Koalisi masyarakat Sipil Peduli Peladang Gugat Wiranto
Pontianak, Topvoxpopuli.com – Menanggapi pernyataan Wiranto selaku Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan yang mengatakan bahwa karhutla yang terjadi diwilayah Sumatera dan Kalimantan terjadi karena salah satu faktornya yaitu masyarakat peladang sering membuka lahan dengan cara membakar.
“Dalam hal kami selaku Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peladang Kalimantan Barat (Kalbar) menyatakan bahwa hal itu tidak sesuai dengan fakta dan menuntut Wiranto untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepad amasyarakat,” kata Krist Heru Gadang selaku Koordinator Masyarakat Sipil Peduli Peladang di Kalbaar kepada wartawan Senin (23/9/2019).
Ia mengatakan, rilis VIVAnews Jumat (13/9/2019) pukul 23:23 WIB lalu yang disampaikan Woranto hal itu tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta dilapangan. Untuk itu disampaikan bahwa fakta siklus perladangan Orang Dayak Di Kalimantan Barat yaitu di mulai dari perencanaan. Dimana, dalam budaya berladang suku Dayak tidak dilakukan secara sembarangan. Tetapi melalui suatu perencanaan yang matang dan perencanaan ini menjadi penting karena berhubungan dengan hasil dan hal yang bersifat religio magis.
Pada tahap perencanaan ini dimulai mencari lokasi yang layak untuk diladangi dengan menebas sedikit bagian dari hutan yang akan diladangi. Maksud dari mencari lokasi ini adalah untuk bapinta (meminta dan memohon restu) kepada Jubata (Tuhan), apakah lokasi tersebut “layak” untuk diladangi atau tidak layak diladangi.
Berhubungan dengan hal-hal yang bersifat supranatural, yakni apakah areal yang akan diladangi mendapat “restu” atau tidak dari Jubata atau penungggu tanah dan juga pemilik tanah yang berbatasan. Selanjutnya dilakkan persiapan.
Dimana, pada tahap persiapan ini dilakukan ritual meminta tanah (hutan, tanah) kepada empunya tanah untuk diladangi. Upacara meminta ini didahului dengan ritual (untuk meminta restu).
Adapun makna dari makna dari meminta restu adalah sebagai makanan bagi empunya padi. Sehingga makanan yang disuguhkan sungguh menjadi makanan yang mengenyangkan sehingga empunya padi dan tindakan menyenangkan hati empunya padi.
Dengan demikian, sebagai balasannya, empunya padi akan memberi hasil panenan yang melimpah kepada manusia. Setelah ritualdilaksanakan, dilanjutkan dengan pemberlakuan pantangan yang bermakna, setelah kenyang, maka empunya padi perlu beristirahat baru kemudian melanjutkan aktivitas berikutnya yaitu pelaksanaan.
Pad atahap ini didahului dengan menebas dan menebang lokasi atau areal yang dijadikan ladang Selanjutnya membakar ladang dilanjutkan nugal (menanam padi), panen padi, makan beras baru, aawai padi/naik dango.
Selanjutnya diketahui bahwa siklus perladangan Suku Dayak, pada bulan September masuk ke tahapan nugal dan membersihkan gulma padi (merumput). Siklus ini didasarkan pada dua hal, pertama, jarak antara masa menebas dan membersihkan lahan dengan membakar tidak boleh terlalu lama dan paling lama satu bulan (untuk lahan yang baru dibuka pertama kali) atau dua minggu untuk lahan yang sudah dibuka untuk kedua atau ketiga kalinya.
Hal ini berkaitan dengan penyakit dan hama tanaman yang dapat mengancam tanaman padi serta pertimbangan kesuburan tanah. Sementara Abu bekas sisa pembakaran merupakan pupuk sekaligus dapat mengurangi tingkat keasaman tanah.
Jika abu dibiarkan terlalu lama dikhawatirkan akan terbawa angin, sehingga abu tidak dapat lagi memberi kesuburan pada tanaman padi. Sementara, berdasarkan kalender atau musim membakar ladang dijelaskan dalam fakta siklus perladangan orang dayak di Kalimantan Barat yang dilakukan oleh masyarakat peladang pada umumnya dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus.
Mengingat pernyataan Wiranto yang dirilis VIVAnews pada Jumat, 13 September 2019 pukul 23:23 WIB mengatakan “karhutla yang terjadi diwilayah Sumatera dan Kalimantan. Karhutla sering terjadi lantaran salah satu faktornya, masyarakat yang notabenenya peladang sering membuka lahan dengan cara membakar”.
Pernyataan itu tidak sesuai dengan musim membakar ladang yang dilakukan oleh masyarakat Dayak selaku peladang. Selanjutnya, press rilis yang dikeluarkan oleh Kasi Wilayan III Balai Gakkum LHK yang dirilis oleh beberapa media
Oleh karena itu, pernyataan Menteri Koordiator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto yang menyebutkan bahwa petani sebagai salah satu kontributor kabut asap di Kalimantan dan Sumatra pada September ini merupakan, pernyataan yang tidak mendasar karena tidak berdasarkan pada fakta siklus perladangan Suku Dayak, kedua, bersifat tendensius dan sarat kepentingan.
Berdasarkan uraian diatas serta didukung oleh fakta-fakta empirik maka kami Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peladang merekomendasikan dalam bentuk gugatan kepada Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Barat untuk menuntut Wiranto selaku Menteri Koordinator Politik Hukum Dan Keamanan.
Dimana pernyataannya yang sudah mengatakan peladang selaku faktor penyebab sering terjadinya karhutla, dengan tuntutan sebagai berikut yaitu
DAD Provinsi Kalimantan Barat melalui Peradilan Adat Dayak yang memiliki kewenangan untuk mengadili untuk menghukum Wiranto atas dasar Suku Dayak merupakan salah satu bagian dari masyarakat peladang.
Selanjutnya DAD Provinsi Kalimantan Barat melalui Peradilan Adat Dayak yang memiliki kewenangan untuk mengadili untuk menghukum Wiranto sebagai bentuk tanggungjawab moral atas pernyataannya yang telah melukai dan menciderai rasa keadilan para peladang di Kalimantan Barat.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto diminta untuk melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada para peladang yang ada di Kalimantan dan Sumatra. [TVP/Sahat Oloan Saragih]