai penegak hukum,” kata alumnus S2 Ilmu Hukum UGM ini.
Menurut Edi Hardum, putusan majelis hakim ini memberi peringatan kepada semua masyarakat, bahwa, pertama, jangan mengingkati kesepakatan yang telah dilakukan apalagi kesepakatan itu secara tertulis. Kedua, masyarakat jangan sekali-kali mengabaikan apalagi melecehkan profesi advokat.
Perjanjian Sah
Majelis hakim dalam putusannya mengatakan, suatu perjanjian sah apabila memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yakni: (1) adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian itu; (2) adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan atau perjanjian; (3) suatu hal tertentu; dan (4) suatu sebab yang halal.
Tergugat sudah mengikatkan diri dengan penggugat untuk menangani perkara tergugat dan berjanji membayar lawyer fee. Baik tergugat maupun penggugat mempunyai kecakapan untuk membuat suatu perikatan atau perjanjian.
Unsur “suatu hal tertentu”, dari Pasal 1320 KUH Perdata sudah pasti yakni tergugat memberikan janji untuk membayar jasa penggugat sebagai advokat.
Uunsur “Suatu Sebab yang Halal” dari Pasal 1320 KUH Perdata artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, agama dan norma-normal sosial. Bahwa kerja sama antara tergugat dengan pPenggugat dalam menangani perkara tergugat jelas tidak melanggar unsur “Suatu Sebab yang Halal”.
Oleh karena itu, kata majelis hakim, , perjanjian antara tergugat dan para penggugat merupakan sah menurut undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Majelis hakim mengatakan, dalam hukum juga ditegaskan bahwa Sebuah Perjanjian wajib dilaksanakan. Hal ini diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi,”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
“Pasal 1338 KUH Perdata itu menegaskan bahwa sebuah perjanjian harus dipernuhi karena merupakan undang-undang bagi mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian yang bersangkutan,” tegas ketua Majelis Hakim, Wendra Rais.
Penggelapan Saham
Edi mengatakan, dirinya bersama rekan advokat Herman dan Hidayat mendampingi Sri Murtanti (tergugat-mantan klien) melaporkan Direktur PT EOD Technology, Anwar; Bendara PT EOD Techlogy, Wina Trisantya; dan mantan advokatnya Sri Murtanti, Bonifansius Sulimas, S.H.,M.H, ke Mabes Polri. Laporan itu diterima dengan Nomor: LP/B/0254/V/2020/BARESKRIM tanggal 14 Mei 2020 atas nama Siprianus Edi Hardum Edi Hardum, S.H.,M.H.
“Dalam laporan kami, kami menduga para terlapor menggelapkan saham 950 lembar salam dan uang milik klien kami waktu itu Sri Murtani sebesar sekitar Rp 14 miliar,” kata Edi Hardum.
Laporan tersebut sekitar Desember 2020 naik ke tingkat penyidikan dan tinggal penetapan tersangka.
Namun, mendekati penetapan tersangka Sri Murtanti mencabut surat kuasa dari kami, yang ditindaklanjuti mencabut perkara a quo di Mabes Polri serta melakukan kesepakatan perdamaian dengan terlapor Anwar dan Wina Trisantya.
“Namun dalam kesepakatan perdamaian antara Sri Murtanti dengan Anwar dan Wina Trisantya itu tidak ada nama Bonifansius Sulimas. Kami dapat informasi, Sri Murtanti akan melaporkan tersendiri mantan advokatnya itu,” kata Edi Hardum.
Edi Hardum menegaskan, kinerjanya dan dua rekannya mendampingi Sri Murtanti sukses. Sebab, sebelum Edi Hardum dan rekannya melaporkan terlapor ke Mabes Polri, Edi Hardum melalui Sri Murtanti menyurati Anwar untuk meminta pertanggungjawaban keuangan PT EOD Technology kepada Sri Murtanti sebagai owner dan Komisaris Utama, namun Anwar menjawab melalui suratnya, bahwa Sri Murtanti sudah tidak mempunyai hak, tidak mempunyai asset dan tidak uang lagi di PT EOD Technology karena semuanya telah Sri Murtanti terima melalui kuasa hukumnya Bonifansius Sulimas, S.H.,M.H. [TVP/Murtado]