Calo Inisial M, Rencana Pengiriman 4 PMI Ilegal ke Arab Saudi dan Turkiye Diburu
JAKARTA, SP – Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) menggagalkan keberangkatan empat PMI ilegal menuju Turkiye dan Arab Saudi pada Sabtu (28/12/2024) kemarin.
Menteri PPMI Abdul Kadir Karding mengatakan, keempat PMI ilegal itu hendak dipekerjakan di Turkiye dan Arab Saudi sebagai asisten rumah tangga (ART) oleh calo berinsial M. “Sebelum berangkat, mereka ditampung di rumah calo ‘M’ di Perumahan Bappenas Jatiasih Bekasi selama kurang lebih dua minggu,” ujar Karding dalam keterangannya, Minggu (29/12/2024).
Menurut Karding, empat calon PMI ilegal ini sudah memegang paspor dan boarding pass sebelum digagalkan keberangkatannya.
Baca Juga: BP2MI Gerebek Penampungan CPMI Ilegal di Apertemen Kalibata City, 8 Emak-emak Diselamatkan
Keempat korban itu pun langsung dibawa ke Rumah Ramah PPMI di Tangerang untuk dibina. “Dan fasilitasi kepulangan ke daerah asal,” ucap Karding. Karding mengatakan, Kementerian PPMI dan polisi sudah berkoordinasi untuk memburu calo berinisial ‘M’ beserta jaringannya.
Dia menyebut para pelaku bisa dijerat dengan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman penjara 10 tahun dan denda Rp 15 miliar.
Sementara itu, Karding mengingatkan kepada semua WNI untuk mengikuti prosedur jika ingin bekerja ke luar negeri. “Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang mendukung upaya pencegahan dalam memberikan perlindungan kepada CPMI,” kata Karding. “Saya berharap pelaku dapat ditangkap dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar dia.
Sebelumnya, pemerintah menggagalkan rencana pengiriman calon pekerja migran ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) yang hendak dilakukan calo secara ilegal, via Surabaya, Jawa Timur.
Kedelapan calon PMI ini ditemukan polisi di sebuah apartemen di Bogor, Jawa Barat. Setelah diamankan, mereka kemudian dibawa Kementerian Perlidungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) ke Shelter PMI di Tangerang, Banten.
Shelter PMI ini merupakan bangunan ruko tiga lantai, di mana lantai paling bawah merupakan ruang tamu dan tempat administrasi.
Baca Juga: Tindaklanjut Hasil KTT ASEAN, Perlindungan PMI Harus Ditingkatkan
Sementara para PMI yang diselamatkan dikumpulkan dan tinggal di lantai atas untuk sementara waktu, sebelum nantinya mereka akan dipulangkan ke daerah asal. “Di sini diperlakukan baik ?” tanya Menteri PPMI Abdul Kadir Karding saat menemui dan berbincang dengan mereka di lantai bawah Shelter PMI, Kamis (26/12/2024).”Baik, terima kasih, Pak,” jawab mereka.
Dari perbincangan itu, diketahui bahwa para calon PMI ini bukanlah tidak memiliki keahlian. Mereka bahkan sebelumnya telah berpengalaman bekerja di Timur Tengah.
Sehingga, mereka telah terampil dalam melakukan sejumlah pekerjaan rumah tangga, seperti berberes hingga memasak. Jadi korban karena diimingi uang Karding mengungkapkan para calon PMI ini adalah korban. Mereka tidak tahu bagaimana prosedur keberangkatan calon pekerja ke Abu Dhabi.
Baca Juga: Pemerintah Gencar Lindungi Hak PMI di Hong Kong
Menurutnya, mereka bersedia berangkat keluar negeri untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga, karena mereka dijanjikan uang Rp 9 juta oleh calo. “Dia diiming-imingi, dia misalnya untuk berangkat bekerja, lalu mau dikasih uang Rp 9 juta. Ternyata enggak dikasih-kasih, hanya Rp 2 juta,” ujar Karding.
Padahal, menurut Karding, para calon PMI ini semestinya mendapatkan penjelasan secara rinci terkait rencana keberangkatan mereka, apabila dilakukan melalui prosedur yang resmi. “Kalau ini kan, ‘sudahlah, kamu kan sudah pernah bekerja di Arab, sudah, sama saja ini. Ini gajimu lebih tinggi daripada di Arab.’ gitu lah misalnya. ‘Kamu cepat berangkat, enggak perlu ribet, enggak perlu macam-macam. Sudah, pokoknya cuma 2-3 hari sudah berangkat’, gitu lah,” jelasnya.
Persoalan yang terjadi pun tak berhenti sampai di sana. Sebab, karena ketidaktahuan mereka, para calon PMI ini bisa saja tidak diberangkatkan ke Abu Dhabi, melainkan negara lain.
Belum lagi potensi perlakuan tidak adil yang akan diterima mereka dari majikan. Mulai dari tidak mendapatkan gaji bahkan tidak diurus apabila sakit. “Iya kalau beneran berangkat ke Abu Dhabi. Entar kalau diantarnya ke Irak, gimana?” ujar Karding kepada para PMI ilegal. “Nanti semau-maunya majikan. Kasihan teteh. Jadi sudah jauh-jauh bekerja, tapi gaji rendah, tidak diperlakukan baik,” sambungnya.
Banyak Disiksa
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding mengatakan, kasus kekerasan terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi PMI ilegal paling banyak terjadi di Arab Saudi. Lalu, di posisi kedua, ada Malaysia.
Karding menegaskan pemerintah Indonesia akan berdialog dengan pemerintah masing-masing negara supaya WNI yang ada di sana lebih dilindungi. “Kasus paling banyak itu memang di Arab Saudi, tapi Arab Saudi kan kita moratorium ya,” ujar Karding di Shelter PMI, Tangerang, Kamis (26/12/2024).
“Yang kedua Malaysia, itu kasus paling banyak. Tetap kita akan perbaiki sistemnya, kita akan berdialog dengan pemerintah setempat, supaya perlindungan warga negara kita yang di sana juga semakin baik,” sambungnya.
Baca Juga: Tindaklanjut Hasil KTT ASEAN, Perlindungan PMI Harus Ditingkatkan
Lalu, terkait kasus keberangkatan PMI secara ilegal yang terus berulang, Karding menyebut prosedur resmi harus terus dikampanyekan secara masif.
Di antaranya seperti melalui Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPMI, dan Kementerian Ketenagakerjaan. Selain itu, Karding juga mendorong pelayanan kepada para calon PMI dilakukan secara baik, sehingga mereka tidak mencari jalur ilegal. “Kita sekarang sedang bekerja sama dengan seluruh pemerintah desa, pemerintah pemda, dan juga gubernur untuk mensosialisasikan itu,” tutur Karding.
Sementara itu, Karding membeberkan, 90-95 persen PMI ilegal mendapat perlakuan tidak adil ketika berada di luar negeri.
Dia menegaskan, PMI harus berangkat secara legal supaya keselamatan mereka di luar negeri terjamin. “Kalau menurut data yang kami lihat, rata-rata yang kena masalah itu yang tidak prosedural, 90-95 persen itu yang kena eksploitasi, kena macem-macem itu, perlakuan tidak adil, human trafficking, itu rata-rata unprocedural,” imbuhnya. [TVP/Kom]