Rektor Paramadina: KPK Sedang Bermasalah Besar

0

Para pembicara dan peserta acara Paramadina Democracy Forum (PDF) bertajuk, “Menggugat Visi Capres tentang Pemberantasan Korupsi di Tengah KPK Limbung” Kamis (4/1/2024).

Jakarta, TVP – Rektor Universitas Paramadina Jakarta, Prof. Didik J. Rachbini menegaskan, Indonesia sedang mempunyai masalah dengan lembaga antikorupsi yang paling puncak, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  “KPK punya tantangan yang sangat berat setelah undang-undangnya diamandemen. Masalah pada masa transisi pergantian kekuasaan yang justru akan sangat menentukan. Sebab, jika hukum sedang ada masalah, maka akar masalahnya ada pada kekuasaan dan demokrasi,” kata Didik.

Didik mengatakan itu dalam acara Paramadina Democracy Forum (PDF) bertajuk, “Menggugat Visi Capres tentang Pemberantasan Korupsi di Tengah KPK Limbung” Kamis (4/1/2024). Acara yang diselenggarakan oleh Paramadina Public Policy Institute secara daring ini dimoderatori oleh Dr. Fatchiah E. Kertamuda, M.Sc.

Baca Juga: Paramadina Democracy Forum: Indonesia Miliki Potensi Besar

Menurut Didik, ketika demokrasinya bermasalah, maka hukumnya pun akan berat. Tentunya hal itu adalah ujian bagi para calon presiden (capres) yang ada. “Ketiga capres memang mempunyai visi tentang pemberantasan korupsi tapi berbeda-beda,” ujar Didik.

“Capres No 1 (AMIN) berkeinginan akan mengembalikan KPK seperti asalnya. Capres No 2 dan No 3 juga kelihatannya komitted terhadap agenda pemberantasan korupsi. Kalau pemerintahan sekarang, mengklaim mereka juga komitted terhadap pemberantasan korupsi, tapi kenyataan berbicara sebaliknya,” jelasnya.

Pendekatan-pendekatan untuk inisiatif anti korupsi harus dinyatakan secara eksplisit dalam bidang Hukum dan Penegakan Hukum, dengan kontrol internal yang kuat dan mekanisme akuntabilitas untuk menjaga indepensi dan integritas lembaga.

Baca Juga: Pemilu 2024, Universitas Paramadina Canangkan Literasi Media Berbasis Politik

Sementara Dr. Dra. Prima Naomi, M.T., penguatan kelembagaan dengan aliansi antarlembaga antikorupsi, lembaga negara, warga negara, media massa, masyarakat sipil, dan aktor internasional sangat penting. “Lembaga antikorupsi dapat menunjukkan keuntungan jangka panjang ketika mereka melaksanakan insisiatif pencegahan korupsi, menghancurkan jaringan koruptor, dan pendidikan masyarakat untuk membentuk norma dan harapan masyarakat,” kata dia.

Narasumber lainnya Milda Istiqomah , S.H., MTCP, Ph.D Dosen Universitas Brawijaya memaparkan hasil Survey Tren Kepuasan Pemberantasan Korupsi dan Penegakan Hukum di Indonesia yang dilakukan pada 6-12 November 2023.  “Yang menarik, ternyata tren ketidakpuasan terhadap upaya pemberantasan korupsi telah menurun sejak Juni 2023 sebesar 7,23%, dari 60,48% menurun menjadi 53,3%.” Ungkapnya.

Tren kepuasan terhadap penegakan hukum di Indonesia juga menurun sejak Juni 2023 sebesar 11,61% atau 64,68% menjadi 53.07%. Sementara itu tren kepuasan terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia juga menurun sejak Juni 2023 sebesar 6,29%. Dari 74,11% menjadi 67,82%.

Baca Juga: Fatsoen Politik: Menuju Politik yang Beretika dan Beradab di Indonesia

Milda juga menyoroti Visi Misi Capres dalam pemberantasan korupsi yang terlihat masih standar. “Terlalu normatif, belum menyentuh akar persoalan, dan tidak ada terobosan baru yang ditawarkan kepada pemilih. Juga masih sangat menggantungkan nasib bangsa kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan seolah-olah mengkerdilkan lembaga hukum lainnya,” kata dia.

Menurut Milda, seharusnya yang menjadi pemikiran hukum para capres adalah bagaimana mendorong agar kinerja kepolisian dan kejaksaan dapat bekerja secara profesional, kredibel, transparan dan akuntabel dalam pemberantasan korupsi.

“Saat ini ditengarai telah tumbuh despotisme baru menggabungkan teknologi, media, hukum serta pendekatan keamanan. Potensi ancaman demokrasi khususnya terkait pelanggaran terhadap kebebasan dasar (civil liberties). Alih-alih mengejar supremasi hukum, pemerintah melegitimasi tindakan melalui pembentukan atau perubahan hukum,” kata dia.

Baca Juga: Marwah KPK Runtuh, Ralat Penetapan Tersangka Rusak Rasa Keadilan Publik

Milda juga mengkritisi revisi UU KPK menjadi UU No 19 Tahun 2019 yang meletakkan KPK di bawah rumpun eksekutif. Dalam pengesahaan UU KPK ini, dalam waktu kurang lebih 14 hari, DPR menggelar rapat paripurna yang hanya dihadiri oleh 70 orang anggota DPR dan menghasilkan pengesahan UU No 19 Tahun 2019.

Asriana Issa Sofia M.A, dosen Universitas Paramadina menyatakan bahwa pendekatan ketiga Capres Pemilu 2024 terkait penindakan korupsi dan masa depan KPK berpusat pada penegakan hukum yang tidak tebang pilih kasus, dan kedua, menargetkan pada pengesahan RUU Pengembalian Asset.

“Ketiga capres juga menginginkan penguatan kembali KPK dengan merevisi UU KPK dan pemulihan independensi KPK, memperkuat sinergitas KPK, Polri  Kejaksaan, memperkuat integritas pegawai dan kepemimpinan KPK dengan memperketat seleksi dan melibatkan partisipasi publik, penegakan dan proses hukum, sebagai pemulihan reputasi KPK,” kata dia.

“Dalam pendidikan dan kampanye antikorupsi terlihat belum ada terobosan kurikulum pendidikan, edukasi pemimpin, edukasi generasi muda supaya korupsi menjadi nilai tabu,” pungkasnya. [AR]

 

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *