November 23, 2024

John W.Daniel Saragih: UU Penyelesaian Hubungan Industrial Harus Direvisi

0

Dr. Drs. John W.Daniel Saragih, S.H., M.Si. (ketiga dari kanan) foto bersama mantan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial Kemnaker, Dr. Ruslan Irianto Simbolon, S.E., M.M., (paling kiri), Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial, Kemnaker, Dr.Dra. Haiyani Rumondang, M.M., (kedua dari kiri) serta istri dan keluarga lainnya.

Jakarta, Topvoxpopuli.com –  Mantan Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker),  John W.Daniel Saragih meminta pembuat undang-undang merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Pasalnya,  sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut  melemahkan dan tidak memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan konsiliasi hubungan industrial.

Hal itu dikatakan John, dalam disertasinya dalam ujian terbuka di Kampus Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang, Banten, Sabtu (3/12/2022).

John berhasil mempertahankan disertasinya di depan delapan penguji. Disertasi dengan judul “Rekonsepsi Pengaturan tentang Konsiliasi Hubungan Industrial dalam Rangka Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Analisa Kritis Pelaksanaan Konsiliasi Hubungan Industrial di Disnakertrans Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur)” John memperoleh nilai “Dengan Pujian atau Cum Laude”.

John mengatakan, pasal dalam undang-undang tersebut yang melemahkan dan tidak memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan konsiliasi hubungan industrial  antara lain: pertama, pengaturan konsiliasi hubungan industrial  bersifat sukarela hanya dapat terlaksana jika ada kesepakattan dari para pihak yang berselisih untuk menggunakannya. “Namun realitanya pengaturan konsiliasi hubungan indusrial yang bersifat sukarela/imbauan tidak berjalan atau tidak berfungsi,” kata John.

Kedua, adanya tumpah tindih kewenangan antara mediasi hubungan industrial-konsiliasi hubungan industrial dalam menangani kasus perselisihan bubungan industrial berdasarkan UU Nomor 2 tahun 2004 Pasal 1 angka 11,12,13,14, Pasal 4 ayat (4) dan (5) serta Pasal 18 ayat (1). Pasal tersebut mendorong masyarakat pengusaha sdan pekerja/buruh lebih memilih lembaga mediasi hubungan industrial dibandingkan lembaga konsiliasi hubungan industrial.

“Pengaturan demikian berpotensi melemahkan keberadaan lembaga konsiliasi hubungan industrial,” kata pria yang selalu hadir di banyak negara sebagai perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan  dalam urusan masalah ketenagakerjaan ini.

Alumnus S1 Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta ini mengatakan, yang perlu direvisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial antara lain, pengaturan konsiliasi yang bersifat sukarela menjadi bersifat wajib dengan mengubah Pasa 4 ayat (3), (4) dan menghapus Pasa 18 ayat (2) dan (3).

Ia mengatakan, pembagian kewenangan mediasi hubungan industrial dan konsiliasi hubungan industrial berdasarkan jenis perselisihan yakni mediasi hubungan industrial menangani jenis perselisihan hak dan kepentingan.

Sedangkan konsiliasi hubungan industrial menangani jenis perselisihan pemutusan hubungan kerja dan sengketa antara Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh (SB) dengan mengubah Pasal 1 angka 11, 12, 13, 14, Pasal 4 ayat (4) dan (5) serta Pasal 18 ayat (1).

Alumnus S2 Administrasi Publik Universitas Krisnadwiyana, Jakarta, ini mengatakan, sistem honorarium/imbalan jasa konsiliator hubungan industrial yang sebelumnya berbentuk honorarium berdasarkan penyelesaian kasus perselisihan hubungan industrial diubah menjadi imbalan tetap sesuai dengan status hukum barunya nanti yakni Pegawai Pelenggara Negara dengan perjanjian kerja dengan mengubah Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2).

Selanjutnya, pengaturan mengenai Peraturan Pelaksana dalam konsiliasi hubungan industrial yang sebelumnya diatur dalam bentuk Peraturan Menteri.

Alumnus S1 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan, pengaturan penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) tahun 1951 sampai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 bahwa lembaga PPHI yang bersifat sukarela atau bersifat imbauan tidak berjalan atau tidak berfungsi. [TVP/SE]

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *