Kapal Ferry Beroperasi di Labuan Bajo Tidak akan Rusak Terumbu Karang

0

Kepala Kantor Pelabuhan (Syahbandar) Labuan Bajo, Iwan Sumantri, ketika ditemui di kantornya, di Labuan Bajo, Jumat (26/10).

[LABUAN BAJO] Kapal Ferry beroperasi di Labuan Bajo yakni dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo dan Pulau Rinca serta pulau-pulau lain di Manggarai Barat, tidak akan merusak terumbu karang.

“Jalur ke Pulau Komodo dan Pulau Rinca sama tidak ada terumbu karang. Semua jalur ada tandanya, di peta. Kalau ada terumbu karang pasti sudah diberi tanda zona warga tanaman (hijau). Artinya ada terumbu karang,” kata Kepala Kantor Pelabuhan (Syahbandar) Labuan Bajo, Iwan Sumantri, ketika ditemui di kantornya, di Labuan Bajo, Jumat (26/10).

Kepala Kantor Pelabuhan (Syahbandar) Labuan Bajo, Iwan Sumantri, ketika ditemui di kantornya, di Labuan Bajo, Jumat (26/10).

Saat itu Iwan menunjukan peta jalur-jalur laut di Labuan Bajo yang aman dilewati. Dalam peta yang ditunjukkan ada tiga tanda, yakni garis merah tebal menunjukkan bisa dilalui kapal besar, garis merah putus-putus bisa dilewati kapal kecil dan tanda tamanan hijau tak bisa dilewati.

Jalur Labuan Bajo – Komodo, Labuan – Pulau Rinca merupakan jalur kapal besar (garis merah tebal).

Ketika ditanya, apakah mendukung Kapal Ferry beroperasi di Labuan Bajo, Iwan menjawab, saya tidak dalam posisi mendukung atau tidak. “Tetapi perlu diketahui dan ini yang saya dengar, masih banyak warga Manggarai Barat belum melihat hewan Komodo karena mahalnya tiket transportasi laut,” kata dia.

Iwan mengakui, sampai saat ini belum ada aturan mengenai besar maksimal tarif kapal ke Pulau Komodo, Pulau Rinca dan tujuan wisata lainnya. Karena itulah, kata dia, pihak yang mempunyai kapal dengan bebas menetapkan tarif. “Kami sebagai syahbandar tidak berwenang menetapkan tarif,” kata dia.

Yang berwenang menetapkan tarif, kata dia, adalah pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. Ia berharap, dalam waktu tidak lama lagi pemerintah Kabupaten Manggarai Barat segera menghasilkan Perda yang mengatur besaran tarif angkutan laut di Labuan Bajo.

Iwan mengatakan, sampai saat ini jumlah kapal penumpang yang beroperasi di Labuan Bajo sebanyak 300-an buah. Iwan enggan memberikan profil pemilik kapal di Labuan Bajo. “Pemilik kapal-kapal itu ada yang dimiliki warga Labuan Bajo, Bima, Lombok dan Jakarta. Umumnya milik perseorangan,” kata dia.

Pada Jumat (26/10) siang, TVP, mendatangi Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Labuan Bajo, untuk menanyakan, soal kapal-kapal yang beroperasi di Labuan Bajo, pihak Dinas Koperasi dan UKM menjawab, pelaku usaha yang bergerak pada angkutan laut di Labuan Bajo adalah pelaku usaha dengan skala modal besar bukan pelaku usaha UKM. “Tidak mungkin ada kaitan dengan kami, soalnya semuanya pelaku usaha besar,” kata seorang pejabat di Dinas Koperasi dan UKM yang enggan untuk disebutkan namanya.

Masyarakat Mendukung

Rencana beroperasinya Kapal Ferry di Labuan Bajo, disambut gembira oleh masyarakat terutama warganet. Philipus Jehamun, warga Yogyakarta asal Kabupaten Manggarai mengatakan, dalam akun facebook, bagus kalau kapal ferry beroperasi dari Labuan Bajo ke Komodo sebagai pengendali tarif atau standarisasi tarif.

“Dan kehadiran kapal ferry tidak akan mematikan pemilik kapal lainnya karena jumlah wisatawan yang begitu banyak. Pemilik kapal lainnya tinggal menyesuaikan tarif dan standar pelayanan sehingga bisa bersaing secara sehat dan tetap menjadi pilihan wisatawan,” kata wartawan senior di Yogyakarta ini.

Frendianus Em, warga Manggarai Barat, mengatakan, ia sangat sejuju dengan beroperasinya kapal ferry milik BUMN. Pasalnya, tarif kapal penyeberangan menuju Taman Nasional Komodo tidak dapat dijangkau oleh masyarakat lokal yang notabene adalah pemilik Taman Nasional Komodo tetapi tidak bisa menikmati tempat wisata tersebut karena terlalu mahalnya tiket kapal ke Taman Nasional Komodo. “Tarif penyeberangan ke Pulau Komodo oleh pemilik kapal ditetapkan seenaknya saja tanpa ada kontrol dari pemerintah setempat,” kata dia.

Ferdi Hasiman, warga Jakarta asal Manggarai Timur, mengatakan, beroperasinya kapal ferry merupakan salah satu bentuk intervensi negara dalam pasar. Intervensi pasar itu terjadi, kata dia, manakala terjadi pasar persaingan tidak sempurna atau dalam istilah para ekonom sebagai asimetri informasi.

Pasar persaingan tidak sempurna ini, kata alumnus SMA Ignatius Loyola dan SMA Seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo ini, kerap menimbulkan risiko monopoli, kartel. Kartel itu terjadi jika para pedagang atau para pemilik kapal menentukan harga sesuka hati mereka dan membuat masyarakat lemah tidak mampu mengakses ke aset-aset wisata karena mahalnya harga atau tarif. “Ketika tarif mahal, tugas negara adalah hadir di pasar, mengintervensi pasar, dengan cara menurunkan harga atau tarif. Ketika negara menurunkan harga dan negara hadir di pasar, secara otomatis kapal-kapal milik swasta yang berkerumun menerapkan kartel tadi serentak juga akan menurunkan harga, karena jika tidak mekanisme pasar akan berlaku di sana,” kata dia.

Ia mengatakan, mekanisme pasar terjadi ketika penumpang atau si konsumen bebas menentukan pilihan, tentu tarif kapal yang paling murah yang akan dipilih. “Saya belum tahu banyak berapa patokan harga Ferry milik ASDP yang akan beroperasi di sekitar perairan labuan bajo. Tetapi, secara teori begitulah mekanismenya negara masuk ke pasar,” kata dia.

Ferdi melanjutkan, BUMN juga tentu tidak hanya semata mencari profit, tetapi dia memiliki tugas Public Service Offering (PSO) sesuai perintah Konstitusi. [DR]

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *