July 27, 2024

Hakim PN Depok Diminta Berani dan Jujur dalam Putus Perkara

0

Veranita Dwiputri (Vera) sesaat seusai memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Kamis (25/7/2019) sore. ( Foto: TPV/ Edi Hardum )

Jakarta, Topvoxpopuli.com – “Semoga majelis hakim berani dan jujur dalam memutus perkara ini. Kepada siapa lagi kami mengadu kalau bukan ke pengadilan yang dalam hal ini sangat bergantung pada keberanian dan kejujuran majelis hakim. Majelis hakim diharapkan memutus pakai hati nurani”.

Kata-kata ini keluar dari mulut Veranita Dwiputri (Vera) ketika diwancara Topvoxpopuli.com, di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Kamis (25/7/2019) sore, tidak lama seusai ia memberikan kesaksian dalam sidang perkara 46 orang ahli waris dan pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Luar Negeri (dulu Departemen Luar Negeri-Deplu)  menggugat Muchdan Bakrie yang merupakan ahli waris almarhum HMT Bakrie (tergugat I), Koperasi Pegawai dan Pensiunan Bulog Seluruh Indonesia (Kopelindo-tergugat II), Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok (turut tergugat I), Gubernur Jawa Barat (turut tergugat II), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Cq. Pejabat Pembuat Komitmen (P2K) Pengadaan Tanah Jalan Tol Depok –  Antasari (turut tergugat III).

Dalam sidang yang dipimpin hakim Ramon Wahyudi, Vera menerangkan, ia sendiri mulai menggugat BPN Kota Depok pada tahun 2014.  Perempuan alumnus Ilmu Psikologi Universitas Indonesia (UI) ini melakukan gugatan terhadap BPN Kota Depok di Pengadilan Negeri Depok karena pihak BPN Kota Depok sama sekali tidak memberitahu dirinya termasuk 46 orang ahli waris yang menggugat tersebut di atas bahwa 111 sertifikat hak milik atas tanah yang mereka miliki yang terletak di Desa Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat, termasuk tanah milik Vera seluas 385 meter persegi telah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN). PTUN membatalkan ke-111 sertifikat hak milik Vera dan teman-temannya (tetangganya) atas gugatan Muchdan Bakrie yang merupakan ahli waris almarhum HMT Bakrie.

Menurut Vera menggugat BPN Kota Depok karena, pertama, ketika BPN Kota Depok digugat Muchdan Bakrie di PTUN, BPN Kota Depok tidak melibatkan dia dan teman-temannya sebagai para pihak terkait dalam gugatan itu. “Muchdan Bakrie kan mau membatalkan sertifikat hak milik yang kami miliki sebagai alas hak tanah kami. Lha, kalau kami diberitahu pasti kami jelaskan dari mana tanah yang kami miliki berasal. Tanah kami sah, mempunyai alas hak sertifikat,” kata dia.

Kedua, putusan PTUN atas pembatalan sertifikat itu tahun 2001 (putusan  peninjauan kembalinya) tidak memberi kami satu per satu. “Kami hanya diberitahu melalui surat secara umum saja,” kata dia.

Vera mengatakan, atas gugatannya itu pada tahun 2015, pihak PN Depok memutuskan menerima gugatannya (Vera), dan mengatakan tanah yang saya tempati adalah milik saya yang sah.

Namun, kata dia, pihak BPN Kota Depok mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Depok itu, dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat memutuskan  banding dari tergugat (BNP Kota Depok) tidak dapat diterima atau niet ontvankelijke verklaard (NO). “Atas putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat ini, saya melakukan upaya hukum kasasi, dan sampai sekarang masih pada tingkat kasasi, belum diputus,” kata Vera.

Vera mengatakan, ia mengetahui semakin jelas sertifikat tanah yang ditempati telah dibatalkan pihak PTUN ketika ia dipanggil ke Balai Rakyat di Depok  untuk mendengar nilai ganti rugi atas tanah dan rumahnya yang terkena pembangunan jalan tol. “Di sana saya diberitahu pihak BPN Kota Depok bahwa sertifikat hak milik atas tanah saya sudah dibatalkan PTUN karena tanah itu milik Muchdan Bakrie,” kata dia.

Ia melanjutkan, pihak BPN Kota Depok memberitahu bahwa ia hanya berhak menerima ganti atas rumahnya senilai Rp 500 juta, dan ia bisa menerima ganti rugi atas rumahnya itu dengan persyaratan ia membuat pernyataan tertulis di depan Notaris bahwa tanah rumahnya itu milik Muchdan Bakrie. “Waktu itu dengan tegas saya mengatakan bahwa Muchdan Bakrie  tidak mempunyai hak atas tanah saya. Saya memiliki itu secara sah dari mantan pejabat Deplu (Kemlu) yang bernama Supriadi,” kata dia.

Vera menegaskan, Supriadi memiliki tanah itu dengan alas hak sertifikat. “Ketika saya balik nama sertifikat hak milik Supriadi menjadi hak milik saya di BPN Kota Depok tahun 1993, pihak BPN Kota Depok meloloskan karena memang tidak ada masalah. Kenapa kemudian menjadi milik Muchdan Bakrie ? Karena itu, saya lawan !” kata dia.

Vera berharap, majelis hakim yang memeriksa dan mengadilili gugatan ke-46 rekannya di atas, dikabulkan. “Hukum harus ditegakkan, biar pun langit runtuh,” kata Vera. [TVP/Edi Hardum]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *