Diskriminasi Jaminan Sosial bagi Pekerja Miskin

0

Timboel Siregar

Oleh: Timboel Siregar

 

JAMINAN sosial adalah hak konstitusional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan oleh karenanya seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan seluruh program jaminan sosial yang ada saat ini yaitu Program Jaminan Kesehatan (JKN), dan untuk pekerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Memasuki tahun kesepuluh pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional dengan payung Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pekerja miskin belum juga mendapatkan perlindungan program JKK, JKm dan JHT. Hanya program JKN yang diperoleh, namun itu pun ada terjadi penonaktifan sepihak di program JKN.

Sebagai sumber hukum jaminan sosial bagi pekerja miskin adalah Sila kelima Pancasila menyatakan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. UUD 1945 yaitu Pasal 34 ayat (1) yaitu Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, Pasal 34 yata (2)  Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, dan  Pasal 28H ayat (3) yang menyatakan Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Secara operasioanl UU No. 40 tahun 2004 (UU SJSN) pada Pasal 14 ayat (1) menyataka Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Pasal 14 ayat (2) Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Pasal 17 ayat (4) iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.

Program JKN diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2014, dan Pemerintah sudah menyelenggarakan kepesertaan JKN untuk fakir miskin dan orang tidak mampu, yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebesar Rp. 42.000 per orang per bulan

Hingga saat ini Pemerintah belum memberlakukan Program JKK, JKm dan JHT Untuk pekerja miskin (petani miskin, nelayan miskin, pemulung, dsb) dengan mekanisme kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayar oleh Pemerintah Pusat. Ada beberapa Pemerintah Daerah yang sudah membayarkan iuran JKK dan JKm untuk pekerja informal miskin (tidak ikut JHT).

Adapun iuran untuk program JKK sebesar Rp 10.000 per orang per bulan. Iuran Program JKm sebesar Rp 6.800 per orang per bulan. Iuran JHT sebesar Rp 20.000 per orang per bulan.

Sejak 2018 Bappenas dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sudah menggagas pemberlakuan Program JKK dan JKm untuk pekerja miskin dengan kepesertaan PBI yang iurannya dibayarkan APBN, namun hingga saat ini belum bisa direalisasikan.

Pemerintah sendiri sudah merancang pemberlakuan program JKK, JKm dan JHT untuk pekerja miskin dalam skema PBI di dalam RPJMN 2020 – 2024, yaitu paling lambat 1 Januari 2024 diberlakukan.

Dalam Inpres Nomor 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim, Menteri Ketenagakerjaan diinstruksikan oleh Presiden untuk Mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi masyarakat miskin ekstrem. Perluasan kepesertaan yang dimaksud adalah mendaftarkan pekerja miskin ke Program jaminan sosial ketenagakerjaan seperti Program JKK, JKm dan JHT.

Pemberlakuan program JKK, JKm dan JHT untuk pekerja miskin terkendala oleh ketidakseriusan Kementerian Sosial untuk menyediakan data pekerja miskin, dan Kementerian Ketenagakerjaan yang menjadi Pengguna Anggaran. Padahal dalam INPRES Nomor  4 tahun 2022 Presiden menginstruksikan Menteri Sosial melakukan verifikasi dan validasi dalam rangka pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, demikian juga menginstruksikan Menteri Ketenagakerjaan mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi masyarakat miskin ekstrem.

Menurut informasi, Pemerintah terus melakukan pembahasan regulasi untuk penerapan program JKK, JKm, dan JHT untuk pekerja miskin tetapi sampai saat ini belum selesai juga. Merevisi PP No. 76 Tahun 2015 yang mengatur tentang PBI program JKN, nantinya akan memasukkan Program JKK, JKm dan JHT untuk pekerja miskin.

Ketidakseriusan Pemerintah menerapkan Program JKK dan JKm untuk pekerja miskin dengan kepesertaan PBI terlihat di Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2023 tentang Peta Jalan Jaminan Sosial 2023 – 2024 yang tidak menyebut jumlah kepesertaan di 2023 dan 2024. Tujuan Kepesertaan JKK dan JKm untuk PBI di Perpres 36 tersebut hanya diberi tanda (–) yang berarti tidak ada jumlah yang ditargetkan.

Ada diskriminasi yang dilakukan Pemerintah kepada pekerja miskin kita dalam hal perlindungan sosial. Pemerintah pada saat Pandemi Covid19 memberikan Bantuan Subsidi Upah sampai 3 kali kepada pekerja penerima upah (PPU) yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan nilai triliunan rupiah, dan sejak 2021 Pemerintah mensubsidi iuran Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi PPU sebesar 0,22 persen dari upah yang nilainya hampir Rp. 1 Triliun per tahun dan memberikan modal awal program JKP sebesar Rp. 6 Triliun yang memang JKP diperuntukan bagi PPU saja.

Sementara pekerja miskin hingga saat ini belum didaftarkan ke program Jaminan sosial ketenagakerjaan sehingga tidak mendapatkan manfaat perlindungan program JKK, JKm dan JHT.

Perlakuan diskriminasi yang diterima pekerja miskin sangat bertentangan dengan amanat Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang dengan sangat jelas mengamanatkan Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Amanat Pasal 34 ayat (2) fokus memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu, yang dimanifestasikan pada pekerja miskin. Bukannya memberikan jaminan sosial bagi pekerja miskin, Pemerintah justru memberikan JKP dan BSU kepada PPU, dengan menunda-nuda memberikan program JKK, JKm dan JHT kepada pekerja miskin.

Kehadiran manfaat JKK, JKm dan JHT untuk Pekerja miskin akan dapat mengurangi angka kemiskinan.  Mengacu pada PP no. 82 Tahun 2019 manfaat program JKK dan JKm adalah, pertama, pembiayaan kuratif bila pekerja miskin mengalami kecelakaan kerja dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sampai peserta sembuh. Pembiayaan tidak dilakukan BPJS Kesehatan karena sudah ditanggung BPJS Ketenagakerjaan.

Kedua, pekerja miskin yang mengalami kerja dan belum bisa bekerja akan mendapatkan santunan uang tunai sebesar Rp 1 juta per bulan, maksimal 12 bulan. Bila lebih dari 12 bulan maka santunan uang tunai sebesar Rp 500 ribu per bulan. Seluruh pembiayaan tersebut dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan.

Ketiga, pekerja miskin bila mengalami kecelakaan kerja dan cacat maka akan mendapatkan pelatihan untuk bisa kembali kerja (return to work).

Keempat, bila pekerja miskin yang mengalami kecelakaan kerja dan meninggal maka ahli waris akan mendapatkan santuan uang tunai Rp. 48 juta dan maksimal 2 anak akan mendapatkan bea siswa hingga di Perguruan Tinggi.

Kelima, bila pekerja miskin meninggal dunia karena sakit maka ahli waris akan mendapatkan santunan Rp 42 juta dan maksimal 2 anak akan mendapatkan bea siswa hingga di Perguruan Tinggi (bila kepesertaan minimal 3 tahun).

Keenam, dan manfaat lainnya seperti penggantian kaca mata, home care, alat bantu dengar, gigi tiruan, prothesa, rehabilitasi medik, dsb yang semuanya diatur di PP No. 82 tahun 2019.

Ketujuh, adapun Program JHT adalah tabungan untuk masa tua pekerja miskin yang tidak bisa bekerja lagi karena factor usia.

Kedelapan, penerapan Program JKK dan JKm bagi pekerja miskin akan membantu penghematan pembiayaan Program JKN, karena pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja akan dibiayai oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Tentuya pembiayaan iuran bagi pekerja miskin tidaklah sebesar pembayaran iuran JKN. Dengan jumlah pekerja miskin sekitar 20 juta orang pembiayaan untuk dua program saja yaitu JKK dan JKm adalah 20 juta orang x Rp 16.800 x 12 bulan = Rp 4,03 triliun.

Saya berharap Pemerintah segera menerapkan program JKK dan JKm bagi pekerja miskin di 1 Januari 2024, dan tidak memperpanjang perlakuan diskrimasi jaminan sosial bagi pekerja miskin.

Jangan sampai Pemerintah terus membiarkan isi sila Kelima Pancasila, amanat UUD 1945, UU SJSN, RPJMN 2020 – 2024 serta INPRES No.4 tahun 2022 seperti yang telah diuraikan di atas sebagai hiasan belaka, tanpa realisasi bagi pekerja miskin. [Penulis adalah Direktur Eksekutif BPJS Watch]

 

 

 

 

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *