Staycation sebagai Kejahatan Seksual di Dunia Kerja
Oleh: Timboel Siregar
VIRALNYA pemberitaan di media sosial tentang adanya oknum perusahaan yang mensyaratkan staycation (menginap di hotel) kepada karyawati sebagai syarat agar kontrak kerja diperpanjang merupakan sebuah pemberitaan yang sangat memprihatinkan. Kejadian seperti ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia bagi pekerja perempuan.
Pekerja kontrak memang selama ini sangat lemah posisi tawarnya dalam hubungan industrial, karena mereka lebih sering diperhadapkan pada penilaian subyektif majikan atau pimpinan yang menentukan diperpanjang atau tidaknya kontrak kerja.
Selama ini banyak pelanggaran hak normative pekerja kontrak, karena memang posisi tawarnya sangat rendah, seperti pelanggaran upah minimum, jaminan sosial, K3, THR, hingga pembayaran kompensasi kontrak kerja ketika kontrak kerja jatuh tempo.
Ketika ada protes tentang pelanggaran-pelanggaran hak normative tersebut, tidak jarang para pekerja diputus kontraknya, tidak diperpanjang lagi sehingga hal ini menjadi ketakutan bagi pekerja. Para pekerja takut menganggur karena diputus hubungan kerjanya.
Menurut saya tindakan oknum atasan yang mensyaratkan staycation (menginap di hotel) kepada karyawati sebagai syarat agar kontrak kerja diperpanjang merupakan hal yang sangat mungkin terjadi, dan menurut informasi dari beberapa teman hal ini memang terjadi.
Tentunya kejadian staycation ini harus dihentikan, termasuk pelanggaran hak-hak normative pekerja lainnya. Seluruh persoalan ini harus segera direspon dan ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian dan pengawas ketenagakerjaan.
Pihak polisi harus membuka tabir jahat oknum atasan yang memang memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan pelecehan dan kejahatan seksual terhadap pekerja perempuan.
Pihak kepolisian harus cermat merespon hal ini, jangan sampai polisi akan menghentikan penyelidikan dan penyidikan perbuatan jahat ini karena adanya pengakuan “suka sama suka” dari kedua belah pihak.
Faktanya pekerja perempuan mengalami tekanan yang sangat kuat karena mereka takut tidak diperpanjang kontraknya. Saya berharap pekerja perempuan berani mengungkap masalah ini, dan Polisi segera memproses hukum kepada oknum atasan yang melakukan tindakan ini.
Lalu Polisi dan Pengawas Ketenagakerjaan harus menjamin pekerja perempuan yang berani speak up atas masalah staycation ini untuk tetap bisa bekerja di perusahaan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Polisi harus memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang berani mengungkap masalah ini.
Momentum kasus ini pun harus digunakan oleh Pengawas Ketenagakerjaan untuk merespon pelanggaran hak-hak normative pekerja yang selama ini terjadi di perusahaan. Pihak pengawas ketenagakerjaan harus menjamin kerahasiaan pekerja pelapor atas laporan yang disampaikan.
Dengan pemberitaan ini tentunya Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) pun harus lebih responsive atas persoalan ini, dan berani mengungkap bila ada dugaan terjadinya masalah ini di perusahaan.
Pekerja perempuan harus diedukasi dan diempowering oleh SP/SB untuk berani mengadukan bila ada persyaratan staycation sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja. [Penulis adalah Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia/Opsi].