Perppu Pilkada Masih Dinilai Setengah Hati Berikan Kepastian Hukum

0

Titi Angraeni.

Jakarta, Topvoxpopuli.com – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada masih setengah hati memberikan kepastian hukum. Alasannya, satu sisi, dinyatakan pelaksanaan Pilkada serentak digeser dari 23 Septemer menjadi Desember 2020.

Tetapi, di sisi lain disebut, manakala tidak dapat dilaksanakan pada bulan Desember, dapat ditunda dan dijadwalkan kembali. “Perppu masih menyimpan situasi tidak pasti dengan adanya pengaturan pada Pasal 201 A. Disebutkan dalam hal pemungutan suara serentak 2020 tidak dapat dilaksanakan pada bulan Desember 2020, maka pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam berakhir. Penjadwalan melalui mekanisme persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Jakarta, Rabu (6/5/2020).

Ia memang mengapresiasi pada pemerintah yang akhirnya menerbitkan Perppu. Perppu itu memberi legalitas atas penundaan pilkada serentak secara nasional yang telah diputuskan KPU pada 21 Maret 2020 lalu. Penundaan empat aktivitas tahapan yang dilakukan KPU menjadi absah melalui keberadaan perubahan Pasal 120 ayat (1) dalam Perpu tersebut.

Namun dari isi Perppu yang ada, pemerintah masih menyimpan ketidakyakinan tersendiri terkait dengan situasi pandemi Covid 19 yang dihadapi. Alih-alih memilih waktu yang lebih memadai, misalnya menunda ke 2021, pemerintah malah menyerahkan skemanya pada kesepakatan tripartit KPU, Pemerintah, dan DPR.

Dia menjelaskan, jika dilihat pilihan pemungutan suara pada Desember 2020 maka KPU harus sudah mulai menyiapkan tahapan pada Juni 2020. Artinya akan ada irisan dengan fase penanganan pandemi dan juga dengan situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang belum jelas kapan akan berakhirnya.

Melaksanakan tahapan yang beririsan dengan masa pandemi memerlukan dukungan dan disiplin ketat pada kepatuhan terhadap protokal kesehatan penanganan pandemi Covid-19. Hal itu karena mengandung resiko tersendiri bagi petugas pemilihan, calon peserta pemilihan, maupun masyarakat pemilih. “Kami beranggapan hal itu sangat beresiko,” tegas Titi.

Dia berharap KPU harus mampu merumuskan berbagai peraturan teknis Pilkada yang tidak bertentangan dengan protokol penanganan Covid-19. Terutama terkait interaksi petugas dengan pemilih maupun peserta pemilihan. Misalnya verifikasi faktual syarat dukungan bakal calon perseorangan, pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih, maupun kampanye.

“Semua ini harus sejalan dengan kebijakan jaga jarak untuk pencegahan penyebaran Covid-19. Jika tidak penyebaran Covid 19 masih akan terus terjadi dan sangat berbahaya bagi petugas dan masyarakat pemilih,” tutup Titi.[TVP/RobWar]

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *