April 29, 2024

Bupati Nagekeo: Pemkab Tidak Membentuk Komite Sekolah

0

Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco Do

Jakarta, Beritasatu.com – Bupati Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Johanes Don Bosco Do mengatakan, Pemerintah Kabupaten Nagekeo, termasuk dirinya sebagai bupati tidak membentuk Komisi Sekolah.

Yang berhak dan berwenang membentuk Komite Sekolah adalah Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek).

Hal itu dikatakan Bupati Don Bosco Do ketika dikontak Beritasatu.com, Minggu (13/6/2021). Pernyataan Bupati Don Bosco masih terkait dengan kasus penikaman yang menimpa kepala Sekolah Dasar (SD) Inpres Ndora, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), bernama Adelvina Azi (59) pada Selasa (8/6/2021).

Adelvina meninggal dunia setelah ditikam oleh oknum orang tua berinisial DD (45), warga Nagemi, Desa Ulupulu 1, yang tersinggung karena anaknya dipulangkan dan tidak diizinkan mengikuti ujian oleh pihak sekolah karena menunggak uang Komite Sekolah.

Don Bosco Do mengatakan, yang berhak membentuk Komite Sekolah yaitu kepala sekolah, dewan guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemerhati pendidikan lainnya dalam rapat bersama dengan orangtua murid dan menentukan kepengurusan Komite Sekolah. “Dan rapat untuk itu dikoordinasikan oleh pihak sekolah,” kata dia.

Ia mengatakan, dasar hukum pembentukan Komite Sekolah adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Kewenangan Komite Sekolah sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut adalah memberi pertimbangan kepada sekolah yakni penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di sekolah; menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan, orgnisasi, maupun stakeholder lainnya.

Selanjutnya mengawasi pelaksanaan pendidikan sesuai aturan dan menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi orangtua/wali peserta didik serta masyarakat.

Menurut Bupati Don Bosco, SK Komite Sekolah sesuai Permendikbud yang lama yakni tahun 2002. “Oleh kepala sekolah dilakukan pembaruan sesuai AD/ART Komite Sekolah dan mendapat persetujuan pemerintah setempat,” kata alumnus Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta ini.

Menurut Bupati Don Bosco Do, sekolah mendpapatkan dana dari pemerintah pusat yakni dana alokasi khusus non fisik berupa bos regular. “Bila siswa kurang dari 60 anak pemerintah menetapkan 60 juta/sekolah. Ada dana bos afirmasi dan tidak semua sekolah dapat).

Ia mengatakan, pembenahan khusus Komite Sekolah lewat, pertama, sosialisasi tugas dan fungsi Komite Sekolah, dan kedua penguatan manajemen Komite Sekolah.

Sedangkan mengenai penerapan pendidikan yang aman, ia mengatakan, perlu ada kesadran bersama di sekolah, pemerintahan desa dan orangtua. Selain itu, harus ada yang bertugas sebagai pengamanan di semua sekolah, harus petugas penagihan uang atau dana Komite Sekolah.

Ia mengatakan, pemrintah daerah bisa membantu pembiayaan operasional sekolah yang dikelola sekolah terhadap kebutuhan sekolah yang belum bisa dipenuhi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).”Tidak pungut lagi dana dari otangtua,” kata dia.

Menurut Bupati Don Bosco Do, sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Nagekeo menggandeng beberapa mitra antara lain INOVASI, Taman Baca Pelangi untuk membenahi manajemen sekolah agar proses pembelajaran dan kurikulum sesuai kebutuhan anak dan berjalan baik.

Sebelumnya, Kpala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Dian Wahyuni menyatakan pemerintah lewat peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, mengizinkan Komite Sekolah untuk melakukan penggalangan dana untuk sejumlah keperluan. Namun, penggalangan dana tersebut bersifat sukarela, berbeda dari pungutan yang sifatnya wajib.
“Penggalangan dana oleh komite sekolah itu berbentuk bantuan dan sumbangan, bukan pungutan,” kata Dian.

Dian mengutip Pasal 10 ayat 2 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menyebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.

“Kalau bantuan itu sifatnya tidak rutin, namanya juga bantuan. Bantuan bisa dari pemerintah, masyarakat. Sumbangan juga sama, tidak ditentukan waktunya, tidak rutin,” ujarnya.

Dian mengatakan bantuan dan sumbangan berbeda dengan pungutan. Pungutan artinya jumlah uang sudah ditentukan termasuk waktu pembayarannya.

Dian menjelaskan permendikbud itu mengatur bahwa Komite Sekolah harus membuat proposal yang diketahui oleh sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat. Selain itu, hasil penggalangan dana harus dibukukan pada rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah.

Berdasarkan permendikbud tersebut, hasil penggalangan dana dapat digunakan antara lain untuk menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan, pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan, pengembangan sarana/prasarana, dan pembiayaan kegiatan operasional komite sekolah dilakukan secara wajar dan dapat dipertanggung jawabkan.

Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 juga menyebut penggunanaan hasil penggalangan dana oleh sekolah harus mendapat persetujuan dari Komite Sekolah, dipertanggungjawabkan secara transparan, dan dilaporkan kepada komite sekolah.
Adapun, komite sekolah dalam permendikbud tersebut terdiri dari orang tua/wali siswa yang masih aktif di sekolah, tokoh masyarakat, anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, dan pakar pendidikan. [TVP/RH]

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *