Mahasiswi STT Ekumene Polisikan Balik Dosen ke Polda Metro Jaya
Jakarta, Topvoxpopuli.com – Seorang mahasiswi pascasarjana Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara melaporkan balik seorang dosen ke Polda Metro Jaya. Sang mahasiswi tidak terima disomasi dan dituduh memalsukan surat terkait kelulusannya.
Mantan mahasiswi tersebut adalah Adhitya RH Simanjuntak. Ia datang ke Polda Metro Jaya ditemani kuasa hukumnya Farida Felix, Senin (7/3/2022).
Laporan diterima penyidik Direktorat Reserse Umum Polda Metro Jaya dengan Nomor: LP/B/1156/III/2022/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 7 Maret 2022.
Sang dosen, Dr Yohanes Parapat, SE dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik dan atau fitnah dengan pelanggaran pasal 335 dan 310 KUHP.
Laporan Adhitya RH Simanjuntak merupakan respons atas laporan dosennya, Yohanes Parapat ke Polda Metro Jaya. Pada tanggal 15 Desember 2021 Yohanes Parapat melaporkan lima mahasiswanya termasuk Adhitya RH Simanjuntak dengan dugaan pemalsuan surat ke Polda Metro Jaya.
Yohanes dalam pemberitaan sebelumnya, melaporkan lima mantan mahasiswa dan mahasiswinya termasuk Adhitya RH Simanjuntak setelah ia melihat mereka diwisuda secara virtual.
Yohanes mengungkapkan lima mahasiswa dan mahasiswinya tersebut belum mendapat nilai dari mata kuliah yang diajarkannya.
Farida Felix, SH, MH, selaku kuasa hukum Adhitya RH Simanjuntak menegaskan sang dosen yang bernama Yohanes Parapat telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap kliennya. “Klien saya telah diwisuda secara resmi dan telah melewati seluruh syarat untuk wisuda oleh STT Ekumene,” tegas Farida Felix.
Wisuda sendiri digelar secara resmi pada 17 November 2021 oleh Ketua STT Ekumene Dr Eratus Sabdono. “Seharusnya jika ada masalah kelulusan, Yohanes melaporkan pihak kampus STT Ekumene, bukan mahasiswa,” tegas Farida Felix.
Farida menilai Yohanes selaku sang dosen telah melampui kewenangannya. Pihak yang berwenang terkait kelulusan adalah institusi STT Ekumene dan Dirjen Dikti.
“Tuduhan terhadap klien saya jelas salah alamat. Saya justru heran, kenapa seorang dosen bisa berbuat seperti itu. Kita tidak tahu apa motifnya,” kata Farida heran.
Menurut Farida Felix, berdasarkan keterangan Kepala Prodi STT Ekumene Andri Pasaribu yang mengacu Permendikbud Nomor 3 tahun 2020, seorang mahasiswa/i pascasarjana dinyatakan lulus apabila telah mencapai minimal 36 SKS (Satuan Kredit Semester), IPK 3.0, dan telah menyelesaikan tesis.
“Semua itu sudah dilakukan klien saya, bahkan klien saya sudah mencapai 50 SKS, jauh di atas syarat minimal. IPK Ibu Adhitya klien saya itu 3,63 lebih tinggi dari syarat minimal IPK,” ujar Farida.
Farida mengungkapkan mata kuliah Kepemimpinan Kristen yang dipermasalahkan Yohanes Parapat juga bukan mata kuliah wajib. Jumlahnya SKS-nya hanya 2 SKS.
“Kalaupun mata kuliah Kepemimpinan Kristen tidak dimasukkan juga tidak masalah karena bukan mata kuliah wajib,” jelas Farida.
Hal lain yang membuat kliennya akhirnya melaporkan balik sang dosen adalah pencemaran nama baik.
Farida justru mempertanyakan kapabilitas keilmuan sang dosen. Seorang dosen apalagi di Sekolah Tinggi Teologi seharusnya mencontohkan hal-hal baik, bukan justru menyebarkan berita tidak benar.
“Apakah layak seorang dosen melakukan hal-hal seperti itu dan menjelek-jelekan mantan mahasiswinya sendiri. Kita justru bertanya kapabilitas keilmuannya,” pungkas Farida. [TVP/SE]