BPJamsostek Harus Tingkatkan Pelayanan
Oleh: Timboel Siregar
OMBUDSMAN Republik Indonesia (RI) yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, beberapa hari yang lalu merilis temuannya terkait dengan pelayanan dan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (BPJamsostek).
Hasil kerja Ombudsman tentang BPJamsostek merupakan bagian dari fungsi dan tugas serta wewenang Ombudsman seperti yang diamanatkan Pasal 6, 7 dan 8 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Tentunya hasil kerja ini harus dilihat sebagai upaya untuk terus meningkatkan pelayanan BPJamsostek kepada masyarakat secara umum dan kepada pekerja secara khusus.
Sebagai sebuah institusi pelayanan public tentunya BPJamsostek terus berusaha meningkatkan pelayanannya, namun dalam pelaksanaannya memang ada beberapa kasus yang terjadi karena dampak dari beberapa hal, seperti meningkatnya klaim pada saat pandemi saat ini, adanya regulasi yang perlu diperjelas dalam implementasi, kesiapan SDM, dan sebagainya.
Terkait publikasi yang dirilis oleh Ombudsman, saya menilai hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Ombudsman tersebut didasari oleh temuan secara kasuistik di beberapa cabang, bukan sebagai suatu temuan yang terjadi secara massif dan sistemik. Dan temuan masalah seperti ini pun menjadi bagian advokasi BPJS Watch, tapi itu terjadi secara kasuistik. Ketika BPJS Watch membantu mengadvokasi secara vertikal ke BPJamsostek pusat dan membicarakannya, masalah kasuistik tersebut pun selesai.
Sebagai contoh, seminggu yang lalu ada laporan dari 10 pekerja di Sulawesi Utara yang ingin mencairkan JHT, namun belum bisa dicairkan karena status masih aktif yaitu iuran masih dibayarkan perusahaan. Tetapi setelah ditelusuri, ternyata sudah ada putusan PHI yang mem-PHK para pekerja, dan sudah hampir dua tahun upah para pekerja tidak dibayarkan.
Dana JHT sangat dibutuhkan 10 orang pekerja untuk melanjutkan kehidupan mereka, namun tidak bisa dicairkan. BPJS Watch menduga kuat pengusaha “menyandera” dana JHT pekerja dengan cara membayarkan iurannya, padahal sudah lama tidak membayar upah para pekerja tersebut.
BPJS Watch mengadvokasi kasus ini dan meyakinkan Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan di sana bahwa ini upaya buruk pengusaha yang “menyandera” dana JHT. Dengan fakta adanya putusan PHK dari PHI Manado, dan upah sudah tidak dibayar hampir dua tahun, pada akhirnya BPJS Ketenagakerjaan mencairkan dana JHT tersebut kepada 10 pekerja. Hal ini terkait dengan SDM dan kami mengapresiasi respon Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Manado.
BPJS Watch menilai hasil temuan Ombudsman secara kasuistik tersebut seharusnya dikonfirmasi terlebih dahulu ke BPJS Ketenagakerjaan, dan mencari tahu kenapa terjadi. Mengacu pada Pasal 28 ayat (1b) UU Ombudsman seharusnya Ombudsman meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor yaitu BPJS Ketenagakerjaan, tentang kasus-kasus tersebut.
Bila persoalan yang ada hanya karena meningkatnya kasus klaim, ada upaya penyenderaan, ada miskomunikasi, dsb, tentunya hal ini tidak bisa digeneralisir sebagai maladministrasi secara umum.
Terkait dengan kepesertaan yang belum optimal yang juga disorot oleh Ombudsman, seharusnya Ombudsman melihat persoalan kepesertaan ini dari seluruh aspek. Bila Ombudsman membaca seluruh regulasi program jaminan sosial ketenagakerjaan khususnya terkait pengawasan dan penegakkan hukum dan pemberian sanksi tidak dapat layanan public, maka tidak bisa BPJamsostek menyelesaikan semua masalah kepesertaan ini.
Ada peran dan tugas pengawas ketenagakerjaan, kejaksaan dan kepolisian, dan Kementerian/Lembaga (K/L) yang menjalankan pelayanan public, yang juga berperan dalam peningkatan kepesertaan ini.
Hal ini diperjelas dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, yang menginstruksikan 26 K/L dan Pemda Tingkat I dan II. Sebagai contoh, apakah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sudah melaksanakan Inpres ini dengan memastikan seluruh penerima KUR (Kredit Usaha Rakyat) menjadi peserta aktif dalam program Jaminan sosial ketenagakerjaan ?
Apakah para Gubernur/Wali Kota/Bupati sudah mendaftarkan seluruh pekerja non-ASN-nya menjadi peserta aktif dalam program Jaminan sosial ketenagakerjaan, apakah Menteri Luar Negeri sudah mendaftarkan pekerja pemerintah non-ASN yang bekerja di kedutaan dan kantor perwakilan menjadi peserta aktif dalam program Jaminan sosial ketenagakerjaan ?
Apakah Menteri Perhubungan sudah memastikan seluruh pekerja transportasi dalam jaringan (online) menjadi peserta aktif dalam program Jaminan social ketenagakerjaan, dan apakah Menteri Perhubungan dan Menteri Ketenagakerjaan sudah melaksanakan Pasal 34 Peraturan Menteri ketenagakerjaan no. 5 tahun 2021 yang mewajibkan seluruh pekerja transportasi online menjadi peserta program JKK dan JKm di BPJamsostek dengan memastikan perusahaan penyedia jasa layanan memfasilitasinya ?
Demikian juga pertanyaan diajukan kepada K/L dan Lembaga lainnya yang disebut dalam inpres Nomor 2 Tahun 2021. Kami menilai Inpres Nomor 2 tahun 2021 belum dilaksanakan secara serius oleh K/L dan Pemda sehingga semua pertanyaan di atas dijawab dengan kata “Belum”.
Inpres Nomor 2 tahun 2021, juga menginstruksikan beberapa Kementerian untuk memperbaiki regulasi guna meningkatkan pelayanan jaminan sosial ketenagakerjaan. Aspek regulasi adalah kewenangan Kementerian yang akan dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Ini pun seharusnya dipertimbangkan oleh Ombudsman untuk menilai pelayanan yang dilaksanakan oleh BPJamsostek.
Belum maksimalnya kepesertaan di BPJamsostek adalah tanggungjawab K/L dan Pemda, dan oleh karenanya, seharusnya Ombudsman juga mengevaluasi peran-peran K/L dan Pemda yang diinstruksikan Presiden untuk meningkatkan kepesertaan di seluruh program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Mengingat pentingnya peningkatan kepesertaan di BPJamsostek agar semakin banyak masyarakat yang terlindungi oleh BPJamsostek maka sudah seharusnya Presiden mengevaluasi pelaksaan Inpres Nomor 2 Tahun 2021. Termasuk Presiden memerintahkan agar program JKK dan JKm diimplementasikan untuk pekerja informal miskin dengan skema PBI (Penerima Bantuan Iuran), dengan segera menyelesaikan revisi PP Nomor 76 tahun 2015, agar pekerja informal miskin di tahun ini bisa dilindungi oleh BPJamsostek.
Semoga dengan hasil Ombudsman ini dan evaluasi pelaksanaan Inpres Nomor 2 Tahun 2021 oleh Presiden, pelayanan dan kepesertaan di program jaminan sosial ketenagakerjaan semakin membaik dan memastikan seluruh rakyat Indonesia juga terlindungi oleh BPJamsostek pada saat bekerja maupun pasca bekerja. [Penulis adalah Direktur Eksekutif BPJS Watch]