Sektor UMKM Serap Paling Banyak Tenaga Kerja
[JAKARTA] Survei Organization of Economic Cooperation Development (OECD) menunjukkan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menyerap paling banyak tenaga kerja di Indonesia atau mencapai 70,3%.
Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria saat peluncuran OECD-Indonesia Policy Review on SME and Entrepreneurship Review 2018 di Sofitel Hotel Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10), dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-WBG Bali 2018, memaparkan UKM di Indonesia yang memiliki tenaga kerja kurang dari 20 orang mencakup sebesar 76,3% pada 2016 atau lebih tinggi dibandingkan negara OECD lainnya.
“Meskipun proses konsolidasi telah dilakukan, perbandingan data Sensus Ekonomi 2016 dan data OECD Structural and Demographic Business Statistic (SDBS) menunjukkan bahwa besaran UKM Indonesia masih terbilang kecil dalam skala internasional,” katanya.
Pada kesempatan itu diluncurkan OECD-Indonesia Policy Review on SME and Entrepreneurship Review 2018 yang dihadiri juga oleh Menteri PPN/Kepala Bapenas Bambang Brodjonegoro dan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring.
Dalam sambutannya Meliadi Sembiring, mengatakan, rekomendasi dari OECD sangat bermanfaat bagi pemerintah Indonesia terutama dalam kaitannya soal KUR, meningkatkan ekspor produk UKM, dan kewirausahaan.
“Beberapa poin penting rekomendasi OECD bagi pemerintah Indonesia sesuai dengan hasil review kebijakan, antara lain menyusun database UKM Indonesia dengan menggunakan kriteria tenaga kerja sebagai basis identifikasi UKM agar data UKM dapat disandingkan dengan negara-negara lain khususnya negara anggota OECD,” katanya.
Indonesia Policy Review on SME and Entrepreneurship merupakan studi review kebijakan yang dilakukan oleh OECD terhadap kebijakan UKM dan kewirausahaan di Indonesia.
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM bertindak sebagai lead dalam pelaksanaan project ini, dimana dalam prosesnya yang dimulai sejak 2017 telah melibatkan sekitar 30 Kementerian/Lembaga, serta perwakilan asosiasi usaha, akademisi, SME national expert, dan sektor swasta.
Pelaksanaan review ini dilakukan dengan menggunakan metode pengisian kuesioner yang disebar dan diisi oleh kementerian/lembaga.
Selain itu OECD melakukan one-week fact-finding mission untuk menggali lebih dalam informasi terkait kebijakan UKM di masing-masing kementerian/lembaga pemangku kebijakan UKM dan kewirausahaan, sehingga didapatkan potret kebijakan UKM dan kewirausahaan di Indonesia yang utuh.
Hasil dari review kebijakan ini memuat sejumlah analisis dan rekomendasi kebijakan bagi para pemangku kebijakan, serta dapat pula menjadi latar belakang studi dalam penyusunan kebijakan UKM dan kewirausahaan ke depan.
Meliadi mengakui Indonesia belum memiliki strategi nasional UKM yang memuat tujuan, sasaran dan langkah-langkah program serta pengaturan mengenai pembagian tanggung jawab dan tugas kementerian/lembaga dalam pengembangan UKM sehingga sebagaimana rekomendasi OECD maka hal itu mendesak untuk disusun.
“Selain juga juga rekomendasi untuk melakukan integrasi dan penggabungan antar program-program UKM yang serupa dalam rangka penyederhanaan kebijakan. Misalnya penggabungan sejumlah sistem layanan BDS dengan sistem PLUT,” katanya.
Beberapa rekomendasi OECD yang lain yakni meningkatkan dukungan dalam hal pengembangan produktivitas UKM (contohnya pengembangan inovasi, internasionalisasi, dan pelatihan manajerial serta tenaga kerja) melalui peningkatan belanja pemerintah terkait peningkatan produktivitas UKM.
Selain itu meningkatan optimalisasi program KUR dengan sasaran khususnya bagi first-time borrowers atau pelaku UKM di daerah tertinggal, maupun UKM di sektor yang sulit mendapatkan akses pembiayaan.
Rekomendasi berikutnya yakni melakukan monitoring terhadap pinjaman kredit UKM yang dilakukan melalui bank maupun lembaga keuangan lainnya, untuk menghindari adanya risiko non-performing loan serta terjadinya penurunan daya saing di sektor perbankan.
OECD juga merekomendasikan agar dilakukan kerja sama antara lembaga inkubator bisnis dengan sektor swasta, lembaga BDS, perguruan tinggi, lembaga riset maupun lembaga keuangan dan menyusun kebijakan untuk mendorong pemanfaatan teknologi digital bagi UKM, selain e-commerce, terutama dalam penggunaan software program yang mendukung profesionalisme dan kinerja UKM.
Di samping itu rekomendasi untuk memperkuat dan meningkatkan partisipasi UKM dalam global value chains melalui kerja sama yang dilakukan antara UKM dengan perusahaan multinasional yang diberi insentif pajak.
Indonesia juga disarankan melakukan amendemen UU Nomor 23/2014 terutama pada aturan mengenai pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan UKM, mengingat sulitnya implementasi dari aturan ini serta berisiko terjadinya ketimpangan antar daerah maju dengan daerah tertinggal.
Untuk selanjutnya, kata Meliadi, Kementerian Koperasi dan UKM akan menyelenggarakan “Dissemination Workshop Policy Review” ini yang akan dilaksanakan pada 15 November 2018 di Jakarta.
Bappenas sendiri telah menggunakan Indonesia Policy Review ini sebagai background study penyusunan RPJMN 2020-2024. [DR]