Produk Industri Manufaktur Dominasi Ekspor Nasional Hingga 72%

0

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto. [Istimewa]

[JAKARTA] Industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor nasional. Hal ini menandakan produk lokal mampu berdaya saing di pasar global. Pada semester I tahun 2018, sumbangsih ekspor dari industri manufaktur hingga 71,59% dari total ekspor nasional yang mencapai US$ 88,02 miliar.

Biro Humas Kementerian Perindustrian <humaskemenperin@gmail.com>
AttachmentsWed, Oct 10, 5:30 PM (17 hours ago)
to karomas, bcc: me
Yth. Rekan-rekan Media,
Bersama ini kami sampaikan Siaran Pers: Jembatani Inovasi Industri, Teknologi Digital Juga Dongkrak Ekonomi, 10 Oktober 2018.
Keterangan Foto:
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan pemaparan mengenai pemanfaatan teknologi untuk meciptakan inovasi di sektor industri ketika menjadi pembicara pada Forum Tri Hita Karana dengan tema The Rise of Innovation Hubs yang bertepatan dengan rangkaian IMF-WBG 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10).

“Di semester pertama tahun ini, jumlah ekspor produk industri manufaktur kita sebesar US$ 63,01 miliar atau naik 5,35% dibanding periode yang sama tahun lalu di angka US$ 59,81 miliar,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar ketika menjadi narasumber diskusi panel pada rangkaian kegiatan 34th Trade Expo Indonesia di ICE-BSD City, Tangerang, Banten, Kamis (25/10).

Haris menegaskan, pemerintah saat ini fokus untuk semakin meningkatkan nilai ekspor guna mengatasi defisit neraca perdagangan. “Peningkatan ekspor cukup penting dalam mengerek penguatan Rupiah,” jelasnya.

Upaya tersebut juga sesuai dengan target dari peta jalan Making Indonesia 4.0, di mana pada tahun 2030 akan mengembalikan angka ekspor netto hingga 10%. “Maka itu, lima sektor industri yang diprioritaskan pengembangannya dalam memasuki era revolusi industri 4.0, juga dipacu untuk aktif melakukan ekspor,” tuturnya.

Kelima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronika.

“Kelompok manufaktur ini mampu memberikan kontribusi sebesar 65% terhadap total ekspor, kemudian menyumbang 60% untuk PDB, dan 60 persen tenaga kerja industri ada di lima sektor tersebut,” ungkap Haris.

Selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK, total nilai ekspor produk industri pengolahan nonmigas mengalami lonjakan. Sepanjang tahun 2014 mencapai US$ 119,75 miliar, naik menjadi US$ 125,02 miliar di tahun 2017.

Peningkatan ekspor juga akan terus didorong melalui kebijakan hilirisasi pada sektor industri berbasis sumber daya alam (SDA). Sebab, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pada industri berbasis SDA masih cukup tinggi.

“Ini sejalan upaya pemerintah untuk lebih mengoptimalkan nilai tambah bahan baku dalam negeri serta memacu devisa negara melalui peningkatan ekspor produk industri,” imbuhnya.

Untuk mendorong industri dapat memperluas pasar ekspornya, diperlukan adanya kerja sama bilateral yang komprehensif. Di samping itu, pemberian insentif subsidi suku bunga kredit ekspor bagi industri serta fasilitas pembiayaan ekspor.

Saat ini, pemerintah telah memfasilitasi melalui program Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). “Dengan dorongan tersebut, kami berharap ekspor dapat meningkat dan target pertumbuhan industri manufaktur dapat tercapai,” ujar Haris.

Pada tahun ini, Kemperin menetapkan target pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sebesar 5,67%. Pada kuartal II/2018, industri pengolahan nonmigas mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,41%, naik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,93%.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, selama kinerja pemerintahan Jokowi-JK, daya saing industri nasional semakin meningkat.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada nilai tambah industri, indeks daya saing global, peringkat manufacturing value added (MVA), serta pangsa pasar industri nasional terhadap manufaktur global.

“Nilai tambah Industri nasional meningkat hingga USD34 miliar, dari tahun 2014 yang mencapai US$ 202, 82 miliar menjadi US$ 236,69 miliar saat ini.

Sementara itu, apabila melihat indeks daya saing global, yang sekarang diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, peringkat Indonesia naik dari posisi 47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018,” ujarnya.

Bahkan, merujuk data The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), indeks MVA untuk industri di Indonesia naik tiga peringkat dari posisi 12 pada tahun 2014 menjadi level ke-9 di 2018. “Selain itu, pangsa pasar industri manufaktur Indonesia di kancah global pun ikut meningkat menjadi 1,84% pada tahun 2018,” lanjutnya.

Airlangga memastikan, guna memacu pertumbuhan industri manufaktur nasional, diperlukan kebijakan strategis yang mendukung seperti ketersediaan bahan baku, pembangunan infrastruktur, kelancaran arus logistik, dan penurunan harga gas industri. “Ini yang akan mendorong pula investasi dan ekspansi di sektor industri. Apalagi, saat ini sudah dikembangkan 13 kawasan industri baru dan 22 sentra IKM baru,” tegasnya.

Dalam upaya mendongkrak daya saing industri, termasuk kesiapan memasuki era revolusi Industri 4.0, Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match dengan industri di beberapa wilayah di Indonesia. “Kami telah menggandeng sebanyak 609 industri yang terlibat dan 1.753 SMK. Program ini akan terus digulirkan lagi pelaksanannya dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM sesuai kebutuhan industri saat ini,” pungkasnya. [DR]

 

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *